Share

Bab 6 PUTUS

Author: Bebekz_hijau
last update Last Updated: 2022-04-27 14:47:53

Hari-hari telah berlalu, sejak Mama mencari Selena setelah sekian lama menghilang. Dan kini segalanya sudah berjalan seperti hari-hari normal bagi Selena. Wanita yang selalu mencarinya, masih datang sesekali waktu. Akan tetapi bukan Selena jika tidak pandai menghindar. Dengan bantuan Dimitri, kini pihak keamanan tidak akan pernah membiarkan wanita itu masuk ke dalam gedung, walau hanya sekedar menunggu di dalam lobby. Akan tetapi, sekeras apapun usaha pengusiran dari security, wanita itu tetap datang meski harus menunggu di luar gedung.

Begitu giginya perempuan itu, hingga membuat Raymond menemani wanita paruh baya itu untuk sekedar mengobrol. Itu juga jika ia sedang berada di Jakarta. Hingga pada suatu hari keluarlah surat larangan untuk seluruh karyawan In One TV untuk berhubungan dengan wanita tersebut. Hanya berbicara, atau memberikan bantuan, akan menerima sanksi yang cukup keras.

"Apa susahnya sih bagi Selena untuk menemui wanita itu? Paling juga tante itu cuma mau ngomong sebentar," tanya Sonia kesal.

"Jangan ikut campur urusan orang," jawab Raymond.

"Ini sudah hampir setahun dan itu tante masih selalu datang. Ya, memang ga setiap minggu sekali, tetapi dalam sebulan dia bisa datang 2 sampai 3 kali. Kalau liat umurnya yang tidak muda lagi, masa Selena ga punya hati untuk menemuinya sebentar aja?" kata Sonia.

"Udah, males ah, dari pada dengerin lo ngegosip, lebih baik gue naik ke atas," jawab Raymond

"Sayur lagi?"

"Ya apalagi? Urusan gue di atas ya cuma sayur," jawab Raymond.

"Udah malem, Mon. Mending lo anter gue pulang, nanti gue traktir makan malem deh,"ajak Sonia sambil memegang tangan Raymond.

"Sayur gue di atas ga ada yang ngurus selama gue di hutan. Kalau airnya habis, bisa gagal panen," jawab Raymond.

"Lu sih repot-repot piara sayur di rooftop, terus hasilnya dibagi-bagi pula ke orang-orang kantor," kata Sonia protes.

"Ya daripada gue melakukan yang ngga-ngga."

"Tapi ini udah malem banget, Mon. Hati-hati angin, ntar lo sakit."

"Iya, cerewet, udah pulang sana," jawab Raymond sambil beranjak pergi.

Kantor In One TV memang mewah, tetapi tidak ada sudut ruang di bangunan itu yang membuat Raymond betah, kecuali di lantai atap. Sepi, tidak banyak orang, hanya sesekali pegawai yang melakukan perawatan gedung dan memperbaiki instalasi pemancar. Tanaman sayur hanyalah alasannya agar Raymond dapat menghabiskan waktu berjam-jam di atap. Dan seperti biasa, jika Dimitri tahu, maka habislah riwayat Raymond beserta dengan seluruh sayur-sayurnya. Apalagi jika bos kecil tahu, Raymond menggunakan air dari tanki atap untuk mengairi ladang kecilnya, sudah pasti terjadi keributan. Untungnya, karena seluruh karyawan menikmati hasil sayuran Raymond secara gratis, maka mereka ikut membantu menyembunyikan kegiatan Raymond tersebut.

"Hei, hijau-hijau...maaf ya uda seminggu ga ke sini. Ini Gue isiin lagi, air nutrisi supaya kalian seneng," kata Raymond menyapa peliharaannya sambil mengambil gayung dan ember berisi tampungan air.

Setelah mengurusi semua tanamannya, menambah air dan nutrisi, Raymond duduk sebentar menikmati malam. Walaupun ia benci dengan kota Jakarta dan segudang polusinya, tetapi jika diperhatikan, pemandangan lampu gedung perkantoran di tengah malam tidak tampak terlalu buruk. Walaupun bagi orang seperti Raymond pemandangan bulan dan bintang di pantai atau hutan terlihat jauh lebih indah.

"Ternyata kota ini masih sibuk sampai tengah malam, menyedihkan. Ayo pulang-pulang, sudah waktunya untuk istirahat," ujar Raymond sambil bersiap-siap untuk turun ke bawah.

Ketika langkanya hampir mendekati pintu, tiba-tiba Raymond melihat 2 sosok orang yang baru saja naik ke lantai atas.

"Dim, sakit...., Emang mau ngomong apa? Sampai harus ke sini?" kata suara perempuan yang terdengar seperti suara Selena.

"Selena, I can't stand it anymore. Kamu selalu ikut campur di semua urusan aku," jawab Dimitri dengan nada tinggi.

"You asked me to help you, in that case, bukannya kamu yang minta tolong aku buat beresin semua urusan itu?" tanya Selena heran.

"But..., but...., not like this. Papa tau semuanya, papa tau kalau kamu yang ngatur semuanya. Ga ada orang yang tahu urusan itu, selain kamu, Selena. So now tell me the truth, kamu bilang kan ke papa, kamu pasti ngadu kalau aku minta tolong kamu," kata Dimitri sambil merengut kerah baju Selena hingga hampir melukai lehernya.

"Dim, sakit..." teriak Selena.

"Mulai sekarang, jangan sekali-kali kamu ngadu-ngadu sama Papa mengenai kerjaan aku, aku ga suka!"

"Tapi, aku ga ngomong apa-apa sama Om Elio. Beneran, Dim."

"BOHONG KAMU!," teriak Dimitri sambil bersiap melayangkan telapak tangannya.

"Maaf...," sela Raymond sambil menangkap tangan Dimitri dari belakang.

Selena keget ketika mengetahui jika ada seseorang yang berada di atap dan menyaksikan pertengkarannya dengan Dimitri.

"Saya tidak akan ikut campur urusan Bapak, tapi jika sudah berkaitan dengan kekerasan, saya tidak bisa tinggal diam," jawab Raymond.

"Eh,Kuli, kamu pikir kamu ini siapa? Kamu harus sadar, kalau bukan karena bokab, kamu pasti uda busuk di jalanan!" bentak Dimitri.

"Dim cukup," sela Selena.

"Oh, jadi kamu lebih belain dia...? Selama ini aku yang selalu bantuin kamu, dan aku ga terima kamu belain kuli comberan ini...? Ok Selena, I'm done, mulai hari ini kita PUTUS!"

Dimitri segera berjalan meninggalkan lantai rooftop dan bergegas berjalan menuruni tangga.

"Dimitri...., tunggu Dim... !" teriak Selena sambil berusaha mengejar Dimitri.

Dengan refleks tangan Raymond segera mengambil lengan Selena, untuk mencegah kejadian yang lebih buruk terjadi.

"Biarkan dia mendinginkan kepalanya dahulu," kata Raymond.

Selena segera melepaskan genggaman tangan Raymond." Jangan ikut campur," jawab Selena segera melangkahkan kaki, berlari untuk mengejar Dimitri ke bawah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 90

    Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 89

    Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?

  • PENGGARIS SEGITIGA   BAB 88

    "Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 87

    Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa

  • PENGGARIS SEGITIGA   Bab 86

    " dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a

  • PENGGARIS SEGITIGA   BAB 85

    Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plok… plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status