"Cepet amat? Uda balik lagi ke kantor?" tanya Pak Wahyu"Kan saya tinggal di Mess. Lagipula Mess karyawan kan deket banget dari kantor," jawab Raymond."O iya, gue lupa. Ini surat penugasan, ini kartu penanda jurnalistik, yang Arya gue titip di lo aja ya. Jangan sampe ilang, takutnya perlu. O ya, tadi Sandra sudah ngabarin, kayanya kalian nebeng pesawat TNI, mereka akan ngangkut barang dan alat-alat berat untuk bantu pencarian, sekalian juga ada beberapa reporter dari stasiun TV lain. Sekitar pukul lima sore pesawatnya akan terbang, jadi kamu coba telepon Arya, karena sebentar lagi mobil kantor bakal anterin kalian ke bandara. ""Baik, pak. O ya, reporter yang tugas bareng kita, apa sudah siap?" tanya Raymond memastikan."Oh, Selena, katanya sih dia lagi pulang ke apartemennya. Tapi sebentar lagi juga dia kesini lagi.""SELENA?" tanya Raymond kaget."Tadi Pak Dimitri yang menugaskan dia untuk pergi ke sana," jawab Pak Wahyu."Tapi, pak, seinget saya, Selena ga pernah ngeliput berita di
" Ray, Mas Arya!" sapa Selena yang sudah sampai duluan di bandara.Selena sudah rapi dengan seragam lengkap reporter In One TV. Kemeja berwana biru tua, celana panjang berwarna abu-abu muda, serta sepatu boots yang juga senada dengan celananya. Dengan koper kecil dan tas selempang kecil untuk membawa barang keperluannya. Rambut pendeknya sudah dijepit rapih ke belakang, agar tidak menutupi wajahnya yang putih dan bersih. Sedangkan Raymond dan Arya hanya memakai kaus dan celana panjang yang sudah sobek di bagian lututnya dengan ransel besar dan kumal di belakang punggung mereka."Anak news memang beda ya, bro. Kita serasa gembel kalau ada di sebelahnya," bisik Arya kepada Raymond."Hahaha," jawab Raymond menahan tawanya agar tidak terdengar Selena."Hai, Selena, sudah lama menunggu?"tanya Arya pada Selena."Lumayan, kira-kira setengah jam," jawab Selena."Maaf di jalan tadi sedikit macet," jawab Raymond."Ah, sudahlah, yang penting tidak terlambat. Ng... kalau semua sudah siap. Ayo, kit
"Belum ada kabar dari petugas tentang bagaimana nasib kita di sini," kata Raymond mengabarkan. "Sejak mendarat darurat 1 jam yang lalu, dan kini langit sudah mulai gelap, dan cuaca masih tidak bisa di andalkan. Sepertinya kita harus menginap di sini malam ini," lanjut Raymond."Mon, gue ga kuat... , perut gue sakit dan kayanya gue mulai menggigil," kata Arya sambil memegangi perutnya yang melilit."Tahan ya, Ri. Lo istirahat dulu aja, nanti gue coba hubungi pak Wahyu. Kita bisa atur lagi, apa lu bisa di anter ke kota, dipulangin ke Jakarta atau gimana. Yang jelas sekarang lo harus bertahan di sini. Nanti gue minta tolong dokter tentara buat ngeliat lo.""Thanks, Mon........eh, Selena mana?" tanya Arya."Lagi ngobrol sama Sersan Nando, dia lagi cari tahu tantang informasi pesawat dan lainnya, karena tadi sudah diumumkan, kalau diduga pesawatnya jatuh, walaupun belum diketemukan puingnya. Foto satelit juga tidak bisa diandalkan karena cuaca buruk ini. Tapi pada umumnya sih, Tim SAR dan t
Tidak lama setelah kapal mengarungi lautan, hujan kembali datang mengguyur . Angin yang tadi tampak reda dan tenang, kini mulai kembali mengamuk diiringi oleh gemuruh petir yang mulai datang menyambar."KITA HARUS KEMBALI KE PELABUHAN TERDEKAT," teriak salah satu awak kapal."SEMUA BERTAHAN DI POSISI MASING-MASING...JANGAN SAMPAI TERSAPU OMBAK..!""SIAP!"Suara angin menderu dan ombak yang meninggi sungguh menyeramkan. Kapal yang cukup besar ini mulai mengayun akibat gejolak ombak yang menggila. Seluruh kru berusaha untuk mengendalikan kapal, hanya saja alam selalu lebih kuat dari usaha manusia."Selena, kamu ga apa-apa?"Selena tidak menjawab, dan membuat Raymond khawatir."Kita harus segera keluar dari gudang ini, bahaya kalau tertimpa barang-barang," kata Raymond sambil menggandeng Selena untuk keluar dari dalam gudang.Kondisi semakin mencekam di gudang kapal, ketika semua peralatan berat mulai saling membentur satu dengan yang lainnya."Apa yang terjadi?," teriak Selena bingung."
"Cuit..cuit... ," suara burung yang menandakan matahari pagi telah terbit.Panas matahari yang menyinari pasir pantai membuat Selena mulai terbangun dari tidurnya. Matanya mulai terbuka perlahan-lahan dan betapa kegetnya Selena ketika ia menyadari dimana ia berada. Di mana ini? "Apa yang terjadi semalam?" tanya Selena dalam hati. Belum lagi kepalanya yang tiba-tiba terasa pening dan badannya penuh dengan luka memar di sekujur tubuhnya. Akan tetapi, hal paling mengagetkan Selena adalah ketika melihat Raymond tersungkur tak sadarkan diri disebelahnya."Ray, Ray,...." ujar Selena berusaha membangunkan Raymond.Raymond tidak menjawab panggilan Selena, dan membuat Selena semakin panik."RAY.... RAY.....," panggil Selena lebih keras, sambil menggoyang-goyangkan badan pria di sebelahnya."Nggggggg....." jawab Raymond menggoyangkan badannya, walau matanya masih menolak untuk terbuka.Suara Raymond cukup melegakan Selena. Setidaknya pria itu masih bisa mengeluarkan suara. "Syukurlah," kata yang
"Jadi, sekarang, yang paling penting adalah, kita harus cari tempat berteduh sebelum hujan datang," kata Raymond sambil menembus pepohonan.Selena merasa sangat bersalah, ia merasa sudah membuat begitu banyak kesulitan. Mulutnya tidak berani untuk mengeluarkan suara. Selena telah menciptakan nerakanya sendiri, bahkan dia ikut menyeret Raymond ke pulau ini. Selena sudah siap jika Raymond melampiaskan kemarahan padanya, karena ia memang patut untuk menerimanya."Hei..., hei..., Selena?" tanya Raymond sambil mengibaskan telapak tangannya ke depan mata Selena yang tampak kosong."Ii..ya...?""Kamu baik-baik saja? Apa kamu sakit? Lelah?" tanya Raymond kembali."Oh...tidak...ayo kita lanjutkan!""Kamu yakin, kamu tidak bicara apapun sejak tadi, Apa kamu benar-benar baik-baik saja? Atau mungkin lapar?" tanya Raymond penasaran."Aku baik-baik saja, jangan khawatir," jawab Selena."Maaf, sepertinya hari ini, kita hanya akan bergantung pada buah kelapa dari pinggir pantai. Biasanya kita bisa ber
Jalan-jalan di hutan dengan kondisi cuaca seperti ini merupakan titik terendah hidup Selena. Selena mengira ketika ayahnya pergi meninggalkannya adalah titik terburuk dalam hidupnya. Tetapi sekarang ia menyadari, kalau berurusan dengan alam yang mengamuk adalah hal yang paling buruk yang dapat terjadi pada seorang manusia. Sedikit saja lengah, Selena akan kehilangan nyawa begitu saja.Tubuhnya tidak berhenti mengigil, dinginnya angin dan hujan sudah terasa seperti pisau yang menusuk-nusuk tepat di jantungnya. Bibirnya mulai membiru, dan sepertinya sebentar lagi tubuh Selena akan segera menyerah kalah. Ketika langkahnya sudah terasa sangat amat berat, Raymond kembali menepuk-nepuk pipinya dan mengembalikan sedikit kesadarannya.Keadaan Raymond pun tidak jauh berbeda dengan Selena. Hanya mungkin Raymond sudah lebih berpengalaman dengan kondisi seperti ini daripada dirinya. Jika terjadi sesuatu pada Selena, jika ia kehilangan kesadaran, maka Raymond sudah bersiap untuk memapah atau mengge
Selena terbangun ketika matahari sudah bersinar sangat terang. Ia merentangkan kedua tangan dan kakinya untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku. Segarnya udara pagi, dan hangatnya cahaya matahari yang masuk ke dalam gubuk, membuat hati menjadi lebih tenang. Selena begitu menikmati suasana indah itu sampai dia menyadari bahwa Raymond sudah tidak berada di sebelahnya."Ray...?" ujar Selena."Ray..?"Raymond tidak tampak di dalam ruangan itu, seluruh pakaiannya sudah tidak tergantung di tali penyekat ruang. Selena kaget dan sedikit panik. Mungkinkah Raymond meninggalkannya sendiri di sini? Tidak mungkin, tidak mungkin."Selena segera melingkarkan kain selimut untuk menutupi seluruh badannya dan segera berjalan ke luar untuk mencari Raymond."Ray...," teriak Selena."Ya...?" jawab Raymond dari arah bawah.Selena mencari arah suara itu, dan dengan segera ia dapat menemukan keberadaan Raymond."Hai, kamu sudah bangun?"sapa Raymond sambil tersenyum.Selena mengangguk."Pagi, kamu lagi