Share

Firasat

Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉

Laju kencang mobil adalah pelampiasanku sekarang. Entah sudah hilang akal atau bagaimana. Cinta ini terlalu suci dan susah payah dijaga, tapi ternyata salah satu di antara kami justru berkhianat, dan telah merobek hati dengan keji. 

"Jika hati yang terluka, masih bisa dijahit, Mas. Tapi bagaimana jika kepercayaan yang pecah sanggupkah tuk dirajut kembali? Hatiku sakit, iya, terlampau sakit, Mas." 

Dalam pikiranku saat ini hanyalah bersiap, bersiap jika kenyataan pahit akan terjadi tanpa permisi. Jika Mas Sa'dan memutuskan untuk pergi. Laki-laki saat ditinggal pergi kebanyakan langsung mencari istri pengganti. Tapi wanita, mayoritas dari mereka hanya fokus menjaga buah hati yang ia cintai. 

"Pergilah jika memang kau ingin pergi, Mas. Dulu Aku memang sangat mencintaimu, tapi bagaimana jika cinta yang kita pupuk akhirnya kau racuni?" 

Tak terasa air mata mengalir dengan begitu deras. Derasnya hujan masih kalah dengan deras lara yang sedang mendera kini. Perih. 

"Inikah yang dinamakan luka tak berdarah itu?"

***

"Ren! Dari mana kamu, Nak?" 

Kucium punggung tangan Mama mertuaku.

"E-em. Itu, Ma. Rena dari ketemu temen." 

"Ouh, pasti capek, kan. Sudah, ayo masuk. Marni sudah siapkan makanan." 

"Oiya, Ma. Gimana pembantu barunya? Mama suka, kan?" 

"Pilihanmu tak pernah salah. Selalu pas. Seperti kamu memilih Sa'dan sebagai suamimu." 

Mama Anggi menggodaku. Dia belum mengetahui kalau putranyalah yang membuat hati ini merasakan jatuh sejatuh-jatuhnya. Sesekali ku membuang wajah dari Mama, Mama tidak boleh tahu jika menantunya baru saja habis menangis. 

"Kaila mana, Ma? Tumben jam segini sudah pulang dari sekolah?" 

"Ada, kok. Di kamarnya. Tadi guru-guru Kaila ada acara, jadi murid-murid pulang lebih awal." 

"Oiya, perusahaanmu gimana? Aman-aman aja, kan? Sa'dan masih mampu mengurusnya? Padahal dulu saat kuliah dia terkenal anak yang sangat nakal, seriiing sekali bolos." 

"Baik, kok, Ma. Semua aman-aman aja." 

Terlihat senyum Mama mengembang. Hati ini terasa kembali mekar, segar. Tersiram dengan keteduhan. Ketulusan cinta terpancar dari aura Mama mertuaku.  

[Dew. Aku tadi habis ngelabrak selingkuhan Mas Sa'dan. Kamu tahu? Dia malah marah-marah sama Aku. Kujambak dia, dia tampar Aku, kubalas menamparnya berkali-kali. Aku sedikit lega karena sudah mengetahui siapa wanita itu, Dew.]

Kukirim chat kepada Dewi. Karena dia sudah ada saat Aku merasa terpuruk. 

Dret... (Dewi antusias)

[Oiya? Syukurlah jika kamu sudah tahu. Terus, kamu kasih pelajaran juga sama Pak Sa'dan?]

[Belum. Aku hanya fokus pada wanita itu, wanita itu bernama shelly. Ih, mendengar namanya disebut saja Aku merasa geli. Kejam sekali wanita itu sampai rela mendustai suaminya hanya demi laki-laki yang sudah beristri.]

Dewi tak lagi membalasnya. Padahal Aku berharap Dewi akan menanyakan detail kejadian tadi. Biarlah, mungkin dia sedang sibuk dengan urusan kantor. 

"Lagi hubungi siapa sih, Ren? Serius amat kayaknya?" Tanya Mama sembari mengupas buah Apel. 

"Ouh, ini, Ma. Rena lagi ada beberapa misi sama temen, dan karena tadi misi itu lancar, jadi Rena kabari dia." 

"Mmm, yasudah. Semoga selalu dipermudah, ya. Semoga senantiasa selalu mendapat pertolongan Allah." 

"Iya, Ma. Aamiin. Mm sini, Ma. Biar Rena kupasin." 

"Ren... Ngomong-ngomong nih. Kalian berdua tidak ada keinginan untuk segera punya anak lagi?" 

Uhuk... uhuk... 

"Hei, kenapa? Minum... minum..." 

"E-em. Rena masih pengen fokus  sama Kaila, Ma. Kaila masih sangat butuh kasih sayang dan dampingan orang tuanya." 

"Kaila kan sudah besar, Ren. Kasih sayang memang sangat dia butuhkan bahkan hingga dia dewasa nanti tapi dia juga sudah cukup umur buat punya adik." 

Aku hanya tertunduk dan diam. Bagaimana cara memberikan adik untuk Kaila. Sedang hubunganku dengan Mas Sa'dan layaknya telur di ujung tanduk. Bahkan sudah retak. Di ambang kehancuran. 

"Ren. Kamu tidak apa-apa, kan? Sudah-sudah. Mama cuma ingin bilang itu kok, gak papa kala kalian berdua masih belum siap. Sudah gak usah dimasukin hati, ya." 

Kini Aku hanya mampu membalas dengan senyuman. Betapa pertanyaan itu bukan menyakiti tapi justru membuat aku bisu, tidak ada kata-kata yang layak lagi untuk kujawabkan pada Mama. 

***

"Bun... Ayah belum pulang?" 

"Belum, Sayang. Mungkin Ayah lagi ada kesibukan tambahan, jadi Ayah masih belum bisa pulang." 

Senja sudah hampir menghilang, dan Mas Sa'dan belum juga pulang. Apa iya dia belum pula merasa bersalah dengan kejadian tadi. 

"Kaila, Sayang. Kita main di kamar Oma, yuk." Mama mengalihkan kesedihan Kaila karena menunggu ayahnya tak kunjung datang. 

Aku teringat kejadian tadi, wanita tadi. Setelah dipikir-pikir kenapa wanita itu sepertinya beda dengan wanita yang pertama kali kulihat sedang bergandengan dengan Mas Sa'dan. Walau saat pertama kali kutahu tidak begitu jelas tapi kenapa ada firasat bahwa wanita tadi pagi itu bukan wanita yang kumaksud. Apa iya tadi adalah wanita bayaran? Atau juga wanita simpanan?

"Jika memang wanita itu bukan wanita yang pertama, apa iya Mas Sa'dan punya banyak selingkuhan? Atau? Mas Sa'dan sebenarnya tahu kalau aku membuntutinya?" 

Firasatku lebih condong wanita itu bukan wanita yang kulihat pertama kali digandeng Mas Sa'dan. 

"Belum... Misiku belum selesai, Aku memang sudah melabrak seorang wanita yang bersama Mas Sa'dan pagi tadi. Tapi terlintas firasat bahwa wanita tadi bukan wanita yang pertama kali kulihat. Lantas siapa wanita itu? Dan apa hubungannya dengan wanita tadi pagi?" 

"Mas! Kenapa baru pulang?" 

Aku tetap berusaha menahan amarah berlebihan. Berharap semua bisa dibicarakan dengan kedamaian. 

"Kenapa? Setelah kamu permalukan aku di depan umum, kamu ..." 

"Apa, Mas? Apa? Kamu mau bilang apa?" 

"Kamu masih menganggap kalau kamu benar?" 

"Iya! Aku akui aku salah. Tapi apa pantas jika kamu permalukan aku di depan umum?" 

"Ouh, jadi. Menurutmu, Aku yang salah? Ingat, Mas. Ikrar yang kamu ucap dihari pernikahan kita itu suci, bukan janji biasa." 

"Terus? Kamu mau ikut campur semua urusanku?" 

"Mas! Aku ini istrimu. Wajar dong jika Aku tidak ingin kamu terjerumus ke jalan yang salah. Selingkuh itu buruk, Mas. Kamu berkhianat pada banyak orang termasuk Mama kamu." 


Plak... 

"Auw." 

"Jangan bawa-bawa Mama." 

"Tampar, Mas. Tampar! Tampar sepuas hatimu." 

Tiba-tiba Mas Sa'dan duduk tersimpuh. Menundukkan pandangannya. Ada air mengalir dari tubir matanya. Membuka jaznya dan membuang ke sembarang arah. 



"Maafkan aku, Ren. Aku menyesal. Aku khilaf... Maafkan aku, Ren." 


Jangan lupa Like and Komennya, ya. Masih penulis pemula yang berusaha belajar dari kritik dan saran yang membangun. 😍😍🤩🤩


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status