Share

PENJARA HATI MAFIA
PENJARA HATI MAFIA
Penulis: KINOSANN

1. Buronan

Seorang gadis nampak berlari kencang dengan panik di sebuah gang sempit yang hanya diterangi cahaya lampu remang-remang.

Tubuh gadis itu bergetar hebat dan nafasnya mulai tersengal karena terus berlarian di tengah kepanikan dan rasa takut yang melanda.

Gadis cantik berambut panjang bernama Rin itu terus menoleh ke belakang, seolah mewaspadai seseorang yang tengah mengejar dirinya di belakang sana.

"Akkhh!"

Rin memekik kencang begitu pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya. Gadis itu memejamkan mata rapat-rapat dan mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan kekar yang kini mencengkeram lengannya.

"Rin!" panggil suara seorang pria yang terdengar cukup familiar di telinga Rin.

Gadis itu pun memberanikan diri membuka mata dan mendapati sosok sang kakak sudah berdiri tepat di depan matanya.

"Kakak!" pekik Rin sembari berhambur masuk ke dalam pelukan kakak laki-lakinya, Ren.

Rin yang sudah menahan tangis sejak tadi, langsung menumpahkan air matanya dalam pelukan saudara kembarnya. "Aku takut!" rengek Rin pada sang kakak dengan air mata berlinang.

"Tenang, Rin! Sudah ada Kakak di sini! Lain kali tunggu sampai Kakak menjemputmu di kampus! Jangan pulang sendirian seperti ini!" omel Ren pada sang adik perempuan satu-satunya.

Rin mengangguk lesu seraya mengusap air matanya yang membasahi wajah cantiknya. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menghentikan tangisnya dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah bersama sang kakak.

Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, Rin dan Ren pun tiba di gubuk kecil tempat mereka tinggal. Kakak beradik itu tinggal di sebuah kontrakan kecil yang terjepit perumahan warga di pemukiman yang padat penduduk.

Cklek!

Ren membuka pintu rumah kecil yang ia sewa dan segera menarik masuk sang adik ke dalam bangunan sempit yang terhiasi cat pudar itu.

Rin bergegas merebahkan diri ke lantai begitu ia masuk ke dalam rumah mini tempatnya berlindung bersama sang kakak. Gadis itu mengusap peluh di dahinya dan mencoba beristirahat sejenak untuk menghilangkan penat di tubuhnya. "Aku merasa ada yang mengikutiku tadi! Ternyata itu Kakak?" protes Rin pada Ren yang sudah membuatnya ketakutan.

"Sudah tahu takut, kenapa masih mengikuti kegiatan di kampus sampai malam?" omel Ren seraya menjitak kepala Rin dengan kesal.

"Aku ada kuliah pengganti. Mau tidak mau aku harus mengikutinya!" bela Rin menggunakan alasan dahsyat yang sulit dibantah.

"Sial! Kuliah pengganti apanya?" gerutu Ren lirih.

"Kau ingin makan malam apa?" tanya pria itu sembari mengobrak-abrik dapur kecil mereka.

"Aku ingin grilled pomfret dengan—"

Bletak!

Sebuah sandal mendarat tepat di kepala Rin sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

"Kakak!" pekik Rin sebal sembari mengusap-usap kepalanya yang terkena lemparan sandal.

"Makan mie saja!" Ren kembali melempar barang ke kepala Rin yang tak lain ialah bungkus mie instan yang masih memenuhi lemari kecil di dapurnya.

"Mie? Bagaimana aku bisa tumbuh dengan baik kalau setiap hari aku memakan benda yang dibuat dengan bahan pengawet ini?" gerutu Rin kesal.

Srak!

Satu bungkus mie kembali mendarat di wajah cantik adik kembar dari Ren itu.

"Buatkan untukku juga!" ujar Ren santai.

"Buat saja sendiri!" ketus Rin melempar kembali bungkus mie ke wajah sang kakak. Namun tubuh gesit Ren dapat mengelak dengan mudahnya dan berbalik membalas Rin dengan melemparkan lembaran kubis serta cabai.

"Tambah sayur juga! Buat yang pedas!" titah Ren.

Rin hanya bisa mendengus kesal tanpa sanggup memberikan balasan untuk sang kakak. Gadis itu berjalan lesu menuju kompor dan menyiapkan dua mangkuk mie instan penuh cabai dengan wajah masam.

Tak butuh waktu lama bagi Rin untuk dapat menyiapkan dua mangkuk mie instan kuah ekstra pedas yang akan menjadi santapan makan malamnya bersama sang kakak. Kedua kakak adik itu duduk di lantai sembari menikmati makan malam mereka bersama.

"Kakak tidak ada pekerjaan akhir-akhir ini? Sudah beberapa hari Kakak terus berada di rumah," ujar Rin membuka perbincangan bersama sang kakak.

"Kenapa? Kau tidak suka kalau ada Kakak di rumah?" tanya Ren datar.

"Bukan begitu maksudku. Aku hanya senang saja bisa melihat Kakak lebih sering. Jujur saja, beberapa hari ini aku agak ketakutan di rumah sendiri. Rasanya seperti ada orang yang sedang mengintaiku," ungkap Rin bergidik ngeri.

"Paling hanya perasaanmu saja! Memangnya siapa orang kurang kerjaan yang ingin membuang waktu dengan mengikutimu? Tidak ada untungnya juga membuntuti gadis jelek dan kere sepertimu!" cibir Ren.

Meskipun pria itu terlihat tenang dari luar, namun sebenarnya jauh di lubuk hati Ren, pria itu benar-benar mengkhawatirkan sang adik dan juga merasakan kecurigaan yang sama.

Terlebih saat mengingat pekerjaannya yang penuh dengan resiko dan mengundang banyak musuh, Ren khawatir suatu saat nanti Rin akan terseret ke dalam masalahnya dan ikut terkena getah atas perbuatannya.

"Terima kasih sudah mengingatkanku!" ketus Rin tak ingin berkomentar banyak menanggapi ledekan sang kakak.

Tring, tring!

Acara makan malam kedua saudara itu pun terhenti sejenak karena panggilan telepon yang masuk ke telinga Ren.

Pria itu segera meraih ponsel dan menjauh dari Rin untuk menjawab telepon dari nomor yang dirahasiakan. "Ada apa?" tanya Ren begitu ia mengangkat panggilan telepon yang tak lain berasal dari teman komplotannya yang sering mencarikan klien untuknya.

"Ada misi!" ucap seorang pria di seberang sana.

Ren bergegas mengganti pakaiannya dengan jaket hitam serta topi, dilengkapi dengan masker. Setelah membaca pesan berisi alamat untuk bertemu klien, pria itu segera mengeluarkan kartu ponsel miliknya dan menghancurkan simcard itu dengan mudah.

"Kau mau kemana?" tanya Rin pada kakak laki-lakinya yang sudah bersiap dengan sepatu hitam.

"Aku ada urusan sebentar. Jangan keluar kemana-mana! Kunci pintu dan juga jendela! Jangan bukakan pintu untuk siapapun! Aku akan membawa kunci sendiri. Tidur di kamar dan kunci pintu rapat-rapat!" pesan Ren pada sang adik dengan detil.

"Aku mengerti! Kau selalu mengatakan hal ini setiap kali kau akan meninggalkanku di rumah sendiri," tukas Rin.

"Matikan juga ponselmu! Hidupkan hanya saat ada keadaan darurat saja!" pesan Ren lagi.

"Sebenarnya kau mau kemana malam-malam begini? Mencurigakan sekali. Apa pekerjaanmu selama ini menjadi tukang begal?" sindir Rin pada sang saudara kembar.

"Kau tidak perlu tahu! Yang penting hari ini aku akan menghasilkan uang," pamit Ren pada Rin. Tak lupa pria itu mengecup kening sang adik dan memeluk Rin erat sebelum ia pergi.

"Jangan coba cari aku jika kau tidak kembali!" ucap Ren lagi sebelum meninggalkan rumah.

"Kau sudah mengatakan hal ini ribuan kali, tapi kau tetap saja pulang seperti biasa. Kalau kau memang ingin kabur ya kabur saja sana!" cibir Rin tak terlalu menanggapi serius perkataan sang kakak.

"Aku pergi!"

Meskipun terlihat tak peduli di depan Ren, sebenarnya Rin selalu khawatir setiap kali sang kakak pergi di malam hari. Tentu gadis itu tak mengetahui pekerjaan sang kakak yang menjadi pembunuh bayaran. Namun Rin sudah menaruh kecurigaan pada Ren sejak lama.

Gadis itu bahkan tahu kalau Ren sering mencuri makanan sejak kecil, tapi Rin selalu berpura-pura tidak tahu dan tidak mempermasalahkan apapun yang dilakukan sang kakak selama Ren masih bisa kembali padanya dengan selamat.

"Sebenarnya pekerjaan apa yang dilakukan oleh pria urakan itu?" gumam Rin penuh tanda tanya.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fayna Rahma
part awal selalu penuh misteri.,.
goodnovel comment avatar
Riana Kristina
Awal yang menegangkan thor...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status