"Han, apa kau menemukan sesuatu?" tanya Ron pada sang asisten yang kini masih berada di gedung perusahaan sang bos.Han nampak tengah duduk di ruang pusat pengawas dan melihat aksi tembak Ron dengan para penyusup melalui kamera tersembunyi yang terpasang di ruangan Ron."B-belum, Bos!" jawab Han dengan terbata-bata.Pria itu mulai berkeringat dingin saat berbicara dengan sang bos melalui telepon. Sayangnya Ron tak dapat melihat ekspresi Han yang penuh dusta dan gelagat aneh yang ditunjukkan oleh asistennya itu."Apa yang sebenarnya kau lakukan sejak tadi? Sejak kapan kau menjadi tidak becus seperti ini?" omel Ron pada Han."Maaf, Bos.""Aku tidak butuh maaf darimu! Lakukan pekerjaanmu dengan benar!" pungkas Ron, kemudian memutuskan sambungan telepon dengan sang asisten.Ron hampir saja membanting ponsel, karena pencariannya yang tak kunjung membuahkan hasil. Pria itu sudah jengah dan lelah mendapatkan teror berturut-turut yang membuat Rin terus mendapatkan luka.Pria itu mulai tak rel
"Kita pergi sekarang?" tanya Rin pada Ron yang telah menyiapkan puluhan koper yang sudah berisi barang-barang keperluan Rin.Pria itu benar-benar ingin membawa Rin pergi sementara, untuk menghindar sejenak dari rangkaian teror yang mengusik mereka akhir-akhir ini."Sekarang saja! Aku tidak tenang berada di sini," ungkap Ron."Aku masih terbalut perban seperti mummy. Kau ingin aku pergi dengan dengan tampilan seperti ini?" rengek Rin."Kalau begitu, kau ingin menunggu sampai rumah sakit ini dibajak dan kau ditodong pistol lagi?" sungut Ron."Tentu saja aku tidak mau! Traumaku saja belum sembuh!" cetus Rin."Cepat cuci wajahmu! Kita harus berangkat secepatnya!" titah Ron.Tanpa menunggu lama, Rin dan Ron bergegas menuju bandara dengan melewati jalan alternatif yang jarang dilewati.Kedua orang itu terus merasa was-was di mana pun mereka berada dan dilanda prasangka buruk di setiap tempat yang mereka kunjungi, bahkan saat mereka berada dalam kendaraan."Tidak ada orang yang mengikuti kit
Rin dan Ron saling diam tanpa bersuara selama mereka berada di dalam pesawat. Gadis itu tak berani lagi bercicit di depan Ron setelah mendengar kata "kencan" yang keluar dari mulut Ron.Rin dan Ron saling terus mencuri pandang, hingga akhirnya kedua orang itu menjadi salah tingkah di depan satu sama lain."Berapa jam lagi kita akan sampai?" tanya Rin memecah keheningan."Kau tidur saja. Penerbangan masih lama," tukas Ron datar.Pria itu mencoba bersikap sok keren dan menanggapi Rin setenang mungkin, meskipun sebenarnya Ron mengalami kegugupan parah setelah menggoda Rin dengan kata "kencan"."Aku tidak bisa tidur," ungkap Rin sembari mengusap perban yang membalut lukanya."Kenapa? Lukamu masih sakit?"Ron mendekat ke arah Rin dan mengusap lembut lengan Rin yang terkena sayatan pisau darinya."Ini masih sakit?" tanya Ron begitu mencemaskan Rin yang kesakitan karena dirinya.Terlalu merasa bersalah, membuat Ron lebih memperhatikan Rin dan mengurangi sikap judesnya pada gadis tawanannya
"Bisakah kau saring kata-katamu? Sejak tadi kau membuatku merinding," protes Rin."Merinding kenapa?""Aku tidak terbiasa digoda oleh om-om," cetus Rin secara tak langsung mengatai Ron sebagai om-om yang menggodanya."Om-om apanya? Kau tidak lihat kalau aku masih sangat muda?" protes Ron."Muda apanya?" cibir Rin."Kau tidak merasa terkesan sedikit pun pergi berkencan denganku? Aku bahkan menyewa jet untukmu," cetus Ron."Ron, berhenti menyebut kencan!" omel Rin dengan pipi memerah.Ron terdiam sejenak, kemudian pria itu meraih tangan Rin dan menggenggamnya erat."Rin ... kalau pendapatku tentangmu mulai berubah, bagaimana?" tanya Ron tiba-tiba."Pendapat apa?" Rin menoleh ke arah Ron dengan kedua alis terangkat tinggi."Bagaimana pendapatmu tentangku?" tanya Ron lagi."Kau ingin aku mengatakan apa?" tanya Rin malas."Apa kau menyesal bertemu denganku?" tanya Ron sembari menatap manik mata bening milik Rin dengan sorot mata tajam yang begitu menusuk."M-menyesal? Tentu aku tidak akan
"Turun!" titah Ron begitu Ron dan Rin tiba di kediaman Ron yang berada di Roma."Kita akan tinggal di sini?" tanya Rin sembari menatap halaman rumah yang luas di kediaman Ron."Kau boleh tinggal di sini. Biaya satu malam, biaya akomodasi pesawat, mobil, kemudian biaya—""Biaya?"Ron mendekat ke arah Rin, kemudian menarik telinga gadis cantik itu. "Kau pikir ini semua gratis? Aku bis bangkrut kalau terus beramal padamu," bisik Ron begitu menohok."Hei, bukankah kau bilang sendiri kalau kau mengajakku kencan?" protes Rin."Apa begini caramu mengajak kencan seorang wanita?" sungut Rin kesal."Kencan apanya? Anggap saja aku mabuk saat mengatakan hal itu! Aku pasti sudah tidak waras jika bermaksud mengajak kencan gadis tukang utang sepertimu!" ketus Ron dengan kalimat yang begitu kejamnya pada Rin."Kau pikir kalau kau punya uang, kau bisa seenaknya? Aku yang bodoh karena percaya dengan bualanmu mengenai kencan!" ketus Rin begitu kesal pada Ron yang telah mempermainkan dirinya mengenai ken
Rin duduk di salah satu kamar yang ada di rumah Ron sembari mengunyah makanan yang dibuatkan oleh Ron. Sesekali gadis itu melirik ke luar jendela, melihat Ron yang tengah menelepon seseorang di halaman rumah."Wajahnya serius sekali," gumam Rin saat melihat Ron yang mondar-mandir tidak jelas."Ternyata dia tidak bersungguh-sungguh mengenai kencan itu? Kau benar-benar naif, Rin. Bisa-bisanya kau mempercayai perkataan Ron?" gerutu Rin kesal pada dirinya sendiri."Jangan terbawa suasana, Rin! Ron hanya pria menyebalkan yang suka mempermainkanmu!" oceh Rin lagi."Lagi pula, Ron tidak mungkin semudah itu melupakan calon istrinya. Ron pasti masih akan mengejar kakak," gumam Rin kembali mengingat Ren."Bagaimana kabar kakak sekarang? Sebenarnya apa yang dilakukan oleh kakak di luar sana?" Sementara di negara kampung halaman Rin, sang kakak kini tengah dihajar habis-habisan oleh sekelompok pria berotot di sebuah gudang gelap yang berad
Cklek! Pintu kamar Rin terbuka dan Ron masuk ke dalam kamar tempat gadis itu beristirahat.Rin langsung gelagapan menyembunyikan ponselnya, usai gadis itu berbincang dengan sang kakak. Ron yang sengaja menguping di luar kamar Rin, langsung menodong penjelasan pada gadis itu."Kau baru saja menghubungi kakakmu, kan?" ujar Ron langsung pada intinya."Hm? A-apa maksudmu?" tanya Rin pura-pura bodoh."Jawab 'ya' atau 'tidak'! Ren baru saja menghubungimu, kan? Mengaku saja, Rin!" sentak Ron."Kau menguping? Kau sengaja mengawasiku?"Tanpa basa-basi, Ron segera merebut ponsel Rin dan melihat nomor pada panggilan terakhir di ponsel Rin."Apa yang kau rencanakan dengan Ren? Ini yang kau bilang tidak akan mengkhianatiku? Ini yang kau bilang akan membantuku menangkap Ren? Kau ingin mencoba menipuku, Gadis Kecil?" Ron mulai kalap dan mencengkram bahu Rin dengan erat dan menatap gadis itu dengan sorot mata tajam."
Sepanjang malam, Rin tak dapat tidur dan terus merasa gelisah di dalam kamarnya. Sangat wajar jika gadis itu merasa cemas dan ketakutan atas ancaman yang didapatkannya.Rin keluar dari kamarnya dan berdiri tepat di depan pintu kamar Ron. Gadis itu ingin sekali memanggil nama Ron dan meminta Ron untuk menemaninya, tapi Rin agak takut akan mengganggu Ron dan membuat pria itu marah."Ron, bisa tolong kau temani aku? Aku tidak bisa tidur," lirih Rin di depan pintu kamar Ron.Tentu sang pemilik kamar tak akan bisa mendengar suara kecil Rin yang hanya terdengar samar-samar di luar kamar."Ayolah, Rin! Keraskan suaramu! Mana mungkin Ron bisa mendengar suara kecilmu ini?" gerutu Rin sebal."Apa yang kau lakukan di sini?" tegur Ron saat melihat Rin berdiri di depan kamarnya.Rin refleks menoleh dan menatap Ron yang sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu segera memalingkan wajah dan bersiap untuk melarikan diri dari Ron."A-aku .