Share

8. Neraka dunia

Auteur: KINOSANN
last update Dernière mise à jour: 2022-05-18 10:14:29

Cklek!

Hari sudah larut. Ron membuka pintu perlahan, kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kecil tempat ia mengurung Rin.

Tak tega melihat Rin yang terus diikat sepanjang hari, Ron pun berbaik hati melepas ikatan tali yang membelit tangan serta kaki Rin dengan kencang.

Pria itu menatap sejenak mata bengkak Rin, kemudian mengusap lembut pipi Rin yang masih basah.

Ron mengangkat tubuh mungil Rin dan memindahkan gadis itu menuju salah satu kamar kosong yang berada dalam rumahnya.

Rin yang sudah lemas karena kelelahan menangis dan kelaparan, tak terbangun sedetikpun saat dirinya dipindahkan oleh Ron ruangan lain.

"Kenapa harus kau?" gumam Ron mulai berbelas kasih pada gadis kecil yang sudah menjadi pelampiasan amarahnya itu.

Pria itu mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Rin di kampus beberapa hari yang lalu saat terjadi keributan di laboratorium universitas.

"Kau sudah menyelesaikan masalah laboratorium? Atau kau membiarkan dirimu menjadi kambing hitam?" gumam Ron lagi.

"Maaf sudah melibatkanmu dalam masalah ini," imbuhnya.

"Kakak!" Tiba-tiba Rin memekik kencang dan terbangun dari tidurnya.

Masih dengan mata tertutup, gadis itu memeluk Ron dengan erat, mengira pria yang ada di hadapannya itu adalah Ren.

"Kemana saja Kakak pergi? Kenapa Kakak meninggalkan aku sendiri? Aku ketakutan, Ren!" rengek Rin kembali bercucuran air mata dalam pelukan Ron.

"Kenapa kau tega sekali meninggalkanku? Apa yang kau lakukan di luar sana? Kau bukan pembunuh, kan? Kau bukan pembunuh! Kau tidak melakukan hal kejam seperti itu, kan?" omel Rin sembari memukul-mukul dada bidang Ron.

"Kau tahu apa yang terjadi padaku karena ulahmu? Aku menunggumu berhari-hari, tapi kau tidak juga pulang!" Rin terus saja mengoceh dan belum menyadari karena pria yang mendengarkan keluh kesahnya adalah orang yang menyekapnya.

"Kenapa kau diam saja? Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu?" Perlahan Rin mulai merenggangkan pelukannya dan menatap wajah pria yang dipeluknya.

Manik mata Rin membulat lebar seketika, saat dirinya beradu pandang dengan pria garang yang mengurungnya.

Gadis itu segera menjauh ke tepi ranjang dan menundukkan kepala dalam-dalam dengan tubuh gemetar ketakutan.

Ron menatap Rin dengan ekspresi datar dan melihat jelas tubuh gemetar gadis mungil itu.

Tanpa mengatakan apapun, Ron berlalu begitu saja meninggalkan kamar Rin dan menutup pintu rapat-rapat.

Gadis itu mulai bernafas lega, begitu sosok Ron menghilang dari hadapannya.

"Fiuh, hampir saja jantungku rontok!" gumam Rin dengan kelegaan luar biasa.

"Ikatan di kaki dan tanganku sudah hilang?" Rin baru menyadari dirinya sudah terlepas dari lilitan tali.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dan mendapati ruangan asing yang jauh berbeda dengan ruangan tempat ia disekap sebelumnya.

"Aku sudah dipindahkan?" oceh Rin.

Rin beranjak dari ranjang, kemudian berlari ke pintu keluar kamar. Sayangnya, Ron sudah mengunci pintu tersebut dan menjadikan kamar itu sebagai tempat untuk mengurung Rin.

"Sial!" umpat Rin sembari berdecak kesal.

Gadis itu berlarian ke sekeliling ruangan dan mencari celah untuk dapat keluar dari kamar yang sudah memenjarakannya itu.

Rin mendekati jendela, namun sayangnya jendela yang terdapat di kamar itu telah dipasangi ukiran besi.

"Bagaimana aku bisa membuka jendela ini?" gerutu Rin kesal.

Kini Rin berlarian ke kamar mandi. Gadis itu menemukan jendela kecil, namun lagi-lagi terdapat ukiran besi dibalik kaca mini itu.

"Sial! Sial! Sial! Bagaimana aku bisa keluar dari sini?" umpat Rin makin kesal dan geram.

Adik dari Ren itu masih terus berkeliling ruangan dan mengamati dengan seksama setiap sudut kamar itu.

"Ayolah, Rin! Berpikir! Gunakan cara jitu untuk keluar dari sini!" gumam Rin mencoba berkonsentrasi.

Gadis itu mengacak rambutnya dengan kesal, tanpa berhasil menemukan ide apapun untuk melarikan diri dari kurungan Ron.

"Kenapa aku tidak terlahir sebagai gadis jenius?" gerutu Rin dengan frustasi.

Krukkkk!

Suara perut Rin yang keroncongan, ikut menambah rasa frustasi gadis berambut panjang itu.

Wajah Rin perlahan memucat dan tubuhnya mulai lemas karena seharian penuh belum meneguk satu tetes air maupun menelan satu butir nasi.

Rin merebahkan diri ke atas ranjang dengan tubuh lesu. Pikiran gadis itu mulai penuh dengan donat, pisang, sayap ayam, dan berbagai jenis makanan yang membuatnya semakin lapar.

"Mie instan," gumam Rin lirih.

"Mie instan juga tidak apa-apa, asal aku bisa makan ...." oceh gadis itu mulai tak sanggup menahan rasa lapar serta hausnya.

"Apa aku akan mati kelaparan di sini? Jika kau harus mati, aku ingin dalam keadaan kenyang," gerutu Rin pasrah.

Gadis itu menatap nanar langit kamar tempatnya terpenjara. "Apa sekarang ... aku sudah menjadi tawanan?"

***

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • PENJARA HATI MAFIA   64. Kecurigaan yang menumpuk

    "Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme

  • PENJARA HATI MAFIA   63. Antisipasi

    “Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,

  • PENJARA HATI MAFIA   62. Bukan beban

    “Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den

  • PENJARA HATI MAFIA   61. Musuh dalam selimut

    Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora

  • PENJARA HATI MAFIA   60. Kelemahan

    "Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk

  • PENJARA HATI MAFIA   59. Kecurigaan

    "Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status