Cklek!
Hari sudah larut. Ron membuka pintu perlahan, kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan kecil tempat ia mengurung Rin.Tak tega melihat Rin yang terus diikat sepanjang hari, Ron pun berbaik hati melepas ikatan tali yang membelit tangan serta kaki Rin dengan kencang.Pria itu menatap sejenak mata bengkak Rin, kemudian mengusap lembut pipi Rin yang masih basah.Ron mengangkat tubuh mungil Rin dan memindahkan gadis itu menuju salah satu kamar kosong yang berada dalam rumahnya.Rin yang sudah lemas karena kelelahan menangis dan kelaparan, tak terbangun sedetikpun saat dirinya dipindahkan oleh Ron ruangan lain."Kenapa harus kau?" gumam Ron mulai berbelas kasih pada gadis kecil yang sudah menjadi pelampiasan amarahnya itu.Pria itu mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Rin di kampus beberapa hari yang lalu saat terjadi keributan di laboratorium universitas."Kau sudah menyelesaikan masalah laboratorium? Atau kau membiarkan dirimu menjadi kambing hitam?" gumam Ron lagi."Maaf sudah melibatkanmu dalam masalah ini," imbuhnya."Kakak!" Tiba-tiba Rin memekik kencang dan terbangun dari tidurnya.Masih dengan mata tertutup, gadis itu memeluk Ron dengan erat, mengira pria yang ada di hadapannya itu adalah Ren."Kemana saja Kakak pergi? Kenapa Kakak meninggalkan aku sendiri? Aku ketakutan, Ren!" rengek Rin kembali bercucuran air mata dalam pelukan Ron."Kenapa kau tega sekali meninggalkanku? Apa yang kau lakukan di luar sana? Kau bukan pembunuh, kan? Kau bukan pembunuh! Kau tidak melakukan hal kejam seperti itu, kan?" omel Rin sembari memukul-mukul dada bidang Ron."Kau tahu apa yang terjadi padaku karena ulahmu? Aku menunggumu berhari-hari, tapi kau tidak juga pulang!" Rin terus saja mengoceh dan belum menyadari karena pria yang mendengarkan keluh kesahnya adalah orang yang menyekapnya."Kenapa kau diam saja? Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu?" Perlahan Rin mulai merenggangkan pelukannya dan menatap wajah pria yang dipeluknya.Manik mata Rin membulat lebar seketika, saat dirinya beradu pandang dengan pria garang yang mengurungnya.Gadis itu segera menjauh ke tepi ranjang dan menundukkan kepala dalam-dalam dengan tubuh gemetar ketakutan.Ron menatap Rin dengan ekspresi datar dan melihat jelas tubuh gemetar gadis mungil itu.Tanpa mengatakan apapun, Ron berlalu begitu saja meninggalkan kamar Rin dan menutup pintu rapat-rapat.Gadis itu mulai bernafas lega, begitu sosok Ron menghilang dari hadapannya."Fiuh, hampir saja jantungku rontok!" gumam Rin dengan kelegaan luar biasa."Ikatan di kaki dan tanganku sudah hilang?" Rin baru menyadari dirinya sudah terlepas dari lilitan tali.Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dan mendapati ruangan asing yang jauh berbeda dengan ruangan tempat ia disekap sebelumnya."Aku sudah dipindahkan?" oceh Rin.Rin beranjak dari ranjang, kemudian berlari ke pintu keluar kamar. Sayangnya, Ron sudah mengunci pintu tersebut dan menjadikan kamar itu sebagai tempat untuk mengurung Rin."Sial!" umpat Rin sembari berdecak kesal.Gadis itu berlarian ke sekeliling ruangan dan mencari celah untuk dapat keluar dari kamar yang sudah memenjarakannya itu.Rin mendekati jendela, namun sayangnya jendela yang terdapat di kamar itu telah dipasangi ukiran besi."Bagaimana aku bisa membuka jendela ini?" gerutu Rin kesal.Kini Rin berlarian ke kamar mandi. Gadis itu menemukan jendela kecil, namun lagi-lagi terdapat ukiran besi dibalik kaca mini itu."Sial! Sial! Sial! Bagaimana aku bisa keluar dari sini?" umpat Rin makin kesal dan geram.Adik dari Ren itu masih terus berkeliling ruangan dan mengamati dengan seksama setiap sudut kamar itu."Ayolah, Rin! Berpikir! Gunakan cara jitu untuk keluar dari sini!" gumam Rin mencoba berkonsentrasi.Gadis itu mengacak rambutnya dengan kesal, tanpa berhasil menemukan ide apapun untuk melarikan diri dari kurungan Ron."Kenapa aku tidak terlahir sebagai gadis jenius?" gerutu Rin dengan frustasi.Krukkkk!Suara perut Rin yang keroncongan, ikut menambah rasa frustasi gadis berambut panjang itu.Wajah Rin perlahan memucat dan tubuhnya mulai lemas karena seharian penuh belum meneguk satu tetes air maupun menelan satu butir nasi.Rin merebahkan diri ke atas ranjang dengan tubuh lesu. Pikiran gadis itu mulai penuh dengan donat, pisang, sayap ayam, dan berbagai jenis makanan yang membuatnya semakin lapar."Mie instan," gumam Rin lirih."Mie instan juga tidak apa-apa, asal aku bisa makan ...." oceh gadis itu mulai tak sanggup menahan rasa lapar serta hausnya."Apa aku akan mati kelaparan di sini? Jika kau harus mati, aku ingin dalam keadaan kenyang," gerutu Rin pasrah.Gadis itu menatap nanar langit kamar tempatnya terpenjara. "Apa sekarang ... aku sudah menjadi tawanan?"***Pagi hari, Ron sudah berdiri di depan pintu kamar Rin dengan membawa nampan berisi penuh makanan.Pria itu mematung sejenak di depan kamar, tanpa langsung membuka pintu ruangan yang ditempati oleh tawanannya itu."Kenapa aku harus repot merawat gadis itu?" gerutu Ron sembari menatap sinis piring makanan yang dibawanya.Setelah mengalami perang batin beberapa saat, akhirnya Ron membuka kamar tempat Rin beristirahat. Pandangan mata pria itu langsung tertuju pada tubuh mungil Rin yang terlentang di atas ranjang."Wajahnya pucat sekali," gumam Ron makin tak tega melihat bibir Rin yang sudah pucat pasi."Hei! Bangun!" Ron mencolek bahu Rin dan mencoba mengguncang-guncangkan tubuh gadis kecil itu perlahan untuk membangunkannya.Beberapa kali Ron mencoba mengguncangkan tubuh Rin, namun sayangnya gadis itu tak menunjukkan pergerakan sekecil apapun.Ron terus mengoceh untuk membangunkan gadis berwajah pucat itu, tapi Rin tak memberikan sahutan maupun respon apapun."Hei, kau baik-baik saja, ka
Ron duduk termenung di ruang kerjanya sembari menatap berkas-berkas di mejanya dengan wajah malas. Pria itu masih tak bersemangat melakukan rutinitas, setelah sibuk mengurus pemakaman calon istrinya yang baru saja berlangsung beberapa hari yang lalu.Tok, tok!Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan pria hampir menginjak usia kepala tiga itu.Ron melirik ke arah pintu dengan malas, begitu ia melihat sosok sang asisten dari balik pintu."Bos, hari ini ada—""Tolak!" potong Ron cepat, sebelum asistennya menyelesaikan kalimatnya.Keringat dingin mulai mengucur deras membasahi pelipis Han, asisten dari Ron. Pria itu menghela nafas sejenak, sebelum ia kembali membuka mulut untuk memberikan laporan berikutnya."Proyek dari—""Tolak!"Glek! Han menelan ludah kasar begitu perkataan kembali dipotong oleh sang majikan."Perkebunan dari keluarga—""Bakar saja!" tukas Ron sembari melirik ke arah Han dengan mata melotot yang menyeramkan."Apa salah dan dosaku, Tuhan!" batin Han merinding ketakutan
"Ceburkan saja aku!" tantang Rin pada Ron.Ron sontak melotot ke arah Rin dan beradu pandang dengan gadis yang tengah tergantung di tiang jembatan itu."Aku juga sudah bosan hidup! Ceburkan saja aku!" ujar Rin tanpa rasa takut."Kau yakin? Air di bawah sana bisa membuatmu membeku dan kehabisan nafas. Kau ingin mencobanya?" sergah Ron, kemudian mengendurkan tali yang mengikat Rin hingga membuat gadis itu turun beberapa centi dari tempat dirinya digantung."Aakkhh!" Gadis itu sontak memekik kencang saat dirinya hampir terjun bebas ke bawah jembatan."Masih ingin mencobanya?" ledek Ron sembari menampakkan tawa jahatnya di depan Rin."Dasar pengecut! Kau sebut dirimu pria, hah?! Lebih baik kau ganti saja pakaianmu dengan rok sana! Beraninya menindas gadis kecil yang lemah!" gerutu Rin tak merasa takut pada Ron meskipun hidupnya sudah terancam."Pengecut kau bilang?"Ron yang sudah terlahap oleh amarah, tanpa sadar menjatuhkan Rin ke dalam sungai besar di bawah jembatan begitu saja tanpa s
Ron berlari secepat mungkin menuju jalan raya dan menarik tubuh Rin untuk menepi."Kau ini sudah gila, ya?" sentak Ron pada gadis kecil yang hampir saja bunuh diri itu."Aku hanya mengabulkan keinginanmu! Ini yang kau mau, kan?" sungut Rin tanpa takut."Tundukkan pandangan matamu! Berani sekali kau melotot padaku! Kau tidak tahu siapa aku?" sentak Ron hampir saja mencolok manik mata bening milik Rin yang menatapnya tanpa berkedip."Memangnya kau siapa?" cibir Rin dengan nada meremehkan."Aku adalah -@$#_@&!"Perkataan Ron menjadi terdengar tidak jelas karena tiba-tiba sebuah truk besar dengan suara bising melintas di dekat mereka."Apa? Aku apa?" tanya Rin lagi."Aku seorang 1?@€"Ucapan Ron kembali terdengar samar-samar karena mendadak sebuah bus besar membunyikan klakson yang bersuara nyaring."Kau ini berbicara apa sebenarnya?" tukas Rin mulai lelah berdebat dengan Ron."Sial! Aku hanya Ingin mengatakan kalau aku &@_?7%√¢!"Kesabaran Ron hampir habis karena ucapannya selalu saja t
"Sudah berapa hari kau bekerja di sini? Bisakah kau bawa aku keluar dari sini? Bisa kau beritahu aku pintu keluar yang biasa digunakan pelayan?" cecar Rin.Mungkin dengan adanya Linda, Rin bisa kabur dengan mudah dari cengkeraman Ron. Terlebih lagi, saat ini Rin sudah tidak dikurung dan dapat berkeliaran dengan bebas di area rumah Ron."Pintu keluar ada di belakang, di dekat dapur. Pelayan biasa keluar masuk lewat pintu itu," tukas Linda santai."Terima kasih!"Rin langsung berlari menuju dapur yang dimaksud oleh Linda. Senyum gadis itu mulai mengembang begitu Rin berhasil menemukan dapur yang memiliki pintu kecil menuju halaman belakang kediaman Ron.Rin membuka pintu kecil itu dengan penuh suka cita tanpa menduga ada seorang pria yang berdiri tepat di gerbang halaman belakang dan melambaikan tangan dengan ekspresi wajah mengejek pada Rin.Siapa lagi pria yang berdiri di depan pintu gerbang itu jika bukan sang pemilik rumah, Malveron.'Sial! Kenapa pria itu ada di sana?' jerit Rin da
Ron segera mengambil handuk dan melemparnya tepat ke kepala Rin. Pria itu nampak salah tingkah di depan Rin dan terus berusaha mengalihkan pandangan dari pakaian basah gadis itu."Lepas baju basahmu itu! Kau bisa membuat lantai kamarku banjir!" omel Ron, kemudian meninggalkan Rin yang masih mematung di dalam kamar mandi."Apa yang kau pikirkan, Ron? Singkirkan pikiran kotormu itu!" gerutu Ron pada dirinya sendiri.Pria itu duduk dengan gelisah di dalam kamarnya hingga akhirnya Rin keluar dari kamar mandi dengan berselimutkan handuk dan pergi meninggalkan kamar Ron."Aku pergi," pamit Rin sekenanya."Pergi ya pergi saja! Jangan lupa bawa keluar baju basahmu!" sungut Ron."Aku tahu!"Gadis itu membuka pintu kamar, tempat dirinya dikurung sebelumnya. Rin segera membuka lemari pakaian yang terpajang di kamarnya, namun sayangnya tak ada satupun pakaian yang menggantung di sana."Apa-apaan ini?" gerutu Rin kesal saat tak menemukan satu pakaian pun yang bisa ia kenakan.Gadis itu pun keluar
"Han!" panggil Nyonya Helena pada asisten putranya yang sejak tadi berlalu lalang di rumah putranya."Ada yang bisa dibantu, Nyonya?" sahut Han dengan sopan."Siapa sebenarnya gadis yang dibawa Ron kemari? Apa Ron mempunyai pacar baru?" tanya Nyonya Helena penuh harap."P-pacar? Bos terus mengurung diri di dalam rumah setelah pemakaman Nona Lilian. Mana mungkin Bos memiliki waktu untuk berkencan," terang Han."Kalau begitu, siapa gadis yang tengah dipeluk Ron? Kau yakin Ron tidak memiliki pacar baru?" tanya Nyonya Helena."Pasti bukan pacar, Nyonya. Bos tidak membawa gadis manapun ke rumah," "Benarkah? Tapi aku melihat sendiri Ron memeluk seorang gadis di dalam kamar. Apa mungkin Ron memeluk pelayan?" bisik Nyonya Helena."Memeluk apanya?" sahut Ron tiba-tiba muncul dan ikut menyela pembicaraan sang ibu dengan asisten."M-memeluk apa? Ibu hanya sedang membicarakan drama dengan Han. Iya 'kan, Han?" tukas Nyonya Helena."I-iya, Bos. Benar! Hanya membicarakan drama," dukung Han."Kalian
"Duduk diam di kamarmu dan jangan keluar! Jangan menyapa ataupun berbicara pada ibuku! Kau hanya boleh keluar pukul tujuh sampai pukul sepuluh pagi untuk membersihkan kamarku! Selain itu kau tidak diperbolehkan menginjakkan kaki di manapun!" titah Ron panjang lebar pada Rin yang berdiri menunduk di hadapan Ron."Kau mengerti, kan?" sentak Ron pada gadis kecil tawanannya itu."Hm," jawab Rin singkat."Jangan kau pikir kau sedang berlibur di hotel! Aku tidak sedang memberimu tumpangan gratis di sini! Selesaikan pekerjaanmu dengan baik jika kau tidak ingin jatah makanmu dikurangi!" Rin hanya diam tanpa merespon ocehan Ron. Gadis itu hampir saja lupa jika dirinya masih menjadi tawanan dari pria garang yang tengah mengejar sang kakak."Jangan coba-coba untuk kabur atau aku akan mematahkan kakimu!" pungkas Ron pada sang tawanan.Pria itu berbalik badan dan mulai melangkah meninggalkan Rin yang masih mematung di dalam kamar tempat gadis itu dikurung."Tunggu sebentar!" cegah Rin sebelum Ron