Di salah satu kafe terkenal kota Malang, Nina menghabiskan waktunya dengan duduk di sudut ruang sambil sibuk mengetik dan menghabiskan minuman, begitu camilan habis langsung pesan baru.
Menu Italia adalah favoritnya dan kafe ini menyediakan menu seperti itu, murah tapi tidak murahan.
Suasananya juga pas untuk membuat novel, saat ini Nina sedang mengetik adegan pertemuan dua tokoh utama yang mendebarkan.
Berkat ide lucu sang mama, Nina bisa membuat cerita bagus dengan menjadikan dirinya tokoh utama lalu tokoh pasangannya adalah fiksi dan musuh kedua tokoh adalah pria yang dijodohkan dengannya.
Nina terkekeh geli ketika membayangkan sang musuh terkejut melihat dua tokoh utama bermesraan. Ya kali, jatuh cinta pandangan pertama.
Halu!
Arka masuk ke dalam kafe sambil memegang sebuah foto, menatap sekeliling kafe untuk mencari wanita di dalam foto.
Biasanya perempuan muda lebih suka menikah daripada menghadapi kenyataan hidup di lingkungan masyarakat. Pasti mudah merayu dia untuk menikah denganku, meskipun baru mendapat sertifikat finansial planner tapi tabunganku tidak kalah dengan gaji senior di perusahaan biasa.
Dengan percaya diri tinggi, Arka mencari perempuan muda seperti di foto lalu tidak lama menemukan seorang perempuan yang sibuk di depan laptop.
Arka menggeleng miris lalu berjalan mendekati perempuan itu. "Hei."
Nina mengangkat kepala dan terkejut ketika melihat pria tampan berdiri di hadapannya.
"Kamu- Nina?"
Nina mengerutkan kening lalu menggeleng ketakutan secara spontan, dia bukan takut diculik tapi takut ditipu.
Arka mengangkat foto tepat di samping wajah Nina. Foto yang memakai seragam sekolah dengan jaket abu-abu. "Sama," komentarnya.
Nina menepis tangan Arka. "Tidak, beda kok. Lihat, dia pakai seragam sekolah sementara aku tidak."
"Dan darimana kamu tahu foto ini pakai seragam sekolah?"
Nina mati kutu.
Arka duduk di kursi, berhadapan dengan Nina. "Kamu pasti kesal karena menunggu lama, aku lagi sibuk sama pekerjaan jadi butuh waktu buat ke sini."
"Tidak datang juga tidak masalah."
"Kalau aku tidak datang, kamu senang?" tanya Arka.
"Ya." Nina menjawab jujur, paling anti namanya berbohong.
Arka tidak tahu harus tertawa atau marah mendengar jawaban jujur calon istrinya. "Kamu tidak mau menikah?"
"Ya." Angguk Nina yang tidak berani menatap mata Arka.
"Kamu serius tidak mau menikah dengan pria tampan?"
Nina mengangkat kepala. "Hah? Siapa?"
Arka menunjuk dirinya sendiri. "Aku!"
Nina mengerutkan kening, tidak enak harus menjawab apa karena standar pria yang disukainya itu tidak nyata. "Uhm-"
Arka merasa terhina melihat raut wajah tidak enak hati. Apakah aku jelek di matanya? Seorang Arka Tsoejipto yang menjadi kejaran para wanita di kampus dan sekolah?
Perhatian Arka teralihkan dengan laptop di atas meja, dia bangkit lalu duduk tepat di samping Nina dan membaca tulisan di laptop.
"Hm? Dan mereka mulai berciuman dengan mesra tanpa pedu-"
Nina segera menutup mulut Arka.
Mata Arka masih melotot ke tulisan di laptop, dia hampir berteriak ketika melihat kalimat 'pria itu mulai meremas-'
Hah?
Arka melepas tangan Nina. "Ini tulisan dewasa, buat apa kamu baca ginian? Kamu bahkan belum lulus sma. Apa kamu mau belajar dulu sebelum menikah?"
"Memangnya tante Ayu tidak cerita?"
"Cerita apa?"
"Beneran tante Ayu tidak cerita apa pun?"
"Aku hanya disuruh datang dan ibu bilang kamu agak unik, memangnya kamu hobi melakukan apa?"
Nina menipiskan bibirnya dan menatap lurus Arka, ini adalah jalan terakhir untuk mengusir pria terlalu tampan. Awalnya dia mau datang hanya untuk menolak dan mencari tempat untuk inspirasi.
"Aku punya pekerjaan sampingan untuk menambah uang, yah tahulah- papa memilih wanita lain daripada kami dan tidak pernah memberikan nafkah."
Arka harus sabar dengan cerita berbelit Nina.
"Dan- akhirnya aku menemukan jawaban untuk keluar dari masalah."
"Apa itu?"
"Menjadi penulis erotis."
"Hah?"
"Aku penulis erotis," aku Nina.
Arka diam membeku, masih menangkap informasi ini.
Nina tersenyum lebar. "Jadi, kamu jijik?"
Arka tersadar dari lamunan begitu mendengar pertanyaan Nina.
"Ternyata benar, kamu jijik?" Nina bersorak gembira.
Siku Arka bersandar di atas meja sementara kepalanya bersandar di atas kepalan tangan, menatap lurus Nina dengan lucu. "Kamu sudah pernah berpacaran?"
Nina menggeleng polos.
"Lalu kenapa kamu bisa menjadi penulis erotis?"
Nina mulai membayangkan dan mengatakannya. "Uhm- awalnya baca novel kesayangan mama terus ada kakak sepupu punya komik dan aku ambil diam-diam lalu aku juga baca di internet hahahaha-"
"Pengalaman kamu hanya dari sana?" tanya Arka tidak percaya.
Nina mengerutkan kening tidak mengerti, otaknya masih mencerna informasi. "Maksud kamu apa?"
"Ya, aku tanya. Benar hanya dari internet dan komik?" tanya Arka sambil mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Nina.
Jantung Nina berdebar keras dan menganggapnya wajar, dia pemuja pria tampan tapi tidak mau menjadikan pria tampan sebagai suaminya. Takut, pria tampan tebar pesona meskipun sudah punya anak, sama seperti yang dilakukan papanya.
"Kalau kita menikah, kita bisa melakukan berbagai hal untuk riset kamu." Kata Arka sambil meletakkan tangan di atas paha Nina dengan tidak sopan. "Masa depan kamu juga terjamin karena aku memiliki banyak uang."
Bukannya nafsu, Nina merasa jijik. Wajah jijiknya tercetak jelas di wajah.
Arka tercengang.
Nina mengemasi laptop dan berdiri, menatap dingin Arka lalu memberikan satu lembar seratus ribu. "Ini untuk membeli mulut dan tangan kamu, lain kali jika ingin mendapatkan banyak uang- jangan merayu anak kecil seperti aku. Pedofil!"
Nina yang sengaja mengeraskan suaranya, otomatis membuat orang-orang di sekitar menoleh.
Nina pergi meninggalkan Arka yang tercengang sambil menatap uang selembar seratus ribu.
Beberapa pengunjung menatap Arka dengan jijik lalu menunjuk tidak sopan.
Pria tampan pujaan wanita berubah menjadi pedofil perayu anak kecil, citranya langsung hancur seketika.
Arka tidak percaya, lawannya adalah anak kecil yang membenci pria tampan? Atau anak itu sebenarnya benci perjodohan ini sehingga melontarkan kalimat seperti itu?!
Arka dengan geram bergegas bangkit dan menyusul anak itu yang sudah menghilang.
Pi pi pi
Arka menerima panggilan. "Hallo?"
"Ibu boleh bicara sama Nina?"
Arka berjalan menuju mobil dan meluapkan kekesalannya. "Kenapa ibu tidak bilang kalau dia penulis erotis?"
"Penulis erotis? Nina penulis erotis?!"
Arka menjauhkan handphone dari telinga begitu mendengar teriakan ibunya, setelah merasa aman, dia mendekatkan kembali handphonenya. "Ibu tidak tahu?"
"Dia itu hanya penulis novel biasa, kamu yang benar saja bilang Nina begitu."
Kepala Arka semakin sakit. Jadi dia juga berbohong soal ini? Kenapa dia harus berbohong sejauh itu?
"Arka, dimana Nina? Ibu mau bicara!"
Arka menghela napas panjang. "Dia kabur."
"Bagaimana bisa dia kabur?"
"Sepertinya dia tidak suka perjodohan ini." Balas Arka sambil menjalankan mobil. "Dia masih terlalu kekanak-kanakan."
Setelah menemukan naskah yang dicarinya, dia bergegas memeriksa naskah tersebut. Naskah yang dibuat dicetak dan dimasukan ke dalam amplop cokelat, di dalam amplop ada cd untuk menaruh naskah untuk berjaga-jaga jika laptopnya bermasalah. Nina segera mengeluarkan cd dan dimasukan ke dalam laptop, malam itu dia berniat lembur dan tidak tahu dengan perbuatan Aiko yang menyebarkan isu mengenai rumah yang dijadikan prostitusi. Salah satu akun baru menetas, membuat postingan seolah curahan hati. 'Aku tidak tahu apakah ada yang percaya dengan tulisanku. Maaf, karena aku memakai akun palsu, hanya saja aku resah karena ada orang yang membeli rumah untuk dijadikan prostitusi. Rasanya tidak nyaman sekali ada orang yang keluar masuk beda orang ke dalam rumah itu, tadinya kami kira hanya dikontrakan biasa atau orang melihat tapi intensitas mereka datang itu terlalu sering dan orangnya beda-beda.' 'Aku tidak percaya jika tidak ada bukti.' 'Benar, apalagi akun baru menetas.' 'Tunggu dulu ya, nan
Nina pulang ke rumah dan melihat Retno duduk di sofa, sorot matanya kosong meski terlihat sedang menonton tv.Nina duduk di samping mamanya. "Ma?"Retno tersadar dari lamunan dan menyunggingkan senyum tipis. "Sudah pulang?"Nina melirik dua gelas kosong di atas meja. "Tante Ayu sudah ke rumah?""Ya.""Mama-""Mama tidak bisa bantu teman yang kesulitan.""Masalah tempat penerbitan tante Ayu?""Kamu tahu?""Aku sudah dengar masalahnya, tante Ayu rugi banyak, apalagi penulisnya koma sekarang. Tidak ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban.""Terus bagaimana? Dibiarkan begitu saja?""Yah, terpaksa begitu. Tante Ayu harus menyerah, kalau memaksa diterbitkan, jatuhnya nama baik tempat tante yang jelek."Retno mengerutkan kening. "Daritadi kamu sebut ibu mertua tante, tidak dimarahi Arka?"Nina menjulurkan lidah dengan nakal. "Lupa, kebiasaan."Retno menghela napas dan kembali teringat temannya. "Mama harus bagaimana ya, buat bantu besan?"Nina teringat dengan saran Jaka. "Bagaimana kalau
Ayu duduk termenung di kursi kerja, kedua mata menatap brosur yang diberikan asistennya. Novel ini Ayu temukan karena sangat populer di salah satu platform terkenal dan gratis. Yang membuat Ayu jatuh cinta karena kalimat si wanita yang mengena di hatinya saat berusaha melawan keluarga suami sang tokoh.'Aku memang seorang wanita dan dianggap tidak bisa melakukan apa pun di mata pria, tapi setidaknya aku punya harga diri untuk melindungi diri dan anak-anak.'Di zaman modern, masih saja ada wanita yang bucin terhadap pria dan rela melakukan apa pun, menutup mata atas kesalahan pria dengan dalih martabat rumah tangga. Ayu sudah mengalami semuanya saat ditinggalkan suami dan membesarkan Arka, ditekan keluarga suami yang kaya raya dan dicemooh karena menerima kompensasi dengan dinilai mata duitan.Setelah membaca novel yang hampir mirip dengan kisahnya, Ayu gencar mendekati si penulis untuk diterbitkan ke tempatnya meskipun ternyata ada beberapa saingan yang sudah menawar. Mungkin karena
Kedua mata Karina menyipit tidak percaya ketika melihat Arka seperti orang baru keesokan harinya. Padahal kemarin terlihat orang lusuh dan sedikit stres karena pekerjaan, sekarang malah terlihat berseri-seri lalu dengan senang hati menjelaskan secara detail. Padahal sebelumnya memang menjelaskan tapi tidak sedetail sekarang.Bahkan sekarang pun di ruang kerjanya, Arka mencoret dokumen yang diberikan bawahan lalu ditulis alasan ditolak.Karina yang memeluk dokumen, tidak berani ikut campur urusan Arka, tapi para karyawan lain justru usil dan bertanya-tanya. "Ada apa? Kenapa wajah kamu seperti itu?" Tanya Arka sambil mengerutkan kening. "Kamu sedang memikirkan hal lain?"Karina menggeleng. "Tidak, saya hanya kagum melihat perubahan sikap anda dalam satu hari.""Ah, Karina. Ini namanya kekuatan pernikahan.""Kekuatan pernikahan?""Ya, dengan menikah dan saling terikat. Saat kita jatuh dan ingin mencari tempat penghiburan, hiburan terbaik adalah bersama pasangan."Kedua mata Karina terbe
Aiko yang kesal karena Arka dan Nina, menjadi lebih kesal karena ucapan sepupunya. "Apakah kamu tidak pernah merasakan bagaimana sikap keluargaku yang seperti pengemis?"Dahi Reiko berkerut semakin dalam. "Omong kosong apa yang kamu bicarakan?""Apakah kamu menganggap semua ucapan aku hanya omong kosong? Ternyata penilaian aku tidak pernah salah. Kamu sepupu yang-""AIKO!"Ibu Aiko menampar pipi putri kandungnya sekuat tenaga dan menyuruh Aiko membungkuk dalam. "Minta maaf ke sepupu kamu! Dia sudah bersusah payah datang kemari untuk kita dan kamu menghinanya?!""Bibi, aku-""Reiko, Aiko tidak bisa dimaafkan. Silahkan beri hukuman untuk anak ini karena sudah menghina kamu.""Bibi, tidak perlu berlebihan." Reiko jadi merasa bersalah ke bibinya."Tidak! Ini bukan masalah sepele, dia sudah menghina kamu, bagaimana jika kedua orang tua kamu tahu?! Aiko, minta maaf ke sepupu kamu!"Aiko yang masih membungkuk dalam karena tangan ibunya, minta maaf dengan nada gemetar. "Maafkan aku, Reiko. Ak
"Kebanyakan wanita muda atau seusiaku, yang belum mendalami agama atau apalah itu. Tidak suka dengan sex.""Aku-""Jadi, kamu sedang mendalami agama sekarang? Tenang saja, aku tidak akan marah meskipun agamaku kurang bagus.""Apakah aku terlihat sekuno itu?""Apa? Tidak.""Aku tidak suka dengan seks karena masa lalu keluargaku yang tidak menyenangkan. Bisa dibilang mungkin aku biang masalah, seandainya saja mama tidak melahirkan aku.""Kamu anak di luar nikah? Aku baru mendengarnya." Arka menyalakan kompor dan mulai memasak. "Tidak, dulu ayah kandungku suka sekali main bersama wanita. Hal yang paling menyedihkan adalah mama tidak bisa berbuat banyak karena tidak bekerja dan menggantungkan hidup padanya. Mau berpisah, takut menjadi bahan gunjingan orang karena janda selalu dianggap negatif oleh masyarakat." Nina mulai cerita pada Arka. "Mama terlalu takut menghadapi banyak hal hingga pada akhirnya menggantungkan hidup pada keluarga. Tidak ada bedanya padahal.""Pasti tante Retno punya