Bagai petir di siang hari. Ucapan Kirani barusan laksana bara yang mengubah kayu menjadi arang. Seperti hujan yang menghapus keindahan pelangi yang terbit di cakrawala senja.Bu Maryam terdiam, Danu kelu. Buncahan perasaan bahagia di hatinya tadi, terhempas. Jauh, jatuh kedalam jurang yang Kirani cipta dalam diamnya selama ini. rasanya Danu tak terima. Takdir apa ini? ia ingin Kirani kembali menjadi miliknya, meski luka yang begitu dalam pernah ia guris dalam relung kalbu wanita ini.Netra bu Maryam memerah. Tak percaya dengan apa yang Kirani ucapkan barusan. Mantan menantu kesayangannya akan menjadi menantu bagi mertua yang lain. Pupuslah sudah harapan bu Maryam selama ini. rasanya bu Maryam ingin agar Kirani menarik kembali kata-katanya. Namun melihat kesibukan orang-orang yang lalu lalang di rumah sederhana ini juga suara mixer kue di ruang belakang, menyadarkan bu Maryam, bila impian beliau untuk memiliki Kirani kembali sebagai menantunya, sudah kandas.“Apa maksud kamu, Ran?” Da
“Dek, Sayang! Bangun dulu. Hampir subuh ini.” Gani, mengguncang pelan bahu terbuka Kirani. Istrinya ini tidur begitu nyenyak. Hasrat dan libido lelaki ini menuntut agar mengulang pengejaran gelora halal yang sudah lama ditahannya.Kirani yang masih malu-malu, pun menurut saja setiap apa yang Gani inginkan semalam. Ini bukan yang pertama bagi Kirani. Namun penyatuan keduanya diawal permainan tetap memberikan rasa tak nyaman dibawah sana. Bahkan sedikit nyeri membuat Kirani sedikit meringis di awal-awal.Gani tahu dan juga merasakan, lelaki ini bukan hanya menuntut hasrat seks semata yang berkobar semalam, namun kenyamanan dan kepuasan istrinya tetap menjadi perhatiannya. Memang semalam keduanya tak sempat lagi mandi wajib, selain lelah mendera juga karna rasa kantuk yang menyerang. Terutama Kirani. Sebab hampir pukul dua pagi barulah Gani menghentikan aksinya. Bahkan Kirani harus menarik rambut cepak suaminya yang tak henti menghentaknya seolah tenaga lelaki itu tak ada habisnya.“M
Waktu berjalan begitu lambat bagi Danu. Hari-harinya dipenuhi kesuraman dan tanpa gairah. Hidupnya seperti tak ada semangat. Pekerjaan pun diselesaikan tanpa banyak komentar."Sekali-kali keluarlah, Bro. Banyak yang bening di luar sana," saran seorang rekan kerja yang terkenal sedikit _nakal_.Namun Danu hanya tersenyum menanggapi. Ia tak ingin mengulang kesalahan yang sama saat masih menjadi suami Kirani.Kesalahan yang akhirnya membawa penyesalan dalam hidupnya. Baru sekarang ia menyadari, bila hatinya ikut terbawa bersama kepergian Kirani bertahun lalu.Bahkan ia benar-benar patah hati setelah Kirani yang sudah menjadi mantan istrinya menikah dengan orang lain.Rasanya sesak membayangkan Kirani berada dalam dekapan lelaki lain.Danu melihat keluar jendela. Semua berkas laporan sudah ia tandatangani tanpa mengecek ulang seperti biasa.Tampias hujan yang berguguran dari atap bumi menciptakan titik-titik embun yang dingin pada kaca jendela ruang kerja lelaki yang sedang merana ini.Ne
Alis tebal Gani berkerut heran saat melihat sebuah mobil warna merah yang cukup mahal terparkir di halaman rumah ibunya. Tamu siapa kira-kira yang datang dan rela menunggu cukup lama hanya untuk bertemu dirinya."Mungkin ada yang penting, Mas," ucap Kirani saat membantu dirinya merapikan diri dan pakaiannya tadi."Nggak ada yang nelpon juga," gerutu Ganu, sebab masih ingin bermanja bersama Kirani sebentar. Namun telepon ibu kembali masuk, mengingatkan supaya segera pulang. "Mas masih pengen berdua aja." Gani seperti anak kecil yang merajuk. Ia memeluk Kirani dan membenamkan wajahnya di ceruk leher istrinya. Menghirup dalam-dalam wangi _Raspeberry musk_ dari tubuh itu. Berharap badmoodnya kembali normal."Malam masih bisa berdua, Mas." Kirani membelai punggung kekar suaminya. Berharap bisa menyalurkan emosi yang positif pada lelakinya ini."Belum mandi juga ini." Gani melanjutkan protesnya. Kekesalan yang Gani rasa ini entah ditujukkan pada siapa. Pada ibu atau tamunya."Sampai rumah
Kirani dan Gani tak enak sendiri melihat ekspresi Amanda yang nampak terperangah tak percaya bila Gani sudah menikah. Bibir berlipstik merah itu menganga terbuka, dengan mata memandang Kirani lekat. Seolah memindai tampilan sederhana Kirani.Amanda sendiri yang masih berharap bisa menggaet Gani gak percaya, bila pria yang menjabat sebagai upervisor itu memilih perempuan sederhana untuk dijadikan istri. Punya gaji dan tunjangan yang lumayan ternyata tak membuat Gani gila pada perempuan yang berpenampilan modis dan modern di luar sana.Meski godaan diluar sana begitu gencar menggodanya.“Sekali-kali kelurlah, Bro. banyak yang bening-bening di luar sana,” tawar Beni. Rekan yang cukup terkenal di kalangan ekskutif muda sering gonta ganti partner hiburan. Meski Beni mengatakan Cuma jalan dan makan dengan wanita-wanita muda itu, tapi yang lain tahu kemana berakhirnya mereka setelah jalan dan makan.Tawaran yang selalu Gani tolak. Bayangan wajah putrinya akan menyadarkan bila sesekali keingi
Kirani menghapus bulir keringat yang membanjiri punggung lebar suaminya. Dinginnya hawa malam yang gerimis di luar sana juga udara yang berputar maksimal dari kipas angin di sudut ruangan tak mampu meredam panas tubuh dua insan yang saling menyalurkan emosi lewat gerakan penyatuan yang cukup menguras tenaga.Sebenarnya Kirani yang cemburu pada Amanda sore tadi. Ia sedikit percaya bila suaminya dulu pernah jalan bersama perempuan seksi itu."Pelan, Mas!" Protes Kirani saat Gani seperti singa kelaparan yang berhasil mendapatkan buruannya. Kirani yang cemburu, tapi Gani yang emosi. Emosi sebab rencananya di hotel tergangnggu, juga emosi karna kehadiran Amanda yang berhasil membuat Kirani lebih banyak diam malam ini.Kirani tak banyak bicara, tak juga menyampaikan rasa bila ia sedang cemburu. Wanita ini hanya lebih banyak diam juga sering berpaling kala pandangannya bertabrakan dengan netra hitam suaminya.Bahkan setelah shalat isya Kirani langsung masuk ke kamar Sofia sedikit memaksa pu
Entah mengapa Danu begitu berdebar. Tak biasanya dia seperti ini. Ia sudah sering menghadiri acara besar juga menerima penghargaan. Lelaki ini tak pernah canggung.Malam ini pun ia tak sendiri. Ada Nurma yang ia minta duduk tak jauh darinya. Sebab ada beberapa laporan yang harus ia bacakan dan laporan itu Nurma yang bawa.Para manager dan staf sudah banyak yang datang. Suara MC bergantian dengan penyanyi yang disewa mengalun pelan di telinga Danu. Danu duduk pada meja yang agak depan sesuai dengan jabatan yang diduduki."Kalau, Bapak butuh sesuatu saya duduk dua meja di belakang, Bapak.," bisik Nurma sambil menunjuk tempatnya duduk."Baik, terima kasih, Nurma," sahut Danu.Kemudian ada pak Irwan dan istri yang datang kebetulan duduk satu meja dengan Danu.Ketiganya berbincang akrab. Sesekali telinga Danu mendengar suara anak kecil yang harus ditenangkan ibunya. Itu berasal dari staf yang duduk di bagian belakang. Jujur Danu sebenarnya begitu merindukan punya anak. Sebab itulah ia begi
"Kita sambut....bapak Abdul Gani dan ....ibu Kirani Larasati!...beri tepuk tangan!" Artya berhasil membuat dunia Danu serasa berhenti. Tubuhnya seperti dilolosi semua tulang. Nyaris tak bertenaga. Mulutnya kelu. Pandangannya nanar pada sosok wanita anggun yang digandeng mesra oleh pria yang tak asing di matanya.Di depan sana, Kirani nampak tersenyum malu-malu atas godaan Artya dan juga karyawan lain yang mengenal Gani. Kirani ingat, beberapa di antara mereka ada yang datang di pernikahan sederhana mereka. Artya turun dari panggung kecil kemudian menghampiri Gani yang menggandeng mesra istrinya.Perempuan tiga puluh tujuh tahun itu mendekat kemudian menyalami Gani juga Kirani. Bahkan ia memeluk Kirani dan _bercipika cipiki_. Seorang pelayan laki-laki yang berseragam hotel terlihat mengarahkan Kirani dan Gani untuk duduk di meja yang sudah di sediakan.Rupanya meja untuk Gani dan Kirani terletak tepat di sebelah meja Danu dan pak Irwan. Kirani belum menyadari ada seorang pria yang men