Permainan Api yang Danu ciptakan dalam pernikahannya bersama Kirani, akhirnya benar-benar membakar dirinya dan nyaris tak bersisa. Saat ia tersadar dan ingin kembali, Kirani sudah pergi menjauh membawa luka dan sakit. Meninggalkan Danu dalam sesalan. Lalu ia mencoba untuk menggapai lagi, tapi Kirani semakin menjauh dan memilih meninggalkan kenangan pahit itu. Ia memilih melabuhkan cintanya pada seorang duda beranak satu, membuat Danu semakin terporok dalam jurang sesal yang teramat dalam.
Lihat lebih banyak"Tolong...!" Kirani berusaha berteriak, berharap mbok Sum bisa mendengarnya. Darah kental sudah mengalir deras di kedua pahanya. Ia pun sudah terkapar lemah di lantai putih, di dalam kamar besar suaminya, di rumah dua lantai itu.
Ingin ia raih gawai hitamnya di atas ranjang besar itu, namun pusing melanda saat ia berusaha berdiri, akhirnya Kirani jatuh lagi, bahkan kali ini langsung terbaring di lantai. Rasanya lebih tak bertenaga dari yang tadi.
Bahkan tangan kanannya sudah tak lagi menggenggam bukti-bukti transfer dan pembayaran hotel atas nama seseorang. Nama yang sama, dan sepertinya nama seorang wanita.
"Tolong, Mbok...!" Suara Kirani nyaris hilang, tertutup rasa nyeri dan kram di perut yang semakin menghebat juga rasa nyeri di ulung hati yang laksana goresan sembilu yang melukai.
Perih.
Sudah lama Kirani mendengar kabar itu. selain dari gelagat suaminya yang semakin jarang pulang, bisikan dari beberapa kawannya, juga dengan firasatnya sendiri yang terasa begitu kuat.
Namun Kirani tak ingin percaya begitu saja sebelum melihat sendiri atau suaminya mengakui sendiri.
Namun hari ini, Danu Adiwilaga. Pria tinggi besar dengan rambut yang selalu dipangkas cepak, rupanya melakukan kesalahan yang beberapa bulan ini selalu berhati-hati ia lakukan. Tentu hati-hati, agar istrinya tak curiga juga karna, ia ingin menjaga perasaan wanita yang ia cintai ini.
Ia hanya ingin bermain-bermain sebentar, seperti beberapa kawannya di luar sana, namun sepertinya pria ini kebablasan. Hampir lima bulan bermain-bermain dengan orang yang sama, akhirnya malah menimbulkan rasa yang berbeda di hati keduanya.
Danu Adiwilaga, seorang manajer di salah satu kontraktor yang cukup terkenal di kota ini, sedang bermain api. Api kecil yang ia sangka akan cepat padam, namun pria berhidung bangir ini lupa, bila api adalah bahan utama dari iblis.
Kemarin ia terburu menuju apartemen yang ia sewa beberapa bulan ini. Bahkan kecupan sayang yang tak pernah alpa ia daratkan di kening Kirani, terlewat juga. Hanya karna satu pesan rindu yang masuk dari wanita yang sama. Wanita yang menghangatkan malam-malamnya jika sedang keluar kota, juga terkadang menghangatkan waktu istirahat siangnya yang ia curi-curi.
Bukan hanya kecupan yang terlupa namun juga bukti pembayaran hotel minggu lalu dan beberapa bukti transfer yang sengaja ia simpan di salah satu dompet khusus miliknya.
ia hanya berharap Kirani tak memeriksa celana kerjanya.
Namun firasat kuat wanita hamil ini malah mengantarkan jemarinya untuk memeriksa kain hitam yang tergantung di belakang pintu.
Dan terpampanglah semua bukti-bukti yang Danu sembunyikan lima bulan ini. Kertas-kertas itu berhamburan di atas pembaringan yang tiga tahun ini menjadi saksi cinta antara Danu dan Kirani. Pembaringan yang tiga tahun ini menjadi saksi, bagaimana keduanya berjuang untuk mendapatkan penerus keturunan Danu Adiwilaga.
Kertas itu berhamburan bersamaan dengan luruhnya embun yang sedari tadi Kirani tahan . Rasa sesak yang menyebak di dada menandakan kesakitan yang datang bergumpal dengan tiba-tiba.
Rasa sakit yang akhirnya meluruhkan janin 2 bulan yang belum sempat Danu ketahui keberadaannya.
Kirani akan memberi surprise pada suaminya, esok bilang pulang ke rumah. Maka itu ia berniat membuat kamar mereka menjadi bersih dan menata ulang pembaringan mereka.
Namun aktifitasnya bersih-bersih tadi, malah memberinya satu kejutan yang mengantarkan rasa sakit luar biasa di relung hatinya yang lemah.
"Ya Allah, Bu!" Mbok Darmi membuka pintu kamar yang tak tertutup sempurna.
Melihat pemandangan di dalam kamar majikannya yang mengejutkan sekaligus menyedihkan, membuat wanita empat puluh tahun ini segera bertindak, mengikuti nalurinya sebagai seorang ibu yang sudah melahirkan tiga orang anak.
__
Danu masih bergelung badai birahi bersama pasangan gelapnya, saat getaran di ponsel hitam itu mengalihkan pandangan netra hitamnya sesaat dari wajah berpeluh dibawah tubuhnya. Wajah yang begitu mendambanya.
Terlihat nomor mbok Sum, asisten rumah tangganya yang sudah bekerja di rumahnya sejak hari pertama ia menikahi Kirani. Sebenarnya mbok Sum ini dulu bekerja di rumah ibunya, namun jarak rumah Danu dan alamat mbok Sum lebih dekat, beliau minta ijin untuk pindah di rumah anak majikannya ini.
Insting pria ini mengatakan bila pasti ada yang penting dirumah, sebab tak biasanya asisten rumah tangganya, itu berani menelpon. Ingin rasanya jemarinya segera mengambil gawai hitam itu, ia khawatir dengan Kirani yang terlihat pucat wajahnya kemarin sore.
Kemarin sore, rupanya semalam ia tak bisa pulang. Tak bisa pulang, juga tak sempat memberi kabar, pada wanita lemah lembut yang tiga tahun ini setia menunggunya di rumah.
Kirani.
Danu bergerak, ingin mengambil alat komunikasi itu, namun tangan kcekalan dari wanita yang sedang berusaha mengusap buliran peluh yang jatuh dari wajah tampannya.
Wanita ini cukup binal dan liar, hingga Danu kembali urung menyentuh ponsel itu. ia memilih kembali melanjutkan aktivitas intim itu, berkubang peluh dan dosa di apartemen yang khusus ia sewa untuk sekretaris salah satu rekan kerjanya.
Mereka melanjutkan permainan panas di pagi yang gerimis itu, bergerak liar, mengejar tepian hasrat yang tak halal di antara mereka. saling berlomba mencapai garis akhir, hingga keduanya terkapar lemah bersamaan dengan keputusan dokter untuk mengambil tindakan kuretase pada janin dalam kandungan Kirani.
__
Sudah cukup sore, saat netra tajam di bawah barisan alis tebal itu membuka. Ia coba meraba sisi pembaringan berseprei kuning gading, tempatnya memejam lelap setelah pergumulan panas itu selesai.
Tak ada siapapun. Lalu telinganya sayup, menangkap gemericik air dari dalam kamar mandi, menandakan wanita yang sedari malam memberinya limpahan birahi sedang membersihkan diri. Kemudian ia tersadar, segaris senyum terukir jelas di bibir penuhnya saat melihat ceceran pakaian dalam wanita itu juga pakaian pribadinya teronggok di lantai dan menjadi saksi bagaimana ganasnya permainan mereka dari semalam.
Rindu membara akibat tak bertemu dua minggu, membuat keduanya melampiaskan birahi mereka dengan cara yang cukup brutal. Senyum pria ini semakin melebar saat menyadari tubuh terjaganya hanya terbungkus selimut putih beraroma khas dari salah satu rumah laundry.
Kemudian ingatannya kembali terhempas, tiba-tiba terbayang wajah istrinya yang begitu setia, juga wajah pucat yang terakhir kali menatapnya kemarin di ambang pintu.
“Astaga!” Pria ini tersadar, kalau kemarin lupa memberi kecupan sayang yang selalu ia berikan pada Kirani bila akan keluar rumah. Selalu ia lakukan saat istrinya itu mengantar dirinya ke depan pintu.
Gegas ia bergerak mengambil gawai hitam miliknya. Mengecek panggilan berulang dari nomor mbok Sum tadi, hanya nomor mbok Sum. Tak ada nomor Kirani yang memanggil. Jantungnya tiba-tiba bertalu sedikit cepat.
Kemudian ia masuk ke perpesanan, tombol ponsel itu cepat ia tekan mencari kemungkinan kabar yang dikirim dari wanita paruh baya itu.
Dan ya, ada satu pesan masuk dari mbok Sum. Segera jemari besar-besar itu lincah membuka aplikasi pesan kemudian matanya cepat membaca barisan huruf yang mengabarkan kondisi istrinya yang sangat tak baik-baik saja.
Bukan hanya satu, namun dua pesan. Kedua pesan itu sukses membuat jantung Danu terasa berhenti. Detaknya melemah. Kelu sesaat. Seperti waktu yang kehilangan putarannya.
Namun…
“Ya Allah, apa yang terjadi.” Danu masih sempat menyebut nama Ilahi, sebelum dirinya terburu mengejar kabar yang ingin ia lihat.
Kirani pendarahan di kamar dan sekarang menjalani kuretase adalah kabar yang tak pernah terlintas di benak Danu sebelumnya.
Gegas ia gunakan pakaiannya, meski tak sempat mandi. Kemudian segera berlari mengejar waktu, meninggalkan Herda-kekasih gelapnya-yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Bukan rumah sakit yang jadi tujuan utama Danu, namun rumah dua lantai, dimana kemarin ia meninggalkan istrinya tanpa berita. Kemungkinan terburuk jika Kirani mengetahui rahasia yang ia sembunyikan selama ini, berusaha ia tepis dari pikirannya.
Namun…
Rasanya jantung pria ini ingin berhenti, netranya bahkan terbelalak melihat ceceran darah kental di lantai yang belum sempat mbok Sum bersihkan, juga...tebaran kertas-kertas kecil diatas ranjang dan dua bungkus lateks kontrasepsi yang tak pernah ia gunakan saat bersama Kirani.
Rasanya ingin luruh. Tungkainya bergetar, pikirannya panik. Bagaimana nanti dirinya menjelaskan pada Kirani tentang semua ini.
Kembali ia pacu roda empat silver itu. warna mobil pilihan istrinya. Kali ini rumah sakit tujuannya. Ceceran darah tadi sungguh membuatnya takut setengah mati.
Gegas, bahkan sesekali ia mengumpat kemacetan yang menghalangi.
Rumah Sakit Ibu dan Anak ruang Asoka. Di depan sana, istrinya di rawat. Netra hitamnya telah memerah membaca diagnosa atas nama Kirani tadi. Keguguran. Benarkah Kirani hamil. Kabar bahagia yang ia nanti hampir tiga tahun ini, ia ketahui bersamaan dengan luruhnya kandungan itu.
Gegas berlari, tak sabar ingin melihat wajah istrinya, ingin mengetahui keadaan wanita paling lemah lembut tutur katanya bila bersama dirinya, wanita yang tak pernah menolak untuk melayani dirinya secara paripurna. Apapun.
Apapun yang Danu pinta, Kirani akan turuti, bila tak tahu, ia kan bertanya dengan wajah bersemu malu.
Bahkan wajah teduh itu bisa menghapus dalam sekejap saja, wajah mendamba Herda yang memuaskannya beberapa jam lalu.
Disini Danu sekarang. Ruang Asoka kamar 03. Ia buka perlahan pintu itu, segera ia memanggil sebutan sayang pada Kirani.
“Sayang…”
Namun…
Selain wajah Kirani yang terpejam nampak menahan sakit, ada dua wajah wanita lain yang nampak menoleh ke arahnya.
Wajah kecewa mamanya dan wajah terluka ibu mertuanya.
Waktu berjalan begitu pantas dan berlalu tanpa bisa dihentikan. Masa-masa derita, sakit hati, kecewa dan air mata kini berganti tawa bahagia. Meski luka itu tetap meninggalkan bekasnya. Namun duka itu sebisa mungkin tak diingat-ingat lagi oleh Sofia dan Arbi. Pun dengan Kirani yang sudah terlebih dahulu memaafka luka masa lalu yang dulu membuatnya menangis kecewa. “Nenek sudah makan?” Davka yang sudah kelas lima SD menghampiri Kirani yang terlihat sedang menjahit sebuah jaket berwarna coklat tua. “Sudah, tadi ibumu sudah bawakan nenek ubi jalar rebus. Nenek sudah dua hari tak makan nasi, ibumu yang melarang.” “Karna mama bilang, gula darah nenek tinggi lagi!” Davka memperhatikan jaket coklat yang sering digunakan neneknya akhir-akhir ini. Terlihat ada tiga bekas jahitan pada baju hangat itu. “Nenek, kayanya suka sekali dengan jaket kakek ini?” “Ya, suka sekali. Kakekmu itu baik dan sangat sayang pada nenek.” Bukan sekali dua kali Kirani menceritakan tentang Gani pada cucu mere
“Kok, begitu liatnya, Mas?” Kening lebat Sofia berkedut heran, melihat Arbi menatapnya seolah tak berkedip. Baju dinas belum sempat Sofia lepas, bahkan rambut panjangnya hanya dicepol asal. Sofia sedikit terlambat pulang, siang ini. Membuatnya harus terburu mengeluarkan bahan makanan dari kulkas. Ia ingat suaminya pasti belum makan siang. Tinggal di desa seperti ini, tak seperti di kota, bila lapar bisa lari ke warung makan yang bertebaran dimana-dimana. Di sini, belum banyak yang menjual makanan masak. Hanya ada bakso, ayam crispy dan jajanan cilok dan sejenisnya. Penampilan berantakan itu malah membuat Sofia semakin terlihat cantik. Wajahnya terlihat bersinar. Bisa jadi karna efek KB juga. Sofia tak ingin kecolongan. Setelah memastikan dirinya tak hamil, segera saja ia meminta suntik KB satu bulan. Mungkin Kbnya cocok di tubuh Sofia. Ia tak merasa pusing atau keluhan lainnya. Lagian masa lalu yang menyakitkan itu membuatnya masih takut untuk memberi adik lagi pada Davka. Arbi me
“Fia,”“Y-ya, Mas!”Rasanya begitu gugup. Bukan hanya Sofia, tapi juga Arbi. Benar-benar canggung. Bahkan debaran itu semakin menggila saat Arbi melihat lagi rambut sebahu istrinya yang begitu indah. Bertahun-tahun baru ia melihat mahkota legam itu lagi. Ditambah dengan Sofia yang masih menggunakan baju mandi saja, membuat Arbi semakin, ah ...Tak jadi masuk, Arbi malah keluar lagi, mengganti lampu di ruang TV dengan yang lebih redup.“Huf! Selamat,” batin Sofia.Namun ...“Lho kok dimatiin lampunya, Mas?”Arbi masuk lagi, mematikan lampu kamar. Namun pintu kamar ia buka sedikit agar tetap bisa mengawasi Davka yang sedang tertidur di depan. Ingin tidur di kamar ini juga tak bisa, sebab kasurnya hanya muat untuk dua orang. Memang malam ini mereka harus tidur bertiga di depan tv. Namun, Arbi ada keinginan sendiri yang tak bisa ditunda. Melihat penampilan Sofia tadi membuatnya seketika on fire.“Mas kangen banget sama, kamu!”Arbi mendekat, bahkan langsung memeluk. Mendekap tubuh itu d
Sofia tergugu dalam isak tangisnya. Ini bukan tangis kesedihan lagi. Namun ini tangis keikhlasan. Keikhlasan yang membawanya kembali pada jodoh pertamanya.Ingin sekali rasanya Arbi memeluk tubuh terguncang itu, tapi disini ada bunda Kiran, dan tentu Sofia tak ingin disentuh terlalu jauh, sebab keduanya belum menjadi muhrim lagi.Antara bahagia dan sedih, juga rasa khawatir menyatu, mengepung benak perempuan tiga puluh tiga tahun ini. “Mama, maukah mama maafkan papa, biar papa bisa bobo sama kita disini?”Davka berdiri dengan sebuah kotak cincin sederhana di belakang Sofia yang sedang mengusap air mata yang tak ingin berhenti.Pertanyaan yang sudah diajarkan Arbi berulang kali tadi pada sang putra sebelum mereka masuk ke dapur menemui Sofia yang sedang menghapus air matanya yang tak ingin berhenti.Pernyataan Arbi tadi bila akan menikah, membuat hatinya nelangsa dan semakin hilang separuh rasanya.“Eh, Avka. Apa itu, Nak? Kembalikan sama papa.” Jujur hati Sofia sedikit tercubit, meli
Arbi yang dulu selingkuh, Arbi pula yang merasa kecewa. Keputusan Sofia yang belum ingin membuka hatinya kembali, cukup membuat Arbi merasa kecewa, sekaligus takut. Mengapa kecewa?Sebab Arbi merasa Sofia bukan hanya sedang menghukum dirinya, tapi juga sedang menghukum Davka yang begitu ingin melihat mama papanya tinggal serumah.“Kamu nggak, kasihan sama Davka, kah?”“Nanti pasti akan mengerti, Mas.”Sofia selalu yakin bila suatu hari Davka akan mengerti tentang kondisi orang tuanya yang tak sudah tak bersama. Kelak pun akan diceritakannya pada putranya itu bila, papa mamanya sudah berpisah sebelum dirinya dilahirkan.“Kok, papa nggak pernah bobo sama kita, Ma?” Pertanyaan polos seperti itu bukan satu dua kali meluncur dari bocah tampan berhidung mangir mirip ayahnya. Namun Sofia menguatkan hati, selalu mencari jawaban yang tepat, agar sang putra tak merasa sedih.“Papa kan, kerja, Nak. Jadi tidak bisa tinggal disini.”“Papanya Nanda juga kerja, tapi selalu diantar ngaji sama papa m
Masa sudah berlalu. Siang dan malam berkejaran laksana busur panah yang tak bisa dihentikan. Musim penghujan pun berganti dengan kemarau yang cukup panjang. Violetta menatap jauh kebawah sana. Pemadangan hijau nan asri begitu menyejukkan mata. Ia berdiri di balkon villa milik ibunya. Membelakangi Adam yang tampak begitu berharap padanya.“Mengapa menutup diri terlalu kuat, Vio. Apa tak ada cinta sedikit pun di hatimu untuk aku?”“Rasa mungkin bisa dipupuk kembali, Mas. tapi restu yang utama, kan? aku ini janda dan punya masa lalu yang cukup buruk. Menikah tanpa restu sudah pernah kurasakan. Dan akhirnya begitu sakit.”Violetta tersenyum kecut. Perasaannya untuk Arbi belum hilang sepenuhnya. Bukan hanya perasaan cinta, tapi juga ada dendam yang masih belum tuntas. Violetta cukup terharu, melihat kesungguhan di mata Adam. Namun Violetta juga tahu, jalannya bersama lelaki ini tidak akan semudah keinginan pria bermata tajam ini. Violetta mendekat mengelus cambang kasar yang tumbuh di s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen