“Tidak tahu diri!”
Bibi Mia melempar sepatu ke arah Ellshora. Ellshora berhasil menghindar. Tapi teriakan itu masih terdengar jelas. Bagai genderang yang nyaris memecahkan telinganya.
“Bocah tidak tahu balas budi! Jangan berpikir kau bisa kabur sebelum hutangmu lunas!” murka Bibi Mia.
Pintu rumah dibanting dengan keras, dengan segenap tenaga dan emosi yang menggebu dalam diri Ellshora. Untungnya, pintu itu baik-baik saja sekarang. Bibi Mia kesal bukan main. Rencana yang Daniel usulkan menurutnya memang harus dilakukan bagaimanapun juga. Ia mengakui bahwa Ellshora mempunyai daya tarik yang kuat. Ia mempunyai kecantikan dan tubuh yang proporsional.
“Dia hanya perlu mendekati pria kaya itu. Membuatnya jatuh cinta, lalu ambil uangnya sebanyak mungkin,” Bibi Mia masih bersungut-sungut.
“Dia punya banyak hutang, tapi masih memirkirkan hati,” imbuh Bibi Mia.
“Apa dia masih muda?” tanya Paman Gary, sembari melirik Daniel.
Dengan cepat Paman Gary mendapat balasan anggukan dari anak laki-lakinya itu. “Dia kaya. Dan dia sangat tampan?” dan, sekali lagi, Daniel mengangguk.
“Jelas itu rencana yang menguntungkan juga untuk dia nantinya. Kenapa masih mempertahankan pacarnya yang miskin itu?” kata Paman Gary.
“Kau harus balas budi padaku, Bocah Brengsek!” Bibi Mia berteriak lagi, suaranya sampai ke luar pintu hingga Ellshora bisa mendengarnya.
Hujan turun dengan sangat tiba-tiba. Dan tiba-tiba pula langkah kaki Ellshora yang berencana meninggalkan halaman rumah, terhenti. Ia berdiri di depan pintu, menyesali hujan yang datang tak tepat waktu.
'Sial!' gerutu Ellshora.
Ellshora menutup tudung hoodie-nya, kemudian memasukkan kedua tangannya di saku. Ketika melihat sepatu yang Bibi Mia lemparkan padanya barusan, dengan cepat Ellshora mengambil benda itu. Kemudian melemparnya keras di tengah hujan dengan penuh kekesalan. Emosinya kembali meledak.
'Kalian yang brengsek! Apa mengurus keponakan yang kehilangan orang tuanya, bisa disebut hutang?' monolog Ellshora.
Ellshora menghela napas yang terasa tercekat di tenggorokannya. Dirinya sedang dikuasai oleh emosi.
'Kalian pikir, aku tidak lelah? Sangat lelah!' Ellshora menghela napas. 'Kalian pikir, aku tahan? Oh, jelas hidup bersama makhluk seperti kalian aku tidak tahan!' Ellshora kembali bermonolog. Ia nyaris menangis, tapi masih ia tahan. 'Tapi kenapa aku terlalu lemah untuk meninggalkan rumah ini? Kenapa aku selalu punya alasan untuk bertahan di sini?' Ellshora kini tidak mampu membendung air matanya. 'Betapa piciknya kalian. Merenggut kebebasanku dengan alasan semua hutangku.’ Ellshora terisak-isak.
Dalam hujan yang makin deras, Ellshora sibuk menggerutu seorang diri. Suara hujan yang keras, bersamaan dengan tangis Ellshora yang pecah seketika.
‘Hutang balas budi?’ sudut bibir Ellshora menyungging, ‘Hah! Seharusnya sejak awal kalian membuangku di hutan saja. Lebih baik aku hidup sebagai tarzan, daripadi menjadi manusia yang hidup dengan keluarga seperti kalian!’
DAAARRRRRR!!!!
“Arrrgggg!”
Jeritan lantang Ellshora terdengar nyaris bersamaan dengan kerasnya suara petir sore ini. Spontan, ia membuka kembali pintu dan segera masuk ke dalam dengan detakan jantung yang masih tidak terkendali. Jelas, Ellshora terguncang, sebab ia sangat takut petir.
Ketika Ellshora baru saja berhasil mengendalikan detak jantungnya, ia menghembuskan nafas panjang sembari terpejam sesaat. Setelah membuka mata perlahan, ia tahu, di depannya jelas bukan pemandangan bagus.
Wajah ketiga orang itu begitu jelas. Ellshora menyesal kenapa hujan harus datang di saat-saat seperti ini. Ia harusnya meninggalkan rumah, dan pergi ke taman kota menikmati secangkir coklat panas bersama Zane. Faktanya, sekarang hujan justru menjebak Ellshora dalam rumah ini. Ia melihat Bibi Mia, Paman Gary dan Daniel sudah berdiri di hadapannya.
Ekspresi Bibi Mia, begitu puas. “Tak butuh waktu lama, akhirnya kau setuju juga dengan rencana kita.”
Aku tidak bilang setuju! Aku menolak!” Ellshora kekeh.
“Kamu pikir aku menerima penolakan?” Bibi Mia menengadah.
Tapi Ellshora tak gentar. Ia maju selangkah dan mendongak. Kini jarak di antara keduanya sangat sempit, menyisakan sedikit ruang untuk bernafas. Daniel dan Paman Gary menyaksikan pemandangan itu. Entah sudah berapa kali pemandangan seperti itu mereka lihat selama ini.
“Untuk terakhir kalinya aku bertanya, jadi beri aku jawaban sejelas mungkin. Berapa total hutang yang harus kubayar?” Ellshora terlihat tegas. “Akan segera kulunasi semuanya. Setelah itu, aku akan pergi dari rumah ini dan tak akan pernah mau melihat wajah kalian lagi.”
Suasana hening beberapa saat. Tak ada suara yang keluar dari mulut empat orang di ruangan itu.
“Hahaha ....” seketika Bibi Mia, Paman Gary dan Daniel tertawa lebar tanpa ekpresi secara bersamaan.
Setelahnya, suasana kembali hening. Bibi Mia mundur dari Ellshora. Mengambil posisi di sisi Ellshora, kemudian tangannya tiba-tiba dengan penuh kelembutan merangkul bahu Ellshora. Kontras dengan sikapnya beberapa menit sebelumnya.
“Ellshora,” bisik Bibi Mia, suaranya yang lembut justru seperti panas yang tiba-tiba menyengat di telinga Ellsora.
“Apa kita perlu membuat rekapan semua pengeluaranmu selama dua puluh dua tahun ini? Semuanya, Ell?” tanya Bibi Mia.
Ellshora menyunggingkan sudut kiri bibirnya. “Sebutkan saja semuanya. Jangan bertele-tele seperti biasa.”
“Saaaangat banyak. Bahkan seumur hidup kau bekerja, tidak akan mampu melunasi hutangmu, Ellshora,” ucap Bibi Mia dengan seringai. “Tapi kalau kau setuju, bagaimana kalau kita bernegoisasi?”
“Tidak!”
Ellshora tak akan pernah lupa. Semua negoisasi yang mereka sepakati, selalu saja hanya memberi keuntungan pada Bibi Mia. Pada akhirnya, Ellshora selalu terjebak sendiri oleh semua rencana bibinya.
“Buat Luke Whiston jatuh cinta padamu. Pacari pria itu satu bulan saja, ambil uangnya sebanyak mungkin. Setelah itu, hutangmu lunas,” jelas Bibi Mia.
“Aku akan memberimu bagian dan kau bisa memulai hidup baru bersama Zane. Aku janji, ini untuk terakhir kalinya!” Bibi Mia berusaha meyakinkan Ellshora. Tatapannya tajam, menyiratkan sebuah keyakinan yang langsung ditangkap oleh Ellshora.
Bicara soal Zane, Ellshora selalu merasa terluka. Padahal kenyataannya, justru Ellshora yang berkali-kali melukai pacarnya itu. Ketika melihat sorot mata Bibi Mia, entah kenapa ia selalu terbuai oleh wanita itu. Dan Ellshora benci pada dirinya sendiri, yang selalu memiliki alasan untuk tetap bertahan di rumah ini. Dalam situasi yang selalu menguntungkan keluarga bibinya.
Tetapi memang tak ada yang perlu direnungkan lagi. Ellshora hanya perlu mendekati anak komisaris Sonic Group, Luke Whiston. Membuat pria itu jatuh cinta dengannya. Lalu mereka berpacaran. Entah berapa keuntungan yang bisa ia dapatkan dalam satu bulan masa pacaran mereka nantinya. Yang jelas, ia akan segera bebas dari hutang budi keluarga Bibi Mia. Tak ada lagi sandiwara bersama beberapa laki-laki kaya raya yang terpikat olehnya. Ia hanya perlu menjalani kehidupan cinta yang normal bersama Zane setelah rencana ini selesai.
“Atur saja semau kalian!” Ellshora benar-benar kesal, ia menyeret langkah kakinya cepat-cepat kemudian masuk ke kamar.
Kamar ini cukup luas, tapi malam ini Ellshora merasa ruangan ini membuatnya merasa sempit dan sesak. Ia merobohkan tubuhnya di atas tempat tidur, memandangi langit-langit kamar. Hembusan nafasnya terdengar berat.
Tangan Ellshora mulai sibuk dengan benda di tangannya. Ia menyentuh dan menggeser layar ponsel beberapa kali, saat foto Zane terlihat jelas, tangannya berhenti bergerak. “Bersabarlah, Sayang. Aku akan menyelesaikan semuanya agar kita bisa menjalani kehidupan yang semestinya.”
Ellshora berhenti memandangi wajah Zane di layar ponsel ketika sebuah notifikasi pesan baru masuk. Ia segera membukanya dan memberi balasan dengan cepat."Kamu sibuk, Ell?" pesan dari Zane. "Tidak, aku lagi santai," balas Ellshora."Aku rindu kamu. Bisa kita bertemu?" Zane membalas."Tentu bisa. Sekarang? Di mana?" Ellshora pun kembali membalas pesan ZaneSatu menit. Dua menit. Lima menit.Dan nyaris enam puluh menit tak kunjung pesan Ellshora mendapat balasan. Berkali-kali ia membolak-balik menu di layar ponsel. Usai berganti pakaian dan mengambil tas, matanya kembali melirik ponsel. Tapi belum juga ada pesan balasan yang masuk.‘Huh! Dia selalu begini,’ gerutu Ellshora. Kemudian setelah menekan beberapa kali ponselnya, ia mendekatkan benda tersebut di telinganya. Namun bukan suara Zane yang ia dengar dari panggilan yang itu, tapi suara lain.‘Mohon maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah....”‘Cobalah keluar kamar dan segera pergi temui pacarmu,’ celoteh Ellshora ke
Kota Norwich rupanya masih mampu menarik kembali seorang Luke Whiston. Pria tiga puluh tahun yang telah menghabiskan lebih dari separuh waktunya di Oxford. Usai menyelesaikan studi, Luke tak kunjung kembali ke kota kelahirannya dengan banyak alasan. Tapi cukup satu alasan membawa Luke kembali ke tempat asalnya. Luke menyadari, sudah waktunya ayahnya berhenti dan menyerahkan semua urusan perusahaan besar keluarga mereka padanya. Luke akan mengerahkan segenap dirinya pada Sonic Group, seperti semangat ayahnya yang tak pernah padam sejak dulu. Ronan mengemudikan mobil melewati Fleet Street, kawasan jalanan kota yang tak banyak dilewati banyak orang. Menurut informasi yang Ronan dengar, CEO muda yang berada di kursi belakangnya, menyukai ketenangan yang selalu ditawarkan oleh jalanan ini. “Maaf, Tuan. Kudengar kau menyukai suasana jalanan seperti ini. Jadi aku memilih lewat kesini.” Ronan membuka pembicaraan di tengah-tengah kesunyian yang cukup lama berada dalam mobil itu. Luke menga
Sonic Group adalah perusahaan besar di bidang elekronik yang sudah sembilan puluh tahun berdiri. Negara ini mengakui bahwa Sonic Group mempunyai andil yang besar dalam perekonomian Inggris. Bahkan jaringannya sudah diterima oleh banyak negara Eropa dan Asia. Pendiri utamanya Tuan Jacob Whiston, yang setelah meninggalnya, ia mewariskan semua aset pada putra semata wayangnya. Tuan Chris Whiston. Waktu berjalan, dan Chris menyadari bahwa ia tidak bisa selamanya menggenggam sendiri perusahaan yang sudah dibangun mendiang ayahnya. Ia menghabiskan masa mudanya berkutat sebagai pebisnis handal. Jadi, di usianya sekarang, sudah saatnya ia mewarisi semua pada Luke Whiston. Agar ia bisa sedikit membebaskan diri dari semua beban bisnis di usia senjanya. Di gerung Sonic Group, orang-orang melakukan aktivitas seperti biasa. Semua pegawai sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Di kantor bagian divisi pemasaran, di ruangan tim 2, seorang laki-laki baru saja keluar dari sana. Begitu menerima sebuah
Sebagai seorang yang tak mempunyai pekerjaan seperti Ellshora, ia bisa mengatur jam tidurnya kapan saja. Sudah dua bulan sejak ia diberhentikan dari perusahaannya dulu karena pengurangan karyawan, sampai hari ini Ellshora belum mendapatkan pekerjaan baru. Entah berapa kali sudah ia mengirim surel lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan nyaris semua penjuru Norwich dua bulan belakang ini. Banyak perusahaan yang memperketat aturan mereka. Mengutamakan lulusan universitas terbaik meski tak berpengalaman. Dan seorang berpengalaman yang hanya lulusan sekolah biasa seperti Ellshora, selalu mereka abaikan. Akan tetapi Daniel tak mau mengabaikan kesempatan. Ia menerjang pintu kamar Ellshora dan masuk ke dalam tanpa permisi. Di atas tempat tidur, Ellshora masih menikmati tidur lelapnya, sementara jam kecil di atas meja menunjukan pukul 07.00. Daniel mencoba membangunkan gadis itu. Menyeretnya segera dari semua mimpi yang entah sudah berapa jauh membawa Ellshora dari semalam. "Bangun, Ell.
Ellshora benar-benar terpukau sekarang, nyaris tak bisa mempercayai Luke. Bagi Ellshora tempat ini menggambarkan sebuah kesempurnaan. Ia bahkan tak pernah membayangkan berada di sini sebelumnya. Tapi, seorang Luke yang mengacuhkannya sepanjang perjalanan tempo hari justru membawanya ke The Golden Sun. Restoran supermewah di Norwich bahkan di Inggris. Konsep royal klasik kental yang disuguhkan oleh tempat ini, membuat Ellshora merasa diseret dalam nuansa di era bangsawan Inggris. “Permisi, Tuan Luke,” ucap seorang manager yang baru saja datang bersama tiga orang pramusaji berseragam super-rapi di belakangnya. “Pesanan anda sudah siap.” Pria dengan perkiraan usia empat puluh tahunan itu berdiri di hadapan Luke dengan memberikan senyum terbaiknya. Sementara tiga orang lainnya tengah meletakkan pesanan Luke di meja. “Ini adalah teh terbaik kami, Tuan. Teh Pu Erh yang langsung kami dapat dari petani Yunnan, Tiongkok,” kata sang manager. Mendengar kata terbaik, Ellshora menelan ludah. Bi
Terpampang seringai Ellshora yang memberi arti lebih. Ia membutuhkan Luke untuk segera terlepas dari Bibi Mia, untuk cepat kembali dalam hangatnya dekapan Zane. Namun semua keangkuhan Luke, membuat Ellshora bergairah. Selain karena tujuan yang sudah direncanakan, Ellshora ingin menaklukkan Luke Whiston dengan semua keangkuhannya. Agar pria itu menyadari bahwa ia tak sesempurna itu. Setelah keluar dari The Golden Sun dan semua kemewahan tempat itu, Ellshora berjalan melewati trotoar jalan dengan penuh kekesalan. Lantaran Luke bahkan tak mengantarnya kembali ke kantor Sonic Group untuk mengambil mobil Daniel malah menyuruhnya menggunakan taksi. ‘Sebentar lagi, kau akan takluk di tanganku, Luke! Dan kau yang tergila-gila denganku akan memberikan apapun yang kumau!’ gerutu Ellshora yakin. Ellshora hendak menyebrang, langkah kakinya mulai menginjakkan zebra cross. Dengan tatapan yang kosong, ia tak menyadari bahwa lampu di traffic light sudah hijau kembali. Sebuah mobil putih mengkilap m
Ellshora sibuk dengan bola di tangan, melakukan shooting berkali-kali. Meski dalam hati, Daniel berdecak dengan kemampuan permainan Ellshora, ia enggan mengungkapnya. “Tenagamu terisi banyak dengan teh mahal itu sepertinya,” seru Daniel seraya membawa langkah kakinya mendekati Ellshora. Ellshora menoleh, namun tetap melanjutkan permainannya. “Kalau kau mau menguras tenagaku lagi malam ini, aku tak mau. Batas waktu kerjaku sudah habis hari ini.” Daniel menunjukkan seringai lebarnya. “Tidak, Sayang. Aku hanya ingin menemanimu bermain sekarang,” godanya. “Berikan bola itu padaku.” Shooting berikutnya berhasil lagi. Tak terhitung berapa kali Ellshora memasukan bola ke dalam ring dengan bakat terbaiknya. Ia berhenti dan melihat Daniel yang bersiap menangkap bola di tangan Ellshora. Sudut bibir Ellshora terangkat. “Yakin mau kulempar?” Daniel hanya memberi anggukan, tangannya siap melakukan gerakan catching ball. Melihat hal itu, Ellshora melebarkan senyum puas dan cepat melempar bola
Dan Zane yang sudah ditunggu, akhirnya datang. Ia juga terkejut melihat kehadiran Ellshora di rumahnya yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak memberitahuku kalau mau kemari?” “Saat kita bicara di telfon tadi, kau tidak mengatakan apapun,” imbuh Zane. Frida yang menjawab. “Mulai sekarang ini rumahnya juga. Jadi tak perlu memberitahumu kalau dia mau kesini. “Pintu rumah terbuka lebar untukmu, Ell. Jadi datanglah setiap saat,” tambahnya. Apa yang diucapkan Frida membuat Ellshora memancarkan wajahnya yang berseri-seri. Melihat ekspresi itu, Zane tersenyum. Ia menarik kursi dan mengambil posisi duduk bersama dua perempuan tersebut. “Makanlah, Sayang. Ellshora membuat sup terenak yang pernah Ibu makan selama ini,” puji Frida. “Ibu ambilkan mangkuk untukmu.” Ketika Frida bersiap bangkit dari duduknya, Ellshora menahan. “Biar aku saja, Bu,” katanya langsung menghampiri lemari rak dan mengambil piring dan sendok, kemudian cepat kembali ke meja makan. Ellshora menuangkan sup ke mangkuk, dan m