Share

6 - Ungkapan Cinta?

"Mr. Berrand ...,"

Panggilan namanya dalam suara sopan dan segan oleh Arnen Louis, membuat perhatian segera dialihkan dari dokumen ke sosok salah satu ajudan terbaiknya itu. Arnen sedang berdiri di depan meja kerjanya.

"Kapan Lauren akan tiba di sini?" Langsung saja dilontarkan informasi yang ingin diketahui.

"Miss Lauren tidak mengangkat telepon."

"Shitt!" umpat Berrand kesal, secara spontan.

Suasana hatinya yang sudah buruk, semakin diperburuk oleh pemberitahuan tak dikendakinya. Jelas memicu emosi dan amarahnya menjadi tambah meluap.

"Mr. Bryan juga tidak bisa saya hubungi."

Berrand tak menanggapi apa-apa kali ini untuk laporan diberikan oleh Arnen, tetapi kedua tangan semakin mengepal di meja. Rahang wajahnya juga tambah mengetat.

"Apa saya perlu menelepon dokter lain saja? Saya punya kenalan seorang dokter da—"

"Tidak perlu." Berrand memotong cepat.

"Situasinya hanya akan bertambah bahaya, jika ada pihak lain yang terlibat," jelasnya.

"Kau boleh pergi sekarang. Aku akan coba menghubungi Lauren agar dia kemari."

Perintahnya hanya dibalas anggukan oleh sang ajudan. Sedetik kemudian, Arnen telah membalikkan badan, hendak pergi dari ruang kerjanya.

Namun, segera dipanggilnya kembali sang ajudan. Arnen menoleh, menunjukkan sikap siaga dan sigap.

"Tolong awasi dia dengan ketat."

"Tidak boleh timbul masalah karenanya. Pastikan juga dia tidak kabur dari sini." Berrand memberikan perintah.

"Aku mengandalkanmu untuk tugas ini." Berrand berkata tegas dan begitu serius. Tatapan mata kian tajam.

"Baik, Bos."

Berrand tak bereaksi apa-apa lagi. Arnen pun sudah benar-benar pergi, setelah memberikan sikap hormat terlebih dulu.

Untuk beberapa saat, Berrand melamun. Banyak hal yang muncul di dalam kepalanya secara bersamaan.

Dan, sejak sadarnya wanita mengaku bernama Loura Quinn, pikiran Berrand tidak tenang. Terus menerus dibayangi wanita itu.

Lebih tepatnya, setelah Loura menunjukkan sikap yang sama sekali tak pernah diduga-duga.

Terutama kekonyolan dirinya dianggap sebagai seorang suami oleh wanita itu. Benar-benar lelucon yang tak lucu.

"Sayang, aku merindukanmu."

Masih sangat diingat jelas kalimat diucapkan Loura Quinn dengan nada mesra. Tentu juga, tak ketinggalan, pelukan-pelukan yang dilakukan oleh wanita itu.

Yang paling membekas adalah ciuman sarat akan bara serta gairah dari Loura. Bibir wanita itu sangat manis.

Karena merupakan pengalaman pertama bagi Berrand?

Bukan.

Usianya sudah menginjak 30 tahun, tidaklah asing lagi tentang cumbuan ataupun seks dengan lawan jenis.

Beberapa kali sudah, dialami percintaan panas bersama para wanita di luar sana guna mendapatkan kepuasaan hasrat.

Berrand tipikal yang akan agresif dan berkuasa di ranjang, saat tidur bersama para wanita. Suka mendominasi juga.

Namun, saat berhadapan dengan Loura. Berrand tak bisa menunjukkan apa-apa, walau gairahnya terpancing oleh aksi yang ditunjukkan oleh wanita itu.

"Ada apa lagi, Arnen?"

Bukan hanya melemparkan pertanyaan, saat mendengar suara langkah kaki mendekati meja kerjanya, Berrand juga membuka mata yang baru beberapa detik dipejamkan.

Butuh beberapa kali kerjapan dilakukannya, bertujuan memberi kesadaran pada diri sendiri bahwa bukanlah Arnen.

Melainkan, si wanita asing. Loura Quinn.

Berrand masih enggan memercayai penglihatannya, namun tidak mungkin salah dalam menangkap objek.

"Kenapa kau di sini?" Berrand bertanya spontan.

"Harusnya aku yang bertanya begitu padamu. Hiks."

Memang, sejak beradu pandang dengan Loura Quinn, sudah disadari jika pelupuk mata wanita itu berair.

Namun, tetap tidak sangka bahwa tangisan Loura akan semakin kencang. Terdengar pilu juga di telinganya.

"Aku kira kau pergi kemana, aku mencarimu keliling sejak tadi. Aku kacau karena aku tidak menemukanmu."

"Aku cemas! Aku sangat takut kau pergi lagi! Hiks!"

Berrand langsung bereaksi atas teriakan histeris Loura, ia bangun dari kursi kerjanya. Lalu, menghampiri wanita itu.

Saat sudah berdiri di hadapan Loura, tangisan wanita itu semakin pecah, walau isakan coba untuk diredam.

Berrand tidak tahan melihat. Dipeluknya segera Loura Quinn. Tak ada penolakan dari wanita itu.

Namun, tidak juga dibalas dekapannya. Walau begitu, Berrand tetap memperkuat rengkuhannya.

"Maaf."

"Aku minta maaf." Berrand masih berujar lirih.

"Maaf, jika aku sudah membuatmu cemas." Berrand berkata dengan nada lebih sungguh-sungguh.

"Aku bisa merasakan kecemasanmu, Loura. Dan itu membuatku tidak bisa melihatmu seperti ini."

Berrand tak berkata apa-apa lagi. Stok kalimatnya sudah habis dikeluarkan. Tidak bisa memikirkan yang baru.

Jeda dibuat. Kesunyian tak benar-benar terjadi karena suara isakan Loura Quinn semakin mengencang.

Berrand bingung harus bagaimana menghentikan tangisan wanita itu. Ia memutuskan membiarkan saja.

"Kau ... kau ... jangan pergi ... lagi."

"Hiks. Aku tidak bisa ... tidak bisa kehilanganmu."

Berrand mengencangkan dekapan pada tubuh ramping Loura. Ia diselimuti rasa emosional yang bahkan dirinya tak paham kenapa harus dialaminya.

"Aku ingin kau bersamaku. Aku ... aku mencintaimu."

"Aku tidak akan pergi, Loura." Berrand berujar mantap.

Dirinya sendiri kebingungan, kenapa bisa  balasan seperti itu dilontarkannya. Namun, tidak ada penyesalan yang dirasakan.

Anehnya lagi, bersama si wanita asing ini, Berrand mulai merasakan kenyamanan.

Belum pernah dialami sebelumnya.

"Terima kasih, Sayang. Aku mencintaimu."

Sudah berulang kali, Berrand mendengar pernyataan bernada lembut tersebut dari mulut seorang Loura Quinn.

Dan, selalu mampu mendatangkan desiran aneh ke dalam diri Berrand. Terutama masuk ke relung hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status