Zuhra merasakan sengatan sakit di kepalanya menusuk seperti ribuan jarum, membuatnya langsung mengerutkan dahi menahan pusing. Matanya perlahan terbuka meski masih terasa begitu berat. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah seorang Dirgam Arhab yang sedang menundukkan kepala begitu dalam. Ia melirik ke sekelilingnya membuat Zuhra sadar bahwa saat ini dia sudah berada di dalam kamar mereka. Zuhra mengernyit bingung, seingatnya tadi dia masih berada di rumah keluarga besar Dirgam, sedang memandangi foto ... ah, ya foto.
“Mas ....”
<Zuhra duduk termenung sendiri di kamar. Makanan yang dibelinya di supermarket tadi pun tak tersentuh sama sekali.Kely Adriana, nama itu terus saja berputar di pikirannya. Bahkan sampai jarum jam menunjukan pukul sembilan malam kantuk tak juga menghampirinya. Ditambah lagi sang sumber masalah kegelisahan Zuhra belum juga pulang, siapa lagi kalau bukan Dirgam Arhab.
Dua puluh tahun lalu Dirgam masihlah seorang bocah kecil yang begitu ceria dan semangat. Dia selalu menikmati apa saja pelajaran baru yang didapatnya dari ayah, ibu, dan lingkungan sekitarnya.Hidup di desa membuatnya selalu mencintai udara segar di pagi hari, hangatnya cahaya mentari, serta ramahnya lingkungan sekitar. Ayahnya adalah seorang petani yang begitu hangat dan penyayang, ibunya yang begitu cantik dan murah senyum membuat suasana rumah selalu tenteram meski hidup mereka pas-pasan.
“Kamu nipuin saya?” desis Dirgam kesal karena mengira Zuhra mengelabui dirinya dengan pura-pura tidur.Zuhra tersenyum geli, hilang sudah rasa kesal dan amarahnya tadi karena perdebatan mereka.
Zuhra meletakkan secangkir kopi panas di hadapan pria tua yang bergaya seperti anak muda itu.“Uuh, hitam pekat.” Sang kakek mengernyit tak suka. “Kopi ini sama seperti omongan suami kamu, pahit
“Tetap nggak mau bilang siapa yang ngirim itu ke kamu?” tanya Dirgam ketika mereka duduk berhadapan di meja makan pagi ini.“Nggak perlu dibahas kalau Mas juga nggak bisa jelasin siapa perempuan itu,” jawab Zuhra lugas.“Maksud kamu apa? ‘Kan sudah Mas jelaskan kami berteman sejak lama.&r
Kenyataanya ketika cinta sudah meracuni hati dan pikiran, maka kepintaran seseorang akan menguap entah ke mana. Cinta pakai logika? Bullshit.Itulah yang dirasakan Zuhra Kalinka saat ini. Mencintai dalam kerapuhan hati. Pedihnya jiwa yang teriris akibat kelakuan sialan Dirgam nyatan
Kadang semesta memang suka bercanda, sampai kita tak sanggup lagi meski hanya untuk tertawa. Menggelikan.Zuhra mendengus tak percaya. Dia merasa marah, kesal, benci, tapi juga ... lega. Apa-apaan ini?
Zuhra masih menekuk wajah saat Dirgam merebahkan tubuhnya dengan lembut di atas ranjang.Karena memang tak ada penyakit yang serius,