Share

Kelakuan tak tahu malu Mbak Ida

Mataku menyipit melihat seseorang turun bersama anaknya. Dia, Mbak Ida dan putrinya Rara! mau ngapain kesini?

.

.

.

Bu Hamzah sampai urung berdiri dari duduknya, kala melihat Mbak Ida semakin mendekati terasnya.

"Ada tamu, Bu Lilis. Sebentar, ya," ucap Bu Hamzah karena urung mengajakku ke belakang.

"Iya, Bu, gak papa," balasku tersenyum.

"Assalamualaikum!" ucap Mbak Ida uluk salam.

"Waalaikumsalam, mari masuk, Bu!" balas Bu Hamzah. Mbak Ida tersenyum, bisa kulihat dia sekilas melirikku tak suka.

Ekspresi Mbak Ida sama sepertiku saat baru masuk ke dalam rumah Bu Hamzah. Kagum, itu yang aku tangkap. Rumah Bu Hamzah memang selalu tertutup. Selain jauh dari tetangga, mungkin jarang juga orang bertamu ke rumah ini karena segan. Apalagi Bu Hamzah termasuk orang baru di tempat ini. Dia baru pindah kesini tiga tahun lalu saat pandemi. Jadi, rumah ini dulunya kosong, sampai dikabarkan angker karena kesan kunonya, dan banyaknya pohon besar yang mengelilingi rumah Bu Hamzah. Terlebih di kebun belakang rumah ini, terdapat pohon bambu kuning yang lebat, hingga semakin menambah kesan angkernya.

"Silahkan duduk, Bu!" ucap Bu Hamzah yang dibalas anggukan Mbak Ida.

Aku menggeser tubuhku agar mbak Ida duduk.

"Kamu duduk disini Ra!" ucap Mbak Ida, sembari menarik Rara duduk tepat di sebelahku. Matanya masih melirikku tak bersahabat. Hingga membuat Bu Hamzah menatap kami bergantian.

"Monggo di makan suguhannya, Bu Rara. Siapa ya, nama Ibu, saya lupa," tanya Bu Hamzah.

"Saya Ida, Bu," balas Mbak Ida.

"Rara kenapa gak ngaji lagi, sayang?" tanya Bu Hamzah menatap Rara. Sedang Rara tak menjawab, sibuk dengan mainan boneka barbie yang dia bawa.

"Namanya anak-anak, Bu. Kadang mau kadang gak," jawab Mbak Ida. Bu Hamzah hanya tersenyum menanggapi.

"Mbak Lilis ngapain kesini," tanya Mbak Ida.

"Saya yang ngajak Bu," sahut Bu Hamzah sebelum aku menjawab pertanyaan Mbak Ida. Batinku, memang apa urusannya sama kamu.

"Belum bisa bayar bulanan, ya, makanya di ajak kesini," tanyanya lagi.

"Enggak, Bu. Kebetulan ada sesuatu yang mau saya berikan pada Bu Lilis," jelas Bu Hamzah.

"Kalo Mbak Ida ngapain kesini?" tanyaku menghentikan kekepoan Mbak Ida yang menurutku tak pantas. Wajah Mbak Ida Langsung berubah tak suka. Memangnya enak ditanya begitu di depan tuan rumah.

"Ya, bukan urusan kamu, Mbak," balasnya. Bu Hamzah yang melihat kami, terlihat bingung mau menanggapi apa. Aku yang mengerti itu pamit. Biar Mbak Ida menyelesaikan kepentingannya dulu.

"Bu Hamzah, sudah sore, saya mau pamit. Baru ingat kalo jemuran belum saya angkat," ucapku membuat alasan.

"Eh, tunggu sebentar Bu Lilis. Mari ikut saya dulu ke belakang," pintanya.

"Bu Ida, sebentar, ya," Bu Hamzah beralih menatap Mbak Ida.

Aku lantas mengekori Bu Hamzah, hingga sampai ke ruangan dengan almari kayu antik yang lumayan besar. Bu Hamzah lantas membuka lemari itu, memperlihatkan baju gamis berbagai model yang digantung di dalamnya.

"Begini, Bu Lilis. Saya mau memberikan baju ini, karena sudah gak muat di lemari. Maaf, bukan maksud saya merendahkan-"

"Enggak, kok, Bu. Saya gak merasa begitu," balasku.

"Semua baju ini dari endorsan, baru dipake sekali. Bu Lilis bisa pilih yang mana saja," ucapnya.

Belum sempat aku membalas Bu Hamzah. Mbak Ida tiba-tiba datang sembari meneriaki nama Lina putriku.

"Lina ..." setelah itu, dia main ikut masuk ke ruangan dimana aku dan Bu Hamzah berada. Bu Hamzah sampai terlihat kaget, begitupun aku.

"Lina kenapa, Mbak. Bukannya dia di ruang tamu brsama anakmu," tanyaku.

"Apaan, wong dia tiba-tiba nyelonong masuk ke belakang. Kalo Rara gak berani kayak gitu, karena aku selalu ajarin dia tatakrama di rumah orang." Aku sampai kaget dengan ucapan Mbak Ida. Selama ini, Lina tak pernah bertingkah di rumah orang.

"Wah, gak kusangka, ternyata Bu Hamzah ini selebgram, ya?" ucap Mbak Ida. Aku yang tak mengerti itu hanya diam. Sedang Bu Hamzah terlihat bingung mau menanggapi apa. Mbak Ida benar-benar tidak sopan, apalagi tiba-tiba ikut masuk ke sini tanpa di suruh. Lagian kenapa dia bertanya seperti itu, bukannya itu berarti Mbak Ida sudah menguping pembicaraam kami sebelumnya.

"Enggak juga, kok, Bu Ida."

"Bu Lilis, silahkan pilih apa yang saya bilang tadi, ya," Bu Hamzah beralih menatapku.

"Aduh, Bu, terserah saya mau dikasih yang mana. Saya terima dengan senang hati," balasku sungkan. Mbak kembali melirikku tak suka.

"Saya dikasih juga mau, Bu," timpal Mbak Ida. Bu Hamzah jelas mengiyakannya. Tak mungkin juga dia berkata 'Jangan'

Seperti aji mumpung, Mbak Ida langsung memilih baju di lemari itu. Aku sampai malu sendiri melihatnya.

"Beneran ini boleh ngambil yang mana aja, Bu," tanya Mbak Ida. Ia tersenyum kegirangan saat Bu Hamzah mengiyakan. Tak tanggung-tanggung, Mbak Ida mengambil enam potong baju pilihannya yang sudah ia lihat berulang kali dengan perbandingan. Aku sampai berulang kali saling bersitatap dengan Bu Hamzah, seolah memikirkan hal yang sama.

"Makasih, ya, Bu Hamzah. Lain kali kalo lemarinya udah gak muat lagi, Bu Hamzah bisa kasih ke saya," ucap Mbak Ida tak tahu malu. Bu Hamzah yang kalem hanya bisa tersenyum menanggapi.

"Bu Lilis, silahkan ambil, Bu," ucap Bu Hamzah melihatku masih diam. Aku mengangguk sungkan, kemudian aku mengambil satu baju tanpa memilihnya.

"Nggak dipilih, Bu? kok cuma satu?" tanya Bu Hamzah.

"Udahlah Bu, kalaupun Mbak Lilis pilih, tetep aja gak akan cocok. Wong kulitnya gelap gitu kok!" timpal Mbak Ida. Jika saja tak sedang berada di rumah bu Hamzah, sudah kubalas segala perkataannya tadi.

Pyar!

Suara benda pecah begitu nyaring menggema di seluruh ruangan. Membuat kami bertiga lantas menghampiri asal suara. Mbak Ida berjalan begitu tergesa mendahului kami. Hingga akhirnya, terdengar teriakan Mbak Ida yang menyeru nama putriku.

"Ya Allah, Lina! lihat, jadi pecah kan, gucinya! Tante kan sudah suruh diem dari tadi!" Aku yang mendengar cacian Mbak Ida mempercepat langkahku. Hatiku berdebar tak karuan. Bagaimana aku menggantinya, sedangkan untuk makan saja pas-pasan.

"Lihat tuh, anakmu Mbak Lis! makanya kalo punya anak diajarin tatakrama! kalo sudah begini, mau pakek apa kamu gantinya, wong hutang sudah bayar aja ngaku belum dibayar!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status