part 6
Setelah gunting di tanganku, aku melayangkan dua tamparan kepada Mila, dengan merasa puas rasa sakitku terbalaskan, tapi sakit di hatiku jauh tak terobati.
"Berani kamu menamparku!" Mila memegang pipinya.
"Jangan coba-coba tangan kotormu menyentuhku lagi, satu kejahatan, dua terbalaskan, ingat itu!" Aku menatap matanya, ingin rasanya ku congkel bola mata itu, tapi aku juga harus menahan diri, aku masih takut dipenjara.
"Kamu minta cerai?! Detik ini juga aku ceraikan kamu Luna!" Mas Bayu menatapku sinis.
"Okeh, terimakasih, dasar lelaki banci!" ucapku.
"Apa kamu bilang?!" Mas Bayu mengangkat tangannya ingin menamparku, tapi gunting ditanganku membuat nyalinya ciut.
"Ternyata kalian memang cocok, benalu hidup di rumah banci!!"
"Kamu!" Mila tidak jadi melanjutkan aksinya ingin memukulku, lagi-lagi gunting ditanganku membuatnya diam dan menahan emosi.
"Keluar dari rumahku!!" Aku menunjuk ke pintu.
Mereka langsung beranjak dan meninggalkan rumahku, hari ini aku sudah diceraikan secara agama, tepat satu bulan tiga hari usia pernikahanku seperti sebuah permainan.
Kukunci semua pintu, aku tidak mau mereka masuk diam-diam dan mengancamku, sepertinya aku harus memberitahu ibu mertua, bagaimanapun juga, aku masih sah sebagai istri Mas Bayu di atas surat-surat.
Setelah masak rendang, kumasukan kedalam rantang kecil, dan melaju mobilku ke rumah ayah, ibu tiriku harus menjelaskan semua ini. Kenapa Mas Bayu sangat mentang-mentang terhadapku.
Mobil kulaju menyusuri kota dan belok ke sebuah perkampungan, pemandangan individu menyemangati kehidupan bumi yang belum berhenti berputar. Sampai disana, dari luar terlihat sepi, biasanya ayah duduk di teras menikmati udara pagi, aku melangkah mendekati pintu, sebelum aku mengetuk pintu, sayup-sayup terdengar ayah berbicara dengan ibu, dan mereka menyebut namaku. Kuputuskan berdiri sejenak mendengar pembicaraan mereka.
"Ayah jangan khawatir, Luna pasti baik-baik saja, yang penting ayah harus ingat pesan dokter, jaga kesehatan, jangan berpikir macam-macam," ucap ibu.
"Dari kecil aku tidak pernah berpisah dengannya, sekarang sejak dia berumah tangga, sepi ...." jawab Ayah.
Sepertinya ayah merindukanku, apakah aku harus menahan dulu, aku tidak ingin jantung ayah kambuh mengetahui masalahku.
"Assalamu'alaikum."
Aku langsung buka pintu yang tidak terkunci.
"W*'alaikumsalam, Luna?" Ibu menyambutku dengan senyum, terlihat ayah senang dengan kedatanganku.
Aku langsung mencium tangan ayah dan ibu, bagaimanapun juga aku harus menahan dulu demi ayah.
"Bagaimana kabar ayah?" Aku menatap wajah ayah, wajah lesu sepertinya sakit ayah makin parah.
"Ayahmu harus pasang cincin jantung, Luna." Jawab ibu dan membuatku terpana.
"Kapan Bu?" Aku menatapnya bertanya.
"Secepatnya."
Setelah aku melihat kondisi ayah, aku tidak jadi membahas semua ini dengan ibu. Setelah memberikan rantang berisi rendang dan meninggalkan sedikit uang, aku melaju mobilku balik kerumah.
Melihat kondisi Ayah, entah kenapa mulutku terkunci, emosi dan sakit hati dipermainkan, harus kutahan, sepertinya ibu tiriku juga menjaga ayahku dengan baik. Kutunggu waktu yang tepat, jika berdiriku sudah kokoh, akan kubawa ayah tinggal bersamaku.
Dalam perjalanan, ponselku berbunyi, ada SMS dari ibu Mas Bayu, (Luna, Mama sudah di rumahmu) begitulah isi SMS-nya, aku tancap gas mempercepat laju mobil.
Sampai di depan rumah, aku melihat ibu Mas Bayu berdiri di teras, pintu kukunci agar si benalu dan banci itu tidak seenaknya masuk.
"Ma," aku menyalami Ibu Mas Bayu.
"Kamu dari mana?"
"Dari rumah Ayah, sakit jantung ayah semakin parah, Ma." Jawabku sambil membuka kunci rumah dan melangkah masuk.
"Mama juga ingin menengok ayahmu, kapan kita kesana, Lun?" Ibu mas Bayu langsung duduk di kursi ruang tamu.
"Besok saja bagaimana, Ma?" Aku juga duduk.
"Baiklah. Oh ya Luna, apakah Mila masih sering kesini?"
Aku menganggukan kepala menjawab.
"Huh! Perempuan gatel itu masih saja mengejar Bayu, aku harus bertindak tegas." Ibu Mas Bayu sangat marah.
"Ma, Mas Bayu sudah menceraikanku."
"Apa?! Tidak bisa, dia tidak boleh menceraikanmu!"
Setelah berkata, ibu Mas Bayu mengeluarkan ponselnya.
"Cepat kamu pulang! Mama sudah disini." Kata ibu Mas Bayu di ponsel.
Aku hanya diam melihat mimik wajahnya seperti menahan emosi, aku sangat mengerti, siapapun pasti akan marah dengan apa yang dilakukan Mila.
Aku membuatkan teh hangat dan menghidangkan makanan untuk ibu Mas Bayu, kami makan bersama dengan penuh kehangatan, sangat tampak ketulusan di mata ibu Mas Bayu menyayangiku, disisi lain, aku beruntung mengenalnya.
Tidak lama kemudian, mas Bayu datang, melihat kami tertawa bercanda, dia terpana berdiri.
"Bayu, ayo duduk disini." Ibunya menyuruh duduk disampingku, aku hanya diam memalingkan wajah.
"Ada apa Ma?" Dia duduk disampingku. Kami seperti akur di depan Ibunya.
Belum sempat ibu Mas Bayu menjawab, aku langsung bangkit berlari ke kamar mandi, perutku mual mencium bau rokok di tubuh Mas Bayu.
"Uuweek! Uuweek!" Aku muntah, badanku terasa lemah, padahal aku selesai makan.
"Luna, Luna, Alhamdulillah ...." Ibu Mas Bayu langsung memelukku dengan gembira.
Sementara itu Mas Bayu terpana melihat kami.
"Ada apa Ma?" Aku sangat heran melihat reaksi ibu Mas Bayu.
"Kamu pasti hamil."
Mendengar ucapan ibu Mas Bayu, badanku kaku, aku terpana dan tidak tahu harus berkata apa.
"Bayu, cepat hubungi dokter keluarga," titah ibunya.
Aku istirahat di kamar, ibu mas Bayu memperlakukanku seperti tuan putri meskipun kepastian kehamilanku belum jelas, sementara itu Mas Bayu juga terlihat baik, dia membuatkanku minuman hangat dan mengupas buah untukku. Tidak lama kemudian dokter datang dan memeriksaku.
"Jaga kandungannya, Bu. Tidak boleh kelelahan, aku akan beri resep vitaminnya."
Kata Dokter membuat Ibu mas Bayu senang dan langsung memelukku terbaring. Aku tidak tahu apakah bahagia atau sedih, tapi raut wajah Mas Bayu juga senang mendengarnya.
"Luna, kamu hamil cucuku, Alhamdulillah, Alhamdulillah, akhirnya pewaris tunggal kekayaanku akan lahir ke dunia."
Apa? Pewaris tunggal? Apakah aku tidak salah dengar? Terus bagaimana dengan Mas Bayu putranya sendiri? Begitu banyak pertanyaan di benakku.
Setelah dokter meninggalkan rumah, ibu Mas Bayu mengecup keningku dan berkata, "Terimakasih Luna, kamu memberikan kebahagiaan di usia tuaku, aku janji tidak akan menyia-nyiakamu meskipun ketidakadilan yang didapat dari anakku."
Aku terharu mendengar ucapan ibu Mas Bayu, kejahatan anaknya seakan tertutup dengan kebaikan dan ketulusan darinya.
"Bayu, kamu jemput mbok Siti, mulai hari ini aku dan Mbok Siti akan tinggal di rumah ini menjaga Luna."
Aku merasa lega mendengarnya, sementara itu mas Bayu hanya bisa menuruti perintah Ibunya.
"Bayu, Luna sedang hamil, kamu tidak boleh menceraikannya!"
Dia hanya diam mendengar perkataan ibunya, aku tidak bisa mengartikan pikirannya saat ini.
***
Malam semakin larut, aku tidur pisah kamar dengan Mas Bayu, sedangkan ibunya tidur di kamar lain. Aku masih memikirkan kandunganku, satu sisi aku bahagia sebentar lagi menjadi ibu, dan disisi lain, aku tidak bisa mempertahankan kondisi pernikahan seperti mainan ini.
Aku bangkit dari tempat tidur, rasanya sangat haus dan ingin minum minuman dingin, kubuka pintu kamar dan melangkah ke ruang makan, minuman putih di kulkas kuminum. Setelah selesai minum aku langsung menuju ke kamar, tapi langkahku terhenti, aku mendengar suara Mas Bayu, kulihat arah suaranya, dia sedang menelpon di dapur seperti berbisik, rasa penasaran menghantuiku, aku sembunyi di balik kursi mendengar percakapannya.
"Aku harus menunggunya melahirkan baru bisa cerai kalau tidak aku ..., Iya ... Apa? Jangan bercanda kamu Mila, aku tidak mau dipenjara! oke, oke biar aku fikirkan dulu rencanamu itu, tapi kamu harus janji membantuku, aku tidak mau mengambil resiko ini sendirian." Selesai berbicara di ponsel, Mas Bayu terdiam sejenak berfikir.
Badanku gemetar mendengar perkataanya, apa maksudnya? Apakah dia dan Mila ingin merencanakan kejahatan padaku? Kondisi kehamilanku belum tentu bisa melawan mereka, apa yang harus aku lakukan? Sepertinya aku terancam.
Bersambung …
part 112Pov Bayu"Luna! Luna!" teriakku memanggilnya saat dibawa menuju ruangan operasi."Bunda, Bunda mm." Caca menangis melangkah di sampingku."Tolong tunggu di luar, Pak," ucap dokter sambil menutup pintu ruangan operasi.Aku terdiam menatapnya hilang di balik pintu. Rasanya aku menyesal, aku salah. Ya Tuhan tolong maafkan aku."Tenang Bayu, Luna pasti sembuh, dia pernah mengalami yang lebih parah dari ini, dia pasti kuat." Mis Riya menyentuh lenganku."Ini salahmu! Kamu seharusnya melundungi putriku, tapi apa? Demi putrimu yang gila itu, Caca hampir jadi korban, dan sekarang Luna, Luna pasti ...." Tak sanggup kuungkapkan. Membayangkannya saja hatiku pilu."Papa, ini salahku, Bunda ingin menolongku, Pa ...." Caca menangis, aku memeluknya. "Aku menyesal tidak dengarkan Bunda, aku menyesal, Pa." Dalam pelukkan pun Caca masih menangis."Sebaiknya selidiki kasus ini. Rumah sakit yang penjagaanya ketat, kenapa pasien bisa memiliki pisau, ini sangat aneh," ucap teman Rio. Kalau bukan k
part 111Pov Mis RiyaAstaga, kenapa Mila bisa punya pisau. Ini rumah sakit dan ada penjagaan. Tidak mungkin ini kebetulan. Kulihat Mila juga mengamuk seakan takut Caca direbut, ini seperti ketakutan Bayu direbut Luna."Mama Mila ..., jangan lukai aku." Caca menangis ketakutan. Pisau sangat dekat di lehernya, melawan sedikit saja, dia pasti terluka, atau bahkan bisa mati. Mila tidak terkendali."Tenang lah Caca sayang, Mama Mila sayang Caca ..., Mama Mila tidak mau Caca direbut wanita itu." Mila memeluk Caca meskipun pisau tetap ditodongkan. Sesekali dia juga mengecup kepala Caca. Mungkinkah ini bentuk sayang tak wajar."Tolong lakukan sesuatu! Jangan sampai Caca terluka." Aku gemetar. Aku takut Caca terluka."Tunggu, Bu. Dokter yang biasa menangani sedang menuju ke sini," jawab seorang perawat."Kenapa lama sekali?""Sabar, Bu. Sebentar lagi juga datang."Sabar? Ini keadaan darurat. Caca bisa terluka, orang gila tak akan dihukum. Bayu, aku akan menghubunginya.Aku beranjak dari kama
part 110"Aku akan masuk bersama Caca, aku harap kamu tidak keberatan menunggu di luar," ucap mis Riya menatapku di spion tengah depan setelah mobil di parkir.Aku membuang nafas besar dan berkata, "Boleh aku masuk melihat Mila?"Mis Riya memalingkan wajah ke belakang. Aku menyambutnya dengan menatap."Kamu, kamu tidak serius 'kan?" Mis Riya tampak ragu."Apakah aku sedang bercanda?" tanyaku balik."Bunda samaku aja menemui Mama Mila," timpa Caca terlihat senang dengan niatku."Kamu tahu pemicu Mila sakit? Tentunya melihatmu, Luna.""Lihat Caca, dia mirip denganku.""Sebaiknya tidak usah, lagian ini proses penyembuhan. Maafkan aku Lun, aku tidak bisa menuruti kemauanmu.""Ya sudah, aku akan menunggu di luar."Kami ke luar dari mobil. Sampai di depan rumah sakit, aku memilih duduk di ruang tunggu. Mis Riya dan Caca masuk ke dalam mengunjungi Mila.Aku bermain ponsel menunggu. Duduk sendiri, hari ini pengunjung rumah sakit tampak sepi. Entah kenapa teringat Rio. Dia melamarku tapi belum
part 108 PERMAINAN SUAMI DAN IBU TIRI "Bayu! Kamu harus ingat kalau sekarang kamu suami Mila, aku ingin kamu sepenuhnya membuat Mila sembuh!" Mis Riya berteriak hingga suara lelakinya keluar. Dia tidak suka saat Bayu masih mengharapkanku. Aku tidak peduli. Bagiku Caca yang terpenting. "Luna, sebelum terlanjur, mari kita menikah lagi," ajak Bayu, tangaku belum juga dilepas. "Lepaskan aku, Mas." "Tidak, aku tidak akan biarkan kamu bersamanya! Kamu harus ingat, Rio putra kandung Dona." "Bayu! Kamu lupa dengan kesepakatan kita?" Mendadak Bayu melepaskan tanganku setelah Mis Riya berucap. Dia menatap seperti enggan jauh dariku. "Kamu ingat saat mempermainkan hidupku dulu. Kamu membeliku agar bisa rujuk dengan Mila dan mendapatkan sepenuhnya warisan ibumu. Sekarang, sekarang kamu menjual dirimu sendiri. Dunia berputar, karma lambat laun akan terjadi." Bayu diam dan terus menatapku. Kupalingkan muka ke mis Riya, lalu aku berkata, "Mis Riya, mungkin kamu berhasil mempermainkan hidup
part 107Pov Rio"Kamu kenapa, Rio?" tanya nenek terkejut melihat cangkir pecah di dekat kaki Rio."Oh, maaf, Nek, aku tidak sengaja," jawabku berusaha memungut kepingan cangkir."Tidak usah, Rio, biar nanti pembantu yang membersihkan, sekarang kita duduk di teras belakang aja, biar bisa memanjakan mata melihat taman," ucap Nenek."Luna, ayo," ajak nenek ke Luna."Iya Nek," jawab Luna lalu melangkah di hadapanku. Sekilas dia melempar senyum padaku. Hati ini berdetak tidak karuan."Kapan datang, Bro?" tanya Jovi merangkul pundakku. Kami melangkah ke teras belakang."Barusan, aku mau bicarakan masalah proyek pembangunan sepuluh ruko itu. Ini aku bawakan anggaran biayanya," jawabku sambil membuka file di ponsel."Udah, nanti aja, kita minum kopi dulu."Di teras belakang kami duduk sambil menikmati kopi hangat. Luna terlihat sangat akrab dengan nenek Jovi. Sepertinya nenek sangat menyukai Luna. Kelembutan tutur katanya dan caranya membawakan diri sangat mudah mendapatkan teman. Rasanya ak
part 106Pov BayuAku sudah dibutakan cinta dan hasrat. Aku tidak terima jika Luna menjadi milik lelaki lain. Dia harus jadi milikku! Akulah lelaki yang pertama menikahinya serta yang pertama menyentuhnya."Kamu tidak pernah berubah, Mas," ucap Luna berlalu masuk ke kamar.Aku meratapi diriku. Baru kali ini aku merasakan cinta teramat dalam pada seorang wanita. Aku dipermainkan oleh hasil permainanku sendiri. Usahaku selama ini tidak bisa meluluhkan hatinya. Justru kesalahan dan pemaksaan yang kuhadirkan. Apakah ini yang dinamakan gila karena cinta? Bodohnya aku.Aku kembali duduk di sofa. Nafasku besar dan perasaanku tidak karuan. Luna menolakku, Luna menjauhiku, Luna tidak mencintaiku. Sakitnya ....***"Papa, Papa bangun."Terdengar suara Caca membangunkanku. Aku berusaha membuka mata. Kulihat Caca berdiri di sampingku."Apa, Sayang," jawabku menyeringit."Aku mau ke rumah sakit."Aku bangkit dan duduk. Ternyata aku tertidur di sofa. Kulihat Caca menyandang tas dan sudah siap-siap
Part 105Pov RioHati ini berdetak kencang melihat mata itu menatapku. Rindu menggebu tapi aku terpaksa kutahan, aku belum punya nyali sebelum dia kuhalalkan. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi aku akan melamarnya."Luna, kamu ...." Mas Bayu gugup karena tiba-tiba Luna muncul dari pintu. Tadinya dia bilang Luna di desa. Apakah ini akal-akalan Mas Bayu karena menyadari kami sekarang saingan. Lucu juga, aku bersaing dengan mantan suaminya."Ada apa, Rio?" tanya Luna kepadaku."Aku ... aku ingin bertemu untuk menanyakan kabar Ayah," jawabku mencari alasan."Untuk apa kamu menanyakan Ayah Luna? Ada urusan apa? Bukankah ibumu sudah mencampakkan Ayah Luna!" Mas Bayu terlihat sangat kesal.Aku melangkah mendekati Luna. Posisiku sekarang di depan Luna, sedangkan Mas Bayu di samping di antara kami."Mas Bayu, aku pernah hidup bersama Ayah, dan sampai sekarang hubungan kami baik-baik saja, apakah ini masalah bagimu, Mas?" Aku berusaha mencari kata-kata agar mas Bayu mati kutu. Aku tidak suka dia
part 104Kenapa aku berjumpa lagi dengan lelaki norak ini. Aku tidak ingin berdebat ataupun meladaninya. Hatiku sedang kacau, aku merasa ini tidak adil. Bapak kandung anakku sangat tega melukai hatiku hanya demi uang agar bisnisnya lancar. Dan putriku juga menginkan wanita yang ingin membunuhku beberapa tahun yang silam. Aku merasa takdir tidak adil padaku. Apa salahku? Aku dipermainkan. Tidak adakah pertolongan yang ikhlas? Aku selalu di tekan karena hutang nyawa. Aku harus bertindak."Kamu sendirian?" tanya lelaki norak ini ikut duduk di bangku di dekatku.Aku diam tidak memperdulikannya. Lagian aku tidak tertarik untuk basa basi."Wanita galak, selain sombong kamu juga wanita yang tidak bisa menghargai orang."Aku memalingkan mata menatapnya. "Urus urusanmu, jangan ganggu aku." Aku bangkit melangkah dan ingin menjauh. Padahal aku sudah berpindah duduk, dia masih juga menggangguku."Ok ok, padahal aku hanya ingin berteman dengan wanita sombong sepertimu. Jarang-jarang loh, aku yang
part 102Pov Rio.Aku tidak menyangka melihat Luna di sini. Dia sendirian duduk seperti memikirkan sesuatu, kulihat Caca tidak bersamanya. Kapan dia balik ke kota ini? setahuku dia menetap di desa."Luna," ucapku tetap menatapnya."Hey, Bro! Kamu kenal dengan wanita sombong ini?" tanya Jovi kepadaku."Apa Jov? dia bernama Luna," jawabku, lalu melangkah mendekati Luna.Jantungku berdetak kencang. Mata itu menatapku hingga sulit bagiku menahan rasa di dada. Jujur, aku sangat merindukannya, tapi aku belum berani melamarnya karena aku masih mempersiapkan diri menata masa depanku. Semua semangat dan tujuanku juga untuknya, hanya untuk Luna."Hay Rio," sapa Luna lembut, lalu berdiri.Sebenarnya aku ingin memeluknya melampiaskan kerinduanku. Tapi aku takut dia menolak dan tidak menyukainya, dengan melihatnya saja itu sudah cukup."Hey, Bro! Kamu kenapa seperti terhipnotis dengan wanita sombong ini?" Jovi mendekat dan menepuk pundakku."Rio, siapa pria sombong ini? Tolong bilang padanya, jadi