Share

Part 5

part 5

Melihat Mas Bayu meninggalkan rumah dengan wajah kesal. Hatiku sedikit tenang. Malam semakin larut, sendirian di rumah ini, rumah besar mewah tetapi aku tidak bahagia. Rasa benci di hatiku ulah mereka, semakin lama semakin bertambah.

Kubaringkan tubuh di tempat tidur. Pandanganku jauh mengingat kejadian tadi. Mereka sama sekali tidak menghargaiku. Ini sangat menyakitkan.

Akan tetapi, kenapa Mas Bayu masih menerima Mila padahal sudah selingkuh dengan papanya. Apa yang ada di diri Mila yang membuatnya tertarik? Jika cantik, lebih banyak yang lebih dari Mila.

Pagi ini aku bangun lebih awal, meskipun suamiku belum pulang. Kini tidak perlu memperdulikannya. Aku masak rendang yang akan dibawa ke rumah ayah. Selain itu aku juga akan menemui ibu membicarakan tentang pernikahanku seperti sebuah permainan.

Sedang memasak tiba-tiba api kompor mati. Ternyata gas sudah habis, kubuka tabung gas dari selangnya agar bisa diganti dengan tabung gas berisi penuh. Pekerjaan ini sudah biasa dilakukan dulu.

“Aku masak pakai kompor miyak tanah saja,” gumamku sendiri, karena menunggu tukang jual gas datang akan memakan waktu.

Selama satu bulan ini aku sudah terbiasa dengan situasi ini. Untuk cadangan selalu menyediakan kompor minyak tanah dan korek api.

Akan tetapi …, kegiatanku terhenti melihat Mila dan Mas Bayu sudah berdiri tak jauh dariku. Mau apa mereka masuk dapur? Tatapan sinis dan Mila memegang gunting kebun. Ya Tuhan, apakah mereka mau membalasku?

'Tenang, jangan panik, Luna. Cepat cari jalan keluarnya,' batinku mensugesti diri.

“Mau apa kalian?” Aku berusaha bersuara tenang.

“Luna, lihat ini! Guntingnya tajam ya, bisa menggunting lidahmu atau jari tanganmu.” Mila seperti senang melihatku melangkah mundur menghindarinya. Tapi hanya satu langkah saja karena tersandar dekat kompor.

“Kamu mau coba-coba mengancamku lagi? Sekarang aku yang akan memainkan permainan ini.” Mas Bayu ikut bersuara membalasku.

"Dasar pengecut! Kalian hanya bisa main keroyokan."

"Ha ha ha, terserah kami dong," jawab mas Bayu dengan tertawa besar. Mila pun ikut tertawa seperti memenangkan permainan.

Aku terkepung. Menghubungi ibu mertua pun tidak bisa karena ponsel di kamar. Berteriak juga percuma, rumah ini terlalu besar dikelilingi halaman dan taman yang luas. Tatapan Mila dan Mas Bayu sangat menakutkan, sepertinya mereka sangat marah dengan kejadian tadi malam.

“Oke Luna, sebelum kami menggunting lidah atau jarimu, aku minta kamu bersihkan kamar utama, kami akan tidur di sana memadu cinta. Cepat!!” perintah Mila.

Aku tetap tenang dan tidak beranjak dari tempatku berdiri. Dengan berusaha setenang mungkin, menarik nafas panjang dan harus tetap santai, karena ketakutan akan membuat otak tidak berpikir panjang.

“Sayang, aku lapar.” Mas Bayu berkata kepada Mila.

“Tenang saja, Mas. Mulai hari ini kita punya pembantu baru.”

“Ibumu akan marah atas perbuatan kalian, Mas,” ucapku.

Mendengar perkataanku, Mila dan mas Bayu makin mendekat. Mata mereka melotot seperti monster.

“Jangan ajari kami!” Mas Bayu memegang lenganku erat.

Plak!

“Dasar orang gila!” Mila menampar pipiku.

Aku tetap diam menatap mereka  mengeroyokku. Aku memegang pipi bekas tamparan, mereka tertawa senang melihat reaksiku.

“Ha ha ha, mana keberanianmu tadi malam? Wajahmu sangat lucu, Luna.” Mila tertawa senang dan puas.

“Dia ketakutan, Sayang. Sebaiknya kita suruh saja dia masak, aku sudah lapar,” ucap Mas Bayu yang ikut tertawa senang melihatku.

Dasar lelaki pengecut!

“Diam!” Aku berteriak membuat mereka tersentak dan berpaling padaku.

“Berani kamu?!” Mila memegang daguku kencang dan melepaskannya kasar.

“Lihat ini!” Aku memperlihatkan korek api di tanganku.

“Apa maksudmu?” kata Mila.

“Di kaki kita bertiga ada tabung gas yang selangnya sudah kubuka, lihat!”

Mendengar penjelasanku, mereka menatap ke bawah.

“Satu kali gesekan api akan menyala dan membakar kita bertiga. Sepertinya mati bertiga akan lebih enak, lagian aku juga tidak punya hasrat untuk hidup, apalagi sejak kamu mempermainkan pernikahan kita, Mas Bayu.” Aku menatap mereka, mereka terdiam melihat korek api dan tabung gas.

“Ja-jangan main-main! Aku tahu kamu cuma mengancam kami.” Mas Bayu terdengar agak gugup.

“Aku tidak main-main, Mas. Akan aku buktikan.” Aku mencoba mulai menyalakan korek api, tapi kegiatanku terhenti dengan suara Mila.

“Tunggu! Jangan lakukan itu, aku belum siap mati.”

Akhirnya caraku berhasil, Mila ketakutan. Wajahnya tegang.

“Mila, api ini hanya membakar sebentar, setelah itu kita bisa bebas, aku juga kangen dengan almarhum ibuku. Ayo ikut biar aku perkenalkan, aku yakin ibuku pasti senang.” Aku tetap berusaha sesantai mungkin, meski ada sedikit takut kalau mereka tahu gas sudah habis. Tidak ada bau gas, kalau mereka berpikir panjang, aku pasti ketahuan bohong.

“Jangan Luna, jangan nyalakan koreknya.” Mas Bayu sedikit memohon. Bagus! Aku suka mendengarnya takut.

“Mas, aku sudah tidak punya hasrat untuk hidup, apalagi setelah perbuatan kalian,” ucapku dengan meyakinkan.

Mila mencoba melangkah menjauh, tetapi aku segera menggerakkan korek api. Ia langsung diam saat tanganku mulai menyalakannya.

“Satu langkah kalian menjauh, akan aku nyalakan korek ini.” Aku berkata tegas dan membuat mereka terdiam.

“Kamu mau memotong lidah dan jariku? Ayo potong, Mila.”

Dia sama sekali tidak menjawab. Gunting di tangannya adalah sasaranku.

“Berikan gunting itu! Cepat!!”

Mila tetap diam dan tidak mau memberikannya.

“Oke, sepertinya lebih baik kita terbakar bersama.” Aku mencoba menyalakan korek api lagi dan lagi-lagi Mila menghentikanku.

“Tunggu! Tunggu Luna, ini.” Nafasnya besar, dan akhirnya Mila memberikan gunting kebun kepadaku.

Setelah gunting kebun berpindah ke tanganku, dengan cepat tanganku membalas tamparannya.

Plak! Plak!

Dua tamparan melayang ke pipi Mila.

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status