Share

4. ANCAMAN SANG IBLIS

last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-11 23:30:15

"Saya nggak ikut disuruh masuk juga bu?"

Suara yang tak asing di telinganya itu membuat Rina menoleh.

Benar saja, begitu dia menoleh, Rina melihat musuh besarnya berdiri persis di sebelah kanannya. Entah mengapa sedari tadi dia tak menyadari keberadaan pria yang paling dibencinya itu, yang ternyata begitu dekat dan sekarang malah menyeringai ke arahnya.

"Iya kamu juga! Yang lain... bubar semua! Bel pelajaran sudah bunyi kok masih bergerombol disini! Ayo masuk kelas semua!" hardik Bu Rahma dengan nada tegas.

Baru pertama kalinya seumur hidup Rina berada di ruang guru karena melakukan kesalahan, lain dengan Adit yang sudah langganan keluar masuk tempat itu karena berbagai masalah yang dibuatnya.

Begitu sampai di mejanya, Bu Rahma langsung memandang tajam ke arah kedua muridnya itu dan berkata, "Sekarang jelaskan ke ibu, kenapa bisa ada foto-foto seperti itu di mading kita? Kalian yang nempel itu semua?!"

"Enggak bu! Saya baru tau tadi waktu saya sampai bu," jawab Rina dengan panik.

"Trus kok bisa foto kalian disitu. Ngapain juga kalian berpose kayak gitu? Masih anak sekolah lho masak sudah berani berbuat begituan—di area sekolah lagi! Kalian mau mempermalukan sekolah ya?!"

"Itu foto yang motret Paul bu. Kemaren yang nyebarin ke teman-teman juga dia. Saya sudah bilang jangan, tapi tetep saja disebarin kayak gini! Tanya saja sama anaknya, bukti-buktinya juga masih ada di hpnya kok bu," aku Adit yang anehnya diutarakan dengan nada sopan.

"Lho... ngapain juga dia ngambil foto kalian trus disebarin gitu? Nggak ada kerjaan kah?!"

"Itu kemaren dia ngambil foto itu juga karena kebetulan hari itu hari jadian saya dan pacar saya ini, makanya dia inisiatif mau mengabadikan momen penting kami bu. Cuma saya nggak tau kalau foto itu malah dijadikan bercandaan kayak gini. Paul memang anaknya kalau bercanda suka kelewatan."

Penjelasan Adit itu sambil lalu saja terdengar di telinga Rina. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri yang panik memikirkan jalan keluar.

"Benar yang dibilang Adit itu, Rin?!" tanya Bu Rahma masih terlihat curiga dengan penjelasan Adit.

Masalahnya kedua muridnya tersebut terlalu bertolak belakang karakternya. Yang satunya suka dan bangga saat membuat masalah, yang satunya kebalikannya, sangat amat menghindari masalah sebisa mungkin.

"Apa bu? Yang mana maksudnya?" tanya Rina balik, bingung dengan apa yang dimaksud gurunya itu.

"Kamu nggak denger kata Adit tadi? Katanya Paul memang sengaja memotret kalian karna kalian baru aja jadian kemaren!"

"Ha? S-saya..." Adit langsung menginjak kaki Rina supaya cewek itu tidak mengungkapkan hal sebenarnya ke Bu Rahma.

"Diam saja kamu kalau nggak mau aku permalukan lebih lagi!" ancam Adit lirih ke telinga Rina.

"Beneran bu, banyak yang jadi saksi kok. Memang kami salah. Harusnya kami memang nggak melakukan HAL ITU di area sekolah. Tapi, waktu itu kami terbawa emosi, jadi akhirnya seperti ini. Kami janji pokoknya nggak akan mengulangi lagi kesalahan yang sama. Foto-foto itu juga nanti kami bersihkan dan buang langsung, bu!"

Rina melongo saja mendengar tiap kebohongan yang mengalir dengan mudahnya dari mulut musuhnya itu. Rina tak pernah melihat seseorang berbohong begitu alaminya dan tak terlihat tegang atau cemas sedikitpun.

Saat itulah dia menyadari betapa bahayanya musuhnya itu. Ditambah lagi ancamannya yang membuat bulu kuduknya berdiri tadi. Jelas baginya sekarang kalau Adit bisa mencelakai dirinya kapan saja dia mau, detik permintaannya tidak dipenuhi.

"Bagaimanapun saya nggak suka dengan apa yang kalian lakukan! Kalau saya biarin begitu saja bisa-bisa terulang lagi nanti. Menghukum kalian dengan membersihkan mading saja nggak cukup. Setiap pulang sekolah selama satu semester kalian harus ikut membersihkan dan merapikan buku-buku di perpustakaan. Trus saya nggak mau liat nilai merah di rapot kalian berdua semester ini. Itu artinya Adit, kamu juga nggak boleh seenaknya lagi main absen-absen terus atau kabur dari jam pelajaran seperti biasa. Satu pun dari hukuman itu tidak dilakukan dengan baik, kalian berdua saya skors! Mengerti?!"

"Tapi bu nilai Adit dari dulu memang selalu di bawah rata-rata, jadi nggak mungkin dengan waktu singkat bisa berubah!" protes Rina tiba-tiba karena merasa hukuman yang satu itu sangat nggak mungkin dilakukan. Hanya mujizatlah yang dapat mengubah nilai berantakan Adit jadi bagus.

"Ya kamu bantu dong. Ajari dia. Kamu kan pacarnya!" semprot bu Rahma menciutkan nyali Rina.

"Iya bu ada benarnya juga!" jawab Adit dengan nada serius, yang masih terdengar seperti olok-olok di telinga Rina.

"Ya uda beresin mading dulu sana, setelah itu langsung masuk ke kelas. Saya nggak mau lihat kalian lama-lama disini!"

.

Rina tahu dia lebih baik diam dan segera memunguti foto-foto mereka di mading. Nggak ada gunanya lagi protes dan membahas masalah ini lagi pada iblis tak berperasaan di sebelahnya.

"Kenapa tiba-tiba diam?" tanya Adit dengan ekspresi menyelidik.

"Bukannya kamu yang mengancamku tadi dan menyuruhku diam! Daripada aku mati konyol di tanganmu, lebih baik aku diam dan cepat-cepat menjauh."

Setelah mengatakan itu, Rina merobek-robek foto-foto itu dengan kesal dan membuangnya ke tempat sampah.

"Aku memang suruh kamu diam. Tapi yang nyuruh kamu menjauh itu siapa?! Kita baru jadian kemarin, masak uda mau jauh-jauhan?" goda Adit sambil menghalang-halangi Rina yang ingin pergi dari tempat itu.

"Denger ya... aku capek dengan permainanmu yang nggak jelas ini! Maumu apa sih? Uang kah? kalau memang iya, bilang aja berapa yang kau mau?"

Mata Adit tiba-tiba saja menyala garang. Dia berjalan ke arah Rina dengan begitu mengintimidasi.

"Simpan saja uangmu itu atau buang kalau kamu sudah bosan memilikinya. Sekali lagi aku dengar kamu pamer harta lagi di depanku, aku akan menciummu sekali lagi di depan banyak orang!"

"Trus maumu apa?! Aku nggak ngerti!" protes Rina kesal.

"Aku hanya mengajakmu pacaran. Apa susahnya sih itu untuk dimengerti?"

"Oke..." Rina menghembuskan nafas frustasi dan mencoba menenangkan diri. "Seingatku yaaaa... hanya dua orang yang saling menyukailah yang bisa berpacaran. Emang kita saling suka? Enggak kan! Makanya tolong berhenti mengatakan hal yang nggak masuk akal!"

"Masuk diakal kok. Kan kita kemaren sudah berciuman, di depan banyak orang lagi. Kalau kita nggak jadian, apa kata orang nanti?! Aku bisa dicap nggak bertanggung jawab," jelasnya dengan ekspresi yang terlihat serius.

"Ughhh... lupakan soal apa kata orang. Kamu nggak mengerti ucapanku tadi ya? Aku ini nggak suka sama kamu! Nggak suka! Bersamamu sebentar saja aku nggak nyaman, bagaimana aku bisa tahan menjalin hubungan sama kamu!" Nada frustasi Rina justru membuat Adit geli.

Dia menatap Rina dan berseru, "Nggak usah khawatir, nanti kamu pasti terbiasa. Kamu nggak ingat pepatah Jawa 'tresno jalaran soko kulino'? Suatu saat tanpa kamu sadari, kamu sudah jatuh cinta padaku!"

Terlihat mulut Rina komat kamit ingin memprotes, tapi Adit langsung menghentikannya dengan menggandeng tangannya tiba-tiba.

"Kamu kebanyakan protes, ntar malah ketinggalan pelajaran kita. Ayo cepat... kamu mau kita kena marah lagi?!"

Rina terkejut karna gerakan tiba-tiba itu, tapi dia menyerah dan membiarkan saja Adit menggandengnya dan menariknya masuk ke dalam kelas.

Dia sudah kehabisan kata-kata untuk memprotes makhluk aneh disampingnya, yang tak bisa dimengerti jalan pikirannya.

Pikirannya benar-benar buntu untuk menghindar dari tawaran-tak-masuk-akal musuhnya itu. Tapi Rina memutuskan untuk saat ini, lebih baik dia menurut saja dulu sambil mencari cara bagaimana bisa lepas dari cengkeraman iblis satu ini.

Semakin dia menurut, semakin semua ini cepat selesai, pikirnya.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   51. AKIBAT MENCUMBU PRIA LAIN

    Dengan tenang, Adit mengelap air yang disiramkan Rina ke wajahnya dengan tisu dan masih melanjutkan kata-katanya yang penuh duri. Dia tak tahu kenapa dia bersikap sekejam ini, yang jelas lidahnya tak mau berhenti untuk menyakiti wanita itu. Apalagi saat mengingat ekspresi jijik Rina kemarin saat dia baru saja membela kehormatannya."Melihat dari besarnya kemarahanmu, terlihat sekali kalau perkataanku ada benarnya. Jika tidak, mana mungkin kau terlihat seperti cacing kepanasan kayak gini!" serang Adit lagi.Rina menggigit bibirnya untuk menahan diri menjelaskan bahwa saat itu dia terlalu mabuk untuk membedakan antara Sam dan bosnya, sehingga kejadian yang memalukan itu terjadi.Kalau Adit tau yang sebenarnya, pria itu pasti akan mencercanya lagi dan memaksanya untuk mengakui perasaannya untuk bosnya itu. Kalau itu terjadi, Rina pasti akan habis-habisan dihina. Melihat dari sikap Adit dulu padanya waktu menjodohkannya pada Miss Betty, pria itu takkan memberinya ampun saat tau kalau just

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   50. EFEK DARI CEMBURU

    Adit memincingkan matanya saat sinar matahari pagi dengan kejamnya menyerang wajahnya tanpa henti. Dia mengangkat kepalanya dari bantal dan melihat ke sekeliling ruangan. Tapi gerakan itu justru membuat kepalanya pusing dan seperti sedang dihantam berkali-kali."Dimana kita? Kenapa kau tak mengantarkan aku ke rumah?" protesnya saat melihat Susan yang sedang berdiri di depan kaca besar dan memeriksa penampilannya."Kau pikir gampang memindahkanmu kemarin. Kau jatuh begitu saja di ruang pesta. Butuh sampai empat orang sampai bisa menggotongmu ke tempat ini. Lagipula pak Jimmy yang menyuruh, mana mungkin aku membantah!"Adit memijit keningnya yang terasa berdenyut-denyut dan bangkit dari tempat tidur untuk mengambil ponselnya. "Waduh celaka... Moza pasti nyariin aku semalaman! Diam dulu ya jangan sampai anakku tau kau ada di sini! Dia paling tak suka aku bergaul denganmu," seru Adit dan segera menghubungi ponsel Mbak Saroh. Dia bahkan tak menghiraukan wajah c

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   49. AMARAH ADIT

    Rina duduk dengan tegang. Firasatnya nggak enak. Seakan-akan ada berita buruk yang akan diterimanya. Bahkan teh dan beberapa kue yang dihidangkan di depannya, tak bisa menghilangkan perasaan terintimidasi yang dialaminya.  Tante Sam memandang Rina seksama dari atas kepala sampai bawah kakinya. Wanita tua itu seakan ingin mengetahui karakter Rina dari apa yang dikenakannya di tubuhnya. Baginya, calon pasangan hidup keponakannya pastilah nanti jadi bagian dari keluarganya juga. Jadi bagaimana pun juga, dia harus memperhatikan apakah calon istri keponakannya itu cocok bersanding dengan keponakannya atau tidak. Dari apa yang dilihatnya, dia suka dengan cara Rina membawa diri. Dia tidak terlihat urakan dan tidak juga terlihat kuno. Wanita itu bahkan bisa menjawab dengan baik pertanyaan apapun yang diajukan Jimmy kepadanya. Kesopanannya pun menjadi nilai tambah yang penting. Calon istri keponakannya itu terlihat terus menjaga sikap serta cara duduknya di depannya dan s

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   48. BIBIR YANG ASING

    Gedoran di pintu bilik toilet mengejutkan Adit dan membuatnya menengadah. “Lagi ada orang di dalam!” serunya dari dalam untuk memperingatkan. Tampaknya yang menggedor tadi mengerti dan pindah ke bilik sebelah.Celakanya, tanpa disadari Adit, Rina tiba-tiba membuka kunci pintu dan keluar begitu saja, masih dengan langkah yang terhuyung-huyung. Adit sontak langsung mengejarnya keluar. Untung saja tidak ada siapa-siapa di area wastafel waktu dia keluar dari bilik toilet.Rina yang masih terpengaruh oleh kejadian di toilet tadi, merasa kesal karena bibir Adit yang tiba-tiba menghilang dari hadapannya. Dengan bibir yang masih membengkak, Rina berjalan mencari apa yang diingininya. Karena pusing dia berjalan perlahan sambil memejamkan mata. Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba langkahnya terhenti karena baru saja menubruk badan seseorang. Dia meraba badan yang sedang ada di depannya. Dengan tak memikirkan tingkahnya yang sudah di luar batas, tangan Rina menang

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   47. TERPERANGKAP BERSAMAMU

    Sekujur badan Rina terasa bergetar karena terharu melihat banyaknya tepuk tangan para tamu pada saat dia selesai menunjukkan kemampuannya bermain piano. Sepuluh tahun lebih sudah dia kehilangan piano kesayangannya untuk membayar utang ayahnya. Jangankan memainkan tuts-tuts piano, menyentuh saja dia enggan setelah hari itu. Dia takut detik dia menyentuh piano, dia akan tergiur untuk bermain piano terus dan melupakan kalau dia harus menyibukkan diri untuk mencari nafkah daripada menghabiskan waktu untuk menghibur diri terus-menerus.Sam menggenggam tangan sahabatnya itu saat melihat wajah tak percaya diri Rina dan tangannya yang gemetaran. Dia mengaitkan tangan itu pada lengannya dan menuntunnya kembali ke arah meja minuman dan membiarkan wanita itu meminum dua gelas cairan yang berwarna hijau itu lagi.“Wow… anda mainnya bagus sekali! Kalau boleh saya tahu… apakah anda juga bisa mengajar piano ke anak kecil?” tanya seorang tamu wanita paruh baya yang tampaknya menga

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   46. WANITA BERGAUN MERAH

    Rina sebenarnya enggan diajak menemani Sam ke pesta ulang tahun suami dari tante sahabatnya itu. Dia tau betul pesta paman Sam pastilah besar dan akan didatangi banyak orang penting dan dari kalangan atas rata-rata semuanya.Tapi karena Sam terlihat sedih, Rina jadi tak bisa menolak. Apalagi saat ia mengeluh karna paman dan tantenya akan mengenalkannya dengan deretan wanita-wanita yang tak dikenalnya dan membuatnya kelelahan sepanjang pesta itu. Jika Rina ikut, setidaknya Sam bisa terlepas dari rutinitas dijodohkan sana sini oleh tante dan pamannya.Mendengar pengakuan sahabatnya itu dan juga ekspresi sedihnya yang cukup membuatnya iba, Rina akhirnya menyetujui permintaan Sam.Tanpa basa-basi, Sam langsung membawa Rina ke butik tantenya dan memilihkan gaun merah ketat yang dapat membalut tubuh Rina bagaikan kulit kedua dari bagian dada wanita itu sampai  ke bawah lutut. Gaun itu cukup berpotongan rendah dan mencetak bulatan bagian atas tubuh Rina

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   45. PERTEMUAN YANG TIDAK DIDUGA

    Adit gelisah luar biasa setelah kepergian Rina. Perasaannya nggak enak kali ini. Dia tak mengira PENGAGUM RAHASIA yang dimaksud Rina bisa setampan itu. Dia terlalu meremehkan pengasuhnya. Wanita itu rupanya cukup pandai menggaet pria yang cukup lumayan. Bisa dibilang pria seperti Sam itu digolongkan sebagai pria idaman wanita jaman sekarang.Adit tau dia juga tidak jelek. Tak sedikit juga wanita yang mengejar-ngejar dia. Tapi kali ini dia sadar, dia menemukan saingan yang seimbang yang dapat membahayakan posisinya di hati Rina.Dilihat dari cara pengasuhnya itu melihat Sam, Adit yakin tempat pria itu di mata Rina cukuplah spesial. Dan itulah yang membuatnya gusar. Dia baru saja merencanakan untuk mendekati Rina lagi dan entah kenapa si pengagum rahasia itu muncul dan mengacaukan semuanya. Gara-gara pria itu, Rina jadi memandangnya sebelah mata dan tampak kehilangan minat.Panik, Adit mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Rina. Dia ingin meluruskan te

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   44. DATANGNYA SI PENGAGUM RAHASIA

    Setiap kali melihat bunga pemberian pengagum rahasia 'terkutuk' itu, Adit menjadi kesal. Dia tau betul bunga itu dari seorang pria yang menaruh hati pada pengasuh anaknya. Kalau saja dia bisa mendekati bunga itu, dia pasti langsung membuangnya ke tempat sampah. Hanya saja, wanita keras kepala itu terus saja mengunci kamarnya dan tak sekalipun memperbolehkannya masuk.Berani benar si pengirim bunga itu, pikirnya. Tak hanya si pengirim itu berani menggoda pengasuhnya dengan seikat bunga, dia bahkan berani mengirimkannya ke rumah Adit. Yang jelas... Adit merasa si pengirim itu tak menghormatinya sebagai bos Rina dan pemilik rumah ini.Yang lebih membuat darahnya mendidih adalah puluhan bahkan ratusan kali pengasuhnya membicarakan bunga 'terkutuk' itu dan memamerkannya pada Moza. Dia masih tak mengerti mengapa wanita itu masih menyimpan bunga itu, walaupun sudah dua hari berlalu. Keadaan bunga itu juga tak sesegar dan seindah hari pertama, tapi dengan bahagianya Rina t

  • PERNIKAHAN DIBALUT KEBENCIAN   43. PENGAGUM RAHASIA

    Adit memegangi hidungnya yang berdarah gara-gara tinju kuat dari pengasuhnya. Dia tahu Rina tadi sudah memperingatkannya, tapi dia sebenarnya tak menyangka wanita itu akan benar-benar melakukannya. "Tuh kan pakkk... aduh darahnya jadi kemana-mana! Duduk dulu pak... biar saya ambilkan tisu." Rina menyambar tisu yang ada di meja, menggulungnya kecil dan memasukkannya ke lubang hidung Adit. Darah Adit yang jatuh ke lantai juga dibersihkannya menggunakan tisu. "Aku nggak ngerti... kenapa sih aku selalu jadi korban pukulanmu? Tidak bisakah kau bereaksi lebih lembut... lebih feminin gitu!" protes Adit sambil mendongakkan kepalanya ke belakang. "Jangan mendongak pak. Kepalanya tetap lurus aja!" sahut Rina sambil membetulkan kepala Adit. "Lagipula dari awal kan bapak sudah aku peringatkan! Salah bapak sendiri... nggak mendengarkan perkataan saya!" "Akh... sudahlah... susah ngomong sama kamu. Selalu aja nggak mau ngalah! Tolong ambilin teh dulu. Minum

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status