Share

PRS - 4

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2024-03-07 11:19:41

Setelah kurang lebih 2 jam dalam pesawat, aku akhirnya tiba di bandara. Kembali menaiki taksi online aku segera bertolak dari bandara untuk menuju rumah. Selama perjalanan pulang hatiku benar-benar kacau, pikiranku kalut dengan hati yang hampa dan kecewa bukan main.

Hanya lima belas menit dari Bandara, aku sampai di rumah. Aku menatap rumah di hadapanku saat ini. Rumah di balik pagar putih yang menjulang. Sebuah rumah berlantai 2 yang berdiri kokoh di atas tanah seluas 120 meter persegi. Rumah impianku bersama Mas Rafka. Rumah yang benar-benar kami bangun dari nol sekitar tujuh tahun yang lalu setelah lima tahun lamanya kami tinggal di sebuah kontrakan.

Selama perjalanan pulang, ponsel di dalam tas yang kupakai tak hentinya berdering. Namun sama sekali tidak membangkitkan niatku untuk sekedar melihatnya saja.

Hanya satu tujuanku, segera pulang dan bertemu dengan Mas Rafka. Namun setelah kini kakiku menginjak halaman depan rumahku sendiri, aku merasa terpaku.

Kakiku seakan tertancap ke tanah. Aku sendiri bahkan tidak sanggup meneruskan langkah. Aku merasa tidak mampu berhadapan dengan Mas Rafka.

Hatiku tak bisa berbohong. Aku memang mencintainya.

Dia cinta pertamaku. Kami bertemu dan menjalin kasih sejak duduk di bangku SMA. Putus nyambung lalu kembali bersama. Hubungan yang harus break saat Mas Rafka pindah dan tinggal di luar pulau saat kami kuliah. Tapi pada akhirnya, kami kembali bertemu dan akhirnya bersatu dalam pernikahan.

Air mataku kembali luruh. Pertahananku seakan kembali runtuh. Aku tidak sanggup rasanya. Aku masih berharap kenyataan yang ku dapat hari ini hanyalah mimpi. Aku masih berharap seseorang akan menepuk dengan keras kedua pipiku lalu membangunkanku dari tidur yang terlalu nyenyak hari ini. Atau menyiramku dengan air hingga aku terbangun dari mimpi buruk ini. Tapi sampai detik ini, semua terasa nyata karena memang inilah kenyataan yang harus kujalani.

Ini terlalu menyesakkan. Terlalu menyakitkan. Aku bahkan tidak pernah hanya membayangkannya saja.

Entah berapa lama aku berdiri di depan pagar rumahku yang tertutup rapat. Hingga akhirnya aku berani melangkahkan kaki melewati pagar rumahku.

Tanganku menggeret koper dengan erat. Kakiku terus melangkah melewati halaman, hingga sosok Mas Rafka kudapati tengah merawat taman kecilnya di halaman rumah ini. Taman kecil berisikan bunga mawar-mawar putih kesukaannya. Bunga yang sama dengan bunga yang tumbuh di halaman kecil rumah perempuan itu dan hal ini semakin membuat hatiku terkoyak.

Aku tertegun melihat Mas Rafka dengan pakaian santainya. Entah kenapa dia ada di rumah, padahal seharusnya dia berada di kantor yang bersebelahan dengan bangunan butik milikku. Pekerjaan sudah menunggunya saat kami masih berlibur di Surabaya, tapi entahlah, aku tidak peduli. Justru dengan dia ada di sini saat ini bukankah lebih mudah untuk aku mengungkap kebohongannya selama ini?

Aku masih terpaku. Terdiam memandangi sosok bertubuh tinggi tegap di taman sana yang begitu telaten merawat bunga-bunganya. Dia memang menyukai berkebun dan merawat bunga, hal yang sangat berbanding terbalik denganku.

Langkahku yang seharusnya lurus untuk menuju pintu rumah akhirnya berbelok. Aku akan berbicara langsung dan tak ingin menunda lagi kepada Mas Rafka. Meski hatiku telah hancur dan sekujur tubuhku terasa tak lagi menapak. Tapi aku tak ingin lebih lama bersama dengan pengkhianat seperti dirinya.

"Dek? Kamu sudah pulang?" Mas Rafka menyadari kehadiranku di belakangnya. Kedua tangannya nampak sedikit kotor oleh tanah.

Aku tak menjawab. Mendadak aku seperti bisu. Karena hati yang terlalu sakit, hingga rasanya bibirku ikut menjadi kelu untuk berbicara.

"Dek, kamu kenapa? Kenapa diam saja di sini? Mas sudah selesai memindahkan bunga karena potnya belah. Sekarang kita masuk," ajaknya dengan tangan yang telah bersih lalu merangkulku.

Buru-buru aku menepisnya. Mas Rafka terlonjak. Dapat kulihat raut wajahnya yang keheranan.

"Mas, ada salam buatmu," ucapku datar dengan tatapan mengarah pada rumput-rumput taman.

"Salam?" ulang Mas Rafka dengan nada heran.

"Iya Mas, salam rindu Untuk kamu dari Belfania!" ucapku tegas dan penuh penekanan saat mengucapkan nama gadis kecil berambut ikal itu.

"B-belfania?" Mas Rafka bahkan tergagap menyebut nama dari gadis kecil beriris coklat itu. Dia tidak dapat menyembunyikan raut keterkejutan di wajahnya saat aku menyebutkan nama anak kandung yang selama ini berhasil dia tutupi dariku.

"S-siapa Belfania, Dek?" tanyanya pura-pura tak kenal.

Membuatku mendecih dan satu bibirku terangkat. Namun akhirnya aku tertawa terbahak mendengar pertanyaan pura-puranya.

"Selain pandai berbohong kamu juga ternyata pandai bersandiwara Mas! Kamu tanya siapa? Bisa-bisanya kamu pura-pura tidak mengingatnya. Belfania anak kamu Mas! Anak kandung kamu!" tegasku pada Mas Rafka.

Kedua netranya melebar sempurna menatapku dan aku yakin dia pasti akan mati andaikan memiliki riwayat penyakit jantung. Dia pasti akan terkapar dan terkena serangan jantung saat tahu jika istri yang selama ini dibohongi akhirnya tahu kebusukannya

"Apa maksud kamu, Dek?" tanyanya terdengar memuakkan.

"Tidak usah berpura-pura lagi, Mas! Aku sudah tahu, aku bahkan telah bertemu dengan perempuan itu! Perempuan yang sudah berhasil membuat kamu mengkhianati pernikahan kita. Kalau memang selama ini kamu tidak bahagia bersamaku, kamu bisa mengembalikan aku pada Bang Elang, kakakku sebagai pengganti almarhum ayah. Kamu bisa mengakhiri pernikahanmu denganku, Mas. Lalu kamu bisa menikahi perempuan itu dan memiliki anak bersamanya, bukan dengan cara menduakan aku seperti ini. Kamu jahat! Kamu keterlaluan! 12 tahun aku bersama dengan kamu, kamu anggap pernikahan kita ini apa Mas? Kamu membohongi aku selama ini. Kamu bukan manusia kamu tidak memiliki hati!" Aku berteriak dan akhirnya tubuhku ambruk ke tanah yang ditumbuhi rumput tipis di taman ini. Aku tidak bisa lagi menahan tubuhku sendiri

Aku kemudian menceritakan saat anak kecil itu mengembalikan dompetku. Juga saat aku datang ke rumahnya yang mungil. Semuanya kuceritakan dan membuat wajah Mas Rafka seketika pias.

"Jangan sentuh aku, Mas!" teriakku kepada Mas Rafka yang tangannya sudah terulur hendak meraih pundakku. Namun aku merasa sudah tidak Sudi disentuh olehnya.

"Ceraikan aku, akhiri pernikahan ini! Aku yakin kamu masih ingat dengan perjanjian pernikahan kita Mas! Perjanjian yang kita tanda tangani dan kita sepakati dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun. Kamu ingat, 'kan perjanjian itu, Mas? Dan sekarang kamu yang melanggarnya. Artinya apa Mas? Semua harta jatuh ke tanganku. Semua usaha menjadi milikku. Tabungan, mobil, rumah dan seluruh isinya menjadi milikku. Kamu hanya akan pergi dengan dompet pribadimu dan pakaian yang melekat di tubuh."

"Sekarang jatuhkan talakmu dan pergi dari sini! Angkat kaki Karena aku tidak mau lagi bersama kamu. Anakmu Belfania dan Ibunya sudah menunggu kedatangan kamu. Mereka merindukan kamu. Pergi! Pergi!" hardikku dengan keras.

"Dek, kamu salah paham. Biarkan pas menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Mas Rafka yang juga telah terduduk di hadapanku.

Aku memberanikan diri menatap sepasang matanya. Sepasang manik mata mata yang selalu berhasil membuat dadaku berdebar. Tatapan yang selalu hangat dan penuh cinta setiap harinya dan menggetarkan hati. Aku menatapnya walau sebenarnya aku tidaklah kuat karena melihat mata itu. Aku masih merasakan getarannya, hanya saja kali ini getaran ini harus bercampur dengan rasa ngilu.

"Salah paham apa lagi Mas? Pergi! Pergi sana! Pergi! Temui anak dan istri kamu! Kamu tahu sendiri kan? Aku sangat membenci pengkhianatan. Aku benci!"

"Semua tidak seperti yang kamu pikirkan! Berikan mas waktu untuk menjelaskannya."

"Pergi! Pergi dari rumahku. Pergi dari hadapanku Mas! Pergi hanya dengan pakaian yang saat ini kamu pakai!" teriakku dengan keras.

"Dek ...."

"PERGI! Aku gak mau lihat kamu lagi, Mas. Pergi!" Aku kembali berteriak.

"Dek tolong jangan seperti ini!"

"Berhenti! Jangan berani lagi menyentuhku. Pergi kamu!" Aku berteriak sudah seperti orang kesetanan. Entahlah, rasanya sangat sakit dan aku tidak kuat.

Punggung tanganku sibuk menyeka kedua mataku yang berkaca. Tanggul air mataku tak boleh jebol di hadapan Mas Rafka. Maka dari itu aku ingin dia pergi dari sini secepatnya. Agar aku bisa menangis sendirian agar dia tak tahu bagaimana rapuhnya aku karena pengkhianatan ini.

Mas Rafka mengeluarkan dompet dari saku celana. Dia mengeluarkan kunci mobil dan kunci rumah. Serta beberapa kartu ATM yang kami buat bersama selama menikah.

"Kalau kamu ingin mas pergi, baik. Mas akan pergi. Mas minta maaf jika selama ini kamu merasa dibohongi. Mas minta maaf untuk hal yang akhirnya kami ketahui tetapi bukan dari mas sendiri. Jika kamu memang sudah bertemu dengan Belfania dan juga Purnama, kamu pasti sudah melihat mereka langsung. Mas cuma ingin memastikan dan juga bertanya pada kamu, Dek. Kamu perhatikan Belfania baik-baik, kamu pastikan, apa anak kecil itu, mirip dengan Mas?"

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Siska
makannya hati hati jangan sebarang
goodnovel comment avatar
Nunyelis
ya salahmu sendiri nikah gk mw punya anak......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PERNIKAHAN RAHASIA SUAMIKU    S2 - BAB 26

    "Kenapa, Dek?" Mas Rafka datang menyusul. Suaranya pun terdengar khawatir karena aku memang berteriak memanggilnya tadi.Aku menggeleng dengan air mata yang sudah berjatuhan. Tanganku terulur menunduk pada Bang Elang yang berada di atas tempat tidurnya. Tidak mampu untuk bersuara, hanya bisa menunjuk sambil terus menangis. Berharap apa yang kulihat, hanya sebuah mimpi buruk saja.Mas Rafka sudah mendekat dan berdiri di samping kasur., sedangkan aku terduduk di depan lemari. Kulihat Mas Rafka memeriksa kondisi Bang Elang. Mulai dari menempatkan jarinya di ujung hidung Bang Elang. Memeriksa denyut pada lehernya, kemudian pergelangan tangan.Terlihat suamiku itu menggeleng sembari menghela napas. Kemudian mengambil cermin kecil dari selama laci nakas. Menempelkan pada wajah terutama bagian hidung Bang Elang beberapa saat. Lalu menariknya dan mengangkat ke atas."Innalilahi wa Inna ilaihi rooji'un ... tidak ada jejak napas, artinya bang Elang sudah tiada," ucap Mas Rafka sembari mengusap

  • PERNIKAHAN RAHASIA SUAMIKU    S2 - BAB 25

    POV Fanisa 💞💞💞Seratus hari berlalu sejak meninggalnya Purnama, kesedihan dan kehampaan atas kepergiannya kian terasa. Apalagi sore tadi, baru saja selesai acara pengajian memperingati seratus harinya. Luka ini kian dalam terasa. Mengingatkan pada sosok Purnama yang begitu shalehah semasa hidup. Benar-benar perhiasan dunia yang dimiliki Bang Elang.Tidak ada yang baik-baik saja usia kepergiannya hari itu. Kepergian yang dirasa mendadak dan begitu tiba-tiba, karena Bang Elang mengatakan bahwa perempuan jelita itu sudah sembuh dari sakit yang pernah diderita. Tapi ternyata, kematian itu benar-benar sebuah rahasia yang paling dekat pada setiap makhluk yang bernyawa.Hari-hari setelah Purnama tiada, kami semua merasa benar-benar terpuruk. Aku dan Belfania seperti kehilangan gairah hidup. Kami sangat bersedih tetapi Mas Rafka mampu menguatkan dan menghibur kamu.Sementara Bang Elang, bahkan hingga hari ini, dia tidak lagi seperti Abang yang kukenal. Dia tidka banyak bicara padaku dan M

  • PERNIKAHAN RAHASIA SUAMIKU    S2 - BAB 24

    Bersama linangan airmata, aku memetik mawar-mawar indah yang bermekaran pagi hari ini. Mawar yang mekar sempurna dan begitu cantik ini tidak bisa dilihat lagi oleh Purnama. Mawar-mawar ini justru akan mengantarnya ke pemakaman."Bang, kita harus segera ke makam." Rafka merangkul pundakku.Aku pun hanya bisa mengangguk. Kelopak mawar sudah selesai aku kumpulkan meski hanya dalam kresek. Gegas aku masuk ke dalam rumah dan keranda mayat sudah siap untuk diangkat.Hatiku hancur dan air mata tak hentinya luruh membasahi wajahku."Kalau Abang tidak sanggup, biar aku dan remaja mesjid saja yang menggotong kerandanya, Bang." Rafka kembali berucap.Namun aku cepat-cepat menggeleng. "Jangan, Raf. Biar abang saja." Aku pun melangkah gontai mendekati keranda. Mengumpulkan segenap kekuatan untuk turut serta menggotong keranda berisikan jasad istriku.Purnama wafat. Dia menghembuskan napas terakhir saat sedang bersujud. Setelah aku memanggil d

  • PERNIKAHAN RAHASIA SUAMIKU    S2 - BAB 23

    Dua Minggu berlalu, masa penyembuhan pasca operasi yang dilakukan Purnama terbilang cepat. Perempuan berstatus istriku itu sekarang sudah bisa beraktifitas di rumah walau terbatas. Bukan, bukan terbatas. Tetapi aku lah yang membatasi. Andai tidak kucegah, Purnama tidak lah mau diam.Seperti pagi ini, karena pekerjaan rumah sudah selesai kukerjakan, Purnama pasti berada di halaman. Merawat mawar-mawar yang sempat layu dan kering karena tak tersentuh olehku. Hingga kini, tanaman-tanaman itu mulai segar kembali."Kasihan, bunga-bunga ini hampir mati. Pasti kamu tidak merawatnya 'kan?" ucap Purnama yang sedang membongkar satu tanaman dalam pot berukuran kecil.Aku yang berdiri di sampingnya tak ayal mengangguk. "Bagaimana lagi? Kamu lebih penting dari sekedar bunga-bunga ini," jawabku cepat.Hanya helaan napas yang terdengar dari Purnama. Tangannya masih sibuk dengan tanaman yang sudah kering kerontang karena telah mati itu. Hingga satu pot sudah kos

  • PERNIKAHAN RAHASIA SUAMIKU    S2 - BAB 22

    Lampu ruangan operasi menyala. Artinya, sebuah tindakan sedang berlangsung di dalam sana. Setelah tiga hari menunggu, operasi Purnama pun dijadwalkan malam ini. Setelah sebelumnya menjalani puasa selama delapan jam, kini Purnama menjalani operasi yang sudah kami sepakati.Fanisa menemaniku. Duduk di samping kananku mengisi ruang tunggu. Sedangkan Rafka, harus menemani Belfania dalam pagelaran seni yang diikutinya.Detik demi detik berlalu, dan tindakan operasi belum juga selesai. Hatiku rasanya tak karuan selama menunggu. Fanisa berulangkali menepuk pahaku, karena aku tak bisa diam. Terus menggerakkan kaki sebagai luapan rasa gelisahku."Abang mau ke mushola. Kamu jaga di sini, ya?" ucapku seraya berdiri dengan cepat."Iya, Bang."Aku pun melangkah pergi. Menuju mushola yang terpisah dengan gedung rumah sakit tetapi masih satu area. Mengambil wudhu, cepat-cepat aku menunaikan shalat hajat. Zikir dan wirid tak henti kulafalkan seiring deng

  • PERNIKAHAN RAHASIA SUAMIKU    S2 - BAB 21

    Hari demi hari aku lalui bersama Purnama. Hingga berganti bulan dan aku dengan setia menemani berikhtiar untuk mencapai kesembuhannya. Namun, sudah hampir enam bulan kami jalani, kondisi Purnama tidak kunjung membaik. Bobot tubuhnya justru kian menyusut. Badannya yang mungil makin terlihat kurus. Pasca kemo, helaian demi helaian rambutnya berjatuhan. Rambutnya yang pendek, kian tipis saja sekarang. Satu bulan terakhir, ia bahkan harus memakai kursi roda saat berada di rumah. Akan tetapi, belum ada tanda-tanda akan kesembuhannya.Hari ini, pemeriksaan kembali dilakukan. Aku dan Purnama berada di ruangan dokter untuk mengetahui hasil pemeriksaannya."Jaringan kankernya semakin meluas. Kemo yang dilakukan tidak begitu efektif, karena sejak penyakit ini diketahui, sudah masuk stadium empat yang artinya sudah cukup parah," jelas sang dokter membuat hati ini rasanya tercabik-cabik."Kalau operasi bagaimana, Dok?" tanyaku lemas.Dokter berkacamata di ha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status