Di sebuah ruangan rumah sakit tampak seorang perempuan terbaring lemah di sana, terdapat seorang laki-laki yang duduk di sebelah perempuan itu terbaring. Perempuan itu bernama Sera, setelah kejadian kemarin Sera langsung dilarikan ke rumah sakit. Sampai pada akhirnya laki-laki itu terkejut melihat pergerakan tangan Sera.
Sementara Sera mengerjapkan matanya perlatan, mata sayunya melihat ke segala arah. Ia melihat seorang laki-laki berdiri di sebelahnya, tapi dia bukan Arsya. Dia laki-laki yang menyelematkan dirinya dan Arsya dari ledakan di rumah itu. Ia mencoba untuk duduk, ia bersender di sisi ranjang dibantu oleh laki-laki itu.
"Di mana Arsya?" tanya Sera dengan suara pelan, sebab tenggorokannya terasa sakit.
"Dia baik-baik saja, bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik-baik saja, siapa namamu?" tanya Sera kemudian.
"Ragil, kau pasti mengenalku bukan? Aku dulu p
Sera sudah berada di ruang rawat Arsya, agaknya suaminya itu masih saja memejamkan mata dengan jarum infus tertancap di punggung tangannya. Ragil mengarahkan kursi roda ke samping tempat tidur Arsya, dia langsung pamit meninggalkan Sera dan Arsya.Arsya tak memakai baju, selimutnya berada di bawah leher. Satu tangan di keluarkan, sedangkan satu tangannya lagi berada di dalam selimut. Terdengar juga suara EKG yang membuat keheningan ruangan ini terganggu. Sera benar-benar khawatir dengan keadaan Arsya, bibir dia pucat dan badannya sedikit dingin."Kamu kapan bangun? Aku udah tau siapa orang yang selalu kasih kita petunjuk waktu awal-awal kita melakukan misi, dia orang baik," ucap Sera mencoba untuk berkomunikasi dengan Arsya."Ayo kita temui dia bersama-sama, kita ucapkan terima kasih. Karena dia misi kita berhasil sampai detik ini," imbuh Sera.Ia mengelus jemari Arsya. "Ayo b
Malam harinya di ruang rawat Sera dan Arsya susana sangat sepi, mereka diperbolehkan untuk berada dalam satu ruangan yang sama. Ragil pamit pergi semenjak 4 jam yang lalu dan belum kembali hingga sekarang. Posisi Arsya sedikit duduk, sebab ia menaikan ranjangnya. Sedangkan di ranjang sampingnya terdapat Sera yang tengah tertidur.Tiba-tiba pintu ruang rawat nya dibuka oleh seseorang, Arsya melihat siapa yang baru saja masuk. Bundanya? Ya, ia tak salah lagi itu Reta. Detik itu juga Reta memeluk dirinya, Arsya tak bisa menyembunyikan senyumannya melihat keberadaan Reta di sini. Bahkan air matanya menetes saat mengetahui Reta baik-baik saja."Ini beneran bunda' kan?" tanya Arsya memastikan."Ini bunda sayang," balas Reta sembari mengangguk."Bunda enggak apa-apa? Bunda baik-baik aja' kan?" tanya Arsya lagi."Bunda baik-baik aja. Tapi tidak dengan ayah k
Keesokan harinya, Ragil dan Gutomo dalam perjalanan menuju ruang rawat Sera dan Arsya. Mereka berjalan dengan di iringi oleh beberapa bodyguard milik Gutomo, untung saja orang-orang di sini tak melihat aneh ke arah mereka berdua. Sebab di sini hal biasa melihat orang penting di jaga dengan bodyguard dalam jumlah yang banyak.Sampai akhirnya mereka sampai di depan ruang rawat Arsya dan Sera, Ragil membuka pintu dan ia pun bersama dengan Gutomo. Sementara bodyguard berada di luar bersama dengan bodyguard Giory dan Louwen. Entah dari kapan mereka semua datang ke sini, tapi itu bagus untuk menjaga keamanan Sera dan Arsya."Ragil?" ujar Sera dari dalam saat melihat Ragil berjalan masuk bersama dengan seorang laki-laki yang sangat asing di matanya."Gimana kabar kalian?" tanya Ragil sembari meletakkan buah tangan yang ia bawa tadi ke atas nakas."Baik," jawab Arsya dan Sera bersamaa
Kini Reta dan Gutomo berada di taman rumah sakit, hanya berdua saja. Arsya, Sera, dan Ragil berada di ruang rawat yang tadi. Setelah berkata kepada Arsya dan yang lain bahwa mereka saling kenal, Reta mengajak Gutomo untuk berbicara hal yang sangat penting. Itu pun mereka bisa berduaan karena mendapatkan ijin dari Arsya.Awalnya Arsya tak memperbolehkan mereka pergi keluar, tapi Reta membujuk Arsya dengan berbagai macam cara agar Arsya mengizinkan mereka. Ia tau jika Arsya takut terjadi apa-apa dengan dirinya, apalagi ini luar negeri dan musuh masih berkeliaran. Terhitung sudah 5 menit ia dan Gutomo duduk berdua di sini, melihat orang-orang berlalu lalang sembari mendorong kursi roda yang berisi pasien."Kamu mengenal Arsya dari mana?" tanya Reta."Dia anakmu, mana mungkin aku tak tau," jawab Gutomo."Tapi sepertinya kalian tadi sudah dekat, sedangkan aku baru melihat kau
3 hari kemudian Arsya dan Sera sudah diperbolehkan pulang, sebenarnya hanya Sera yang diperbolehkan. Namun Arsya tetap kekeh ingin pulang, dan akhirnya diijinkan oleh dokter. Arsya pun harus beristirahat agar lukanya cepat kering, dan sekarang ia dan Sera berada di dalam pesawat.Gutomo dan Ragil pun ikut satu pesawat dengan mereka, Reta pun duduk bersama dengan Gutomo dan Ragil duduk di belakang. Intinya Sera dan Arsya duduk bersama, di pesawat ini pun hanya ada mereka tak ada lagi penumpang asing. Penerbangan kali ini Gutomo lah yang mengurus semua dari awal."Setelah ini kita akan tinggal di mana?" tanya Sera."Di apartemen aja, jangan kembali ke mansion. Takutnya mafia itu kembali lagi," balas Arsya."Semoga aja semua ini segera berakhir, aku capek banget. Lagi pula kita udah tau semuanya yang belum terkuak sudah kita ketahui," ucap Sera."Aku pu
Tak terasa Sera dan Arsya sudah sampai setelah perjalanan jauh mereka untuk kembali pulang ke dalam negeri. Kini mereka turun dari bandara dan berjalan menuju mobil jemputan, mereka semua memakai pakaian serba tertutup dan berjalan depan belakang.Untung saja Arsya sudah bisa berjalan seperti orang pada umumnya, hanya saja Sera masih sedikit kesakitan jika digunakan untuk berjalan terlalu lama. Sampai akhirnya mereka masuk ke dalam mobil, Arsya dan Sera duduk bersama sedangkan Ragil duduk di sebelah supir. Reta dan Gutomo menaiki mobil di belakang."Kalian mau ke mana terlebih dahulu? Atau istirahat di apartemen saja?" tawar Ragil."Bunda sama Om Gutomo mau ke mana dulu?" tanya Arsya."Mereka langsung datang ke tempat kejadian untuk melihat perkembangannya," jawab Ragil."Kita ikut mereka saja," jawab Arsya."Jangan, kau ha
Sementara Reta dan Gutomo berada di tempat kejadian di mana bom itu meledak. Dari kejauhan mereka melihat orang-orang meminggirkan puing-puing bangunan, ada juga yang menggotong korban yang baru di temukan. Jika melihat ini membuat Reta ingin menangis, tanah yang luas ini hanya diisi dengan puing-puing bangunan saja.Gutomo berdiri di samping Reta, matahari yang menyilaukan ini membuat ia menyipitkan mata. Semua orang ke sana kemari, petugas medis berada di sudut untuk memberikan pertolongan pertama kepada korban. Banyak sekali orang yang terjebak di sana, belum lagi bodyguard keluarga Giory dan anggota 2 mafia sekaligus."Aku ingin mencari keberadaan Alif," ucap Reta."Jangan ke sana, bahaya," cegah Gutomo."Mereka tak menemukan Alif, dia kesakitan kalau tak segera diselamatkan," ujar Reta."Puing-puing itu bisa saja jatuh ke bawah, biarlah mereka y
Sera berada di dalam rumah sakit, ia menemani Lia yang seorang diri berada di ruang rawat Robet. Arsya tak ikut dengan dirinya, sebab dia harus istirahat. Robet koma dan entah kapan dia bisa bangun dari masa komanya. Sera dan Lia duduk di sofa yang letaknya cukup jauh dari ranjang Robet.Ingin sekali Sera memangis melihat keadaan Robet, tapi ia harus menguatkan Lia. Dokter berkata bahwa besar kemungkinan Robet tak akan bangun, dan itu membuat mereka berdua merasa dwon dan putus asa. Sera tak mau merasakan yang namanya kehilangan lagi. Ia masih ingin menikmati waktu bersama dengan kedua orang tua kandungnya."Sera, papa kamu pasti sembuh' kan?" tanya Lia dengan suara parau."Pasti ma, papa akan bangun sebentar lagi," ucap Sera dengan nada yakin."Mama tenang, jangan menangis lagi. Sera enggak kuat kalau ngeliat mama nangis," ucap Sera.Lia mengangguk