Sera sudah sampai di apartemen, perempuan itu tergesa-gesa masuk kedalam lift dan dengan cepat menekan tombol lantainya. Kini ia sudah berada didepan pintu, lantas ia membukanya dan langsung masuk kedalam. Pemandangan pertama yang ia lihat ialah Arsya yang tidur selonjoran disofa.
Namun yang menjadi perhatian Sera ialah wajah Arsya yang memar dan juga telapak kaki lelaki itu yang diperban. Lantas Sera mendekati dan berjongkok disamping Arsya yang saat ini tengah memejamkan matanya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Arsya? Apakah dugaannya benar jika dia berkelahi dengan Abimanyu dan Hesa?.
"Arsya?" panggil Sera pelan.
Seketika mata lelaki itu mengerjap pelan, dilihatnya wajah sang istri yang lumayan dekat dengannya. Dengan segera Arsya meraih tangan Sera dan menggengamnya lalu ia taruh didadanya.
"Mengapa bisa seperti ini?" tanya Sera dengan nada lirih.
Pagi harinya Sera terbangun pukul 3 pagi dikarenakan ia merasakan suhu tubuh Arsya yang terasa panas. Lantas ia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dan merubah posisinya menjadi duduk. Ditempelkannya telapak tangannya keatas kepala Arsya.Panas! Satu kata yang menggambarkan kondisi Arsya sekarang. Lelaki itu juga nampak bergerak gelisah dalam tidurnya. Sera menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya, apa yang harus ia lakukan sekarang?. Dirinya baru pertama kali melihat Arsya demam seperti ini."Arsya?" Sera mencoba membangunkan Arsya."Ser, dingin." Racau Arsya dengan masih memejamkan matanya.Langsung saja Sera memeluk tubuh Arsya dan menenggelamkan badan mereka kedalam selimut. Sera merasakan jika Arsya memeluk erat perutnya, kini posisinya menyender dibelakang dengan tangan menahan tubuh Arsya yang berada di sampingnya. Sera juga mengelus rambut lelaki itu yang sed
Sera berada dibangku taman, setelah perdebatan tadi ia memutuskan untuk pergi kesini. Pikirannya kacau, mengapa ia harus menanggung beban seperti ini?. Dirinya lelah sangat lelah, ia tak membayangkan jika tak ada Arsya yang terus menyemangatinya bisa-bisa dirinya nyerah detik itu juga.Tiba-tiba ada seorang lelaki yang duduk disebelahnya, dengan segera Sera menoleh kesamping. Siapa dia? Ia tak mengenalnya. Sera memalingkan wajahnya, mengapa orang ini bisa duduk disebalahnya. Sera ingin pergi namun ia sangat malas jika harus berdiri dan berjalan lagi."Perkenalkan, namaku Panji Bramantyo."Sera menoleh, mengapa lelaki dihadapannya ini berbicara. Sepertinya dia lebih tua darinya, Sera tetap diam sembari mengamati lelaki itu dari atas sampai bawah. Sepertinya dia orang berada, terbukti dari kemeja yang dia pakai. Namun Sera kaget disaat tangan lelaki itu melambai-lambai didepan wajahnya.
Arsya memejamkan matanya dikasur kamarnya. Beberapa menit yang lalu ada dokter datang memeriksa dirinya, dan mengatakan kalau beberapa jam kedepan demamnya akak turun. Saat ini Reta mengelus rambutnya, entah mengapa Arsya tak bisa tidur. Matanya memang terpejam namun pikirannya berkelana ke mana-mana.Bahkan dirinya sudah menelan beberapa obat-obatan namun tak kunjung membuat dirinya tertidur. Biasanya ia akan cepat tertidur ketika merasakan elusan dari tangan Reta ditangannya.Tak lama pintu terbuka, masuklah Zeta dengan nafas memburu menghampiri Reta yang tengah duduk. Sepertinya perempuan itu berlari menuju kesini."Arsya gimana Bun?" tanya Sera dengan suara pelan."Masih demam," jawab Reta lesu lalu dirinya berdiri."Kamu jagain Arsya yah. Bunda mau keluar nemuin kakek Arsya," ucap Reta, Sera mengangguk saja. Setelah kepergian Reta, Sera duduk di
Diruang keluarga mansion Louwen terdapat Rama, Citra dan juga Liora. Setelah kejadian tadi dengan Sera Rama memutuskan untuk langsung pulang karena tak fokus bekerja. Sekarang Rama tengah menceritakan kejadian tadi kepada istrinya dan juga Liora.Semenjak Liora pindah kesini ia dan istrinya semakin dekat dengan anak itu. Menurut mereka Liora orangnya penurut dan mereka suka. Liora duduk disebelah Citra sembari memakan camilan yang Citra buatkan, seperti seorang ratu dia sekarang."Sera ngak bersyukur, padahal dia udah dikasih kenikmatan seperti ini." Liora berujar dengan nada polosnya."Sekarang dia semakin membantah," ujar Rama tak habis pikir.Citra mengelus bahu suaminya, "Sabar aja, Sera pasti lagi capek.""Bukan satu kali atau dua kali, sering sekali pekerjaannya Arsya yang mengambil alih. Bisa saja sewaktu-waktu Arsya menyabotase pekerjaan Sera!" uja
Keesokan harinya....Kini Arsya dan Sera berada di taman, beberapa menit yang lalu mereka sehabis meeting dengan beberapa kliennya. Aslinya itu klien Arsya, namun Sera ingin ikut dengan lelaki itu. Sekarang mereka duduk, Arsya melonggarkan satu kancing kemejanya. Sedangkan Sera membawa jas Arsya yang lelaki itu lepaskan tadi."Mengapa orang yang selalu memberikan kita infomrmasi tiba-tiba menghilang?" tanya Sera, memang benar! Selama beberapa hari terakhir mereka tak dapat informasi tentang keluarga mereka dari orang itu."Mungkin dia membiarkan kita beristirahat sejenak," jawab Arsya. Lelaki itu juga tak tau mengapa tak ada petunjuk yang mereka dapat lagi."Kemarin papa memarahiku, dia tak membolehkan pekerjaanku kau ambil alih," ujar Sera.Arsya menoleh, "Mengapa?" tanyanya.Lantas Sera menceritakan pertemuannya dengan Ra
Arsya dan Sera masuk kedalam dengan langkah pasti. Seketika bau harum yang sulit digambarkan masuk kedalam indra penciuman mereka. Mereka berjalan di belakang Rian, mansion ini sangat besar dan juga terdapat beberapa kepala tengkorak yang menempel didinding. Bulu kuduk mereka merinding, suasana gelap hanya ada penerangan dari lampu berwarna kuning dan merah."Jangan mengajak kami jalan terus menerus! Istriku kecapean!" ujar Arsya setengah sebal.Rian berhenti dan berbalik badan lalu dia tertawa kecil, "Baiklah, sekarang ikuti saya," ujarnya lalu berjalan kesampean dan menekan tombol yang tertempel didinding.Seketika tembok itu bergeser menjadi dua bagian, terpampang lah ruangan didalam sana. Langsung saja mereka masuk kedalam dan tembok itu tertutup kembali. Arsya mengamati ruangan ini, terdapat meja panjang lengkap dengan kursinya. Arsya menarik salah satu kursi dan menyuruhnya Sera untuk duduk. Lalu
Sera dan Arsya berada di rooftop kantor. Mereka melihat gedung-gedung tinggi yang berjejer dengan rapi. Cuacanya agak mendung namun anginnya tetap kencang hingga membuat rambut Sera berantakan. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada disana. Tenang saja, mereka tak berada di pinggir."Disini sejuk sekali," celetuk Sera."Bagimana kalau kita turun? Sepertinya akan turun hujan," usul Arsya. Mereka berada disini sejak setengah jam yang lalu."Sebentar saja," ucap Sera. Disini terlalu menyenangkan dan menenangkan jadi ia sangat betah jika harus berlama-lama disini.Tiba-tiba saja Citra dan Rama datang dan membuat Sera dan Arsya langsung berdiri. Sera menatap mamanya, apa yang membuat mamanya berada disini dan sepertinya mamanya tengah marah sekarang namun sebab apa?."Ada apa ma?" tanya Sera mencoba bersikap tenang."Apa mam
Dihutan belakang mansion terdapat Rian dan Hesa yang tengah bertengkar, Arsya dan Sera tetap melihatnya dari balik pohon. Mereka bingung apa yang sebenarnya kedua orang itu perdebatkan. Rian dan Hesa saling pukul hingga menimbulkan suara nyaring."Ada sebenarnya?" tanya Sera, dan mengapa mereka bisa berada disini."Lebih baik kita kesana," ucap Arsya ingin berjalan kedepan namun tangannya ditarik oleh Sera."Bahaya Arsya!" peringat Sera."Ngak apa-apa," ucap Arsya lalu pergi berjalan kedepan.Sera membuang nafas sebal, tak urung dirinya juga mengikuti Arsya dari belakang. Seketika dua orang yang bertengkar tadi berhenti dan melihat kearah Arsya. Sedangkan yang dilihat hanya diam sembari bersedekap dada, bahkan ia juga merangkul pundak Sera."Mengapa kalian bertengkar disini?" tanya Arsya dengan nada santai.&nb