Share

Doa Delia

Author: Srirama Adafi
last update Last Updated: 2022-10-17 14:29:57

"Delia tadi sama Ayah habis jalan-jalan kemana?" korekku. Sungguh aroma parfum ini sangat menggangguku.

Delia tak langsung menjawab. Dia menatapku sejenak kemudian menunduk. "Cuma keliling kota aja kok, Nda."

"Oh, enggak minta sesuatu nih sama Ayah?" Aku menengok sekilas ke arah Delia kemudian fokus lagi ke jalanan. Aku benar-benar merasa ada yang lain pada Delia. Anak itu menatap keluar jendela tak seperti biasa.

"Kan sudah belanja sama Bunda."

"Oh iya, nanti mau makan malam sama apa, Sayang?"

"Apapun, Nda. Yang penting masakan Bunda. Delia kangen masakan Bunda."

"Oh ya?" Aku terkejut dengan jawaban Delia. Padahal dulu dia sering komentar kalau masakanku tidak enak. Kemanisan lah, kurang gurih lah. Kemudian dibandingkan dengan cewek tak tahu diri itu. Itu sebabnya selama ini aku jarang sekali memasak. Aku lebih suka beli. Apa mungkin sekarang Delia sudah lebih dewasa sehingga tahu bagaimana menjaga perasaan Bundanya? 

"Katanya masakan Bunda enggak enak?" candaku.

"Tapi kan Bundaku, jadi apapun rasanya tetap paling enak kok, Nda." Kali ini bibir tipisnya tersenyum simpul sembari memandangku yang fokus menyetir.

"Ih gadis Bunda sudah pintar merayu ya sekarang?" ucapku sambil mengacak-acak puncak kepalanya.

"Hehehehehehe. Delia sayang banget sama Bunda. Bunda enggak akan tergantikan selamanya."

"Ooowh, Sayaaang. Bunda jadi pingin nangis nih. Makasih ya? Delia juga segalanya buat Bunda. Apapun akan Bunda lakuin buat kamu, Sayang."

.

Setelah solat mahrib berjamaah dengan Delia, kami ke dapur bersama. Menyiapkan makanan untuk makan malam kami. Delia tak meminta makanan yang sulit-sulit karena tahu Bundanya tak pandai memasak. Dia hanya minta udang goreng tepung terus dicocol sama saus.

Sambil bercanda kami menggoreng udangnya. Rasanya ini luar biasa. Sebelumnya kami jarang sekali menghabiskan waktu seperti ini. Aku terlalu sibuk dengan toko dan pekerjaan sekolah. Sehingga tak banyak waktu kuhabiskan bersama Delia. Aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Aku benar-benar tak rela kebahagiaan ini berakhir.

"Bunda kalau Delia enggak di rumah pasti enggak pernah masak, kan?"

"Ih kok tahu sih, Sayang? Hehehehehehe."

"Tahu dong, tuh liat tubuh Bunda sekarang kurusan gitu."

"Eh jangan salah, Bunda lagi program diet tahu? Besok kita ke salon sama-sama ya, Del?"

"Hahahahahaha! Sejak kapan Bunda mikirin diet?"

"Ye jangan salah ya! Nih Bunda sekarang tinggal 55kg. Usia boleh tua tapi penampilan harus tetap dijaga dong."

Kami tertawa bersama. Hatiku rasanya hangat sekali.

"Betul, Nda. Delia dukung. Bunda enggak boleh cuma mikirin kerjaan aja, tapi Bunda juga harus mikirin diri Bunda juga. Delia mau Bunda jadi orang yang paling bahagia."

"Owh owh owh, terima kasih, Gadis Bunda." Kami berpelukan sambil tertawa. Gemas kucubit pipi Delia yang tak secubi dulu.

"Ah Bunda, nanti Delia jadi tembem nih!" Putriku pura-pura merajuk.

"Tetap paling cantik kok, no problemo!"

"Hehehehehehehe."

"Nda, kok bau gosong?"

"Aaah iya, udang kita!" seruku.

"Hahahahahaha hangus deh!"

"Yaaah!" 

"Wah seru banget sampai Ayah salam enggak ada yang jawab!" Tiba-tiba Mas Ilham muncul di dapur.

"Ini, Yah. Hahahahahaha. Bunda goreng udang gosong, Yah. Hahahahahaha." Delia terbahak melihat udah gorengnya berubah warna menjadi hitam.

"Hahahahahaha, kok bisa sih?"

"Delia tuh ngajak bercanda muluk. Gosong kan jadinya." Tak kusangka aku bisa kembali merajuk manja di depan Mas Ilham.

"Enggak apa-apa kok, tenang aja! Ayah sudah bawain sate kambing nih." Mas Ilham mendekat dan menyerahkan bungkusan sate padaku.

"Yee! Enggak jadi gagal makan nih," seru Delia.

"Kok telat, Yah?" Pertanyaan wajibku sejak penghianatan itu saat Mas Ilham pulang sedikit saja molor dari waktu seharusnya.

"Tadi antri satenya, Nda. Kan Bunda tahu sendiri ramenya warung sate langganan Bunda."

"Biasanya kan bisa wa dulu terus pas pulang tinggal ambil." Aku masih saja curiga sama apapun jawaban Mas Ilham.

"Enggak kepikiran tadi, Sayang. Pas di jalan baru kepikiran buat beli sate. Sekalian beli buat Toni juga tadi."

"Udah langsung pulang dia?"

"Iya, cuma antar sampai gerbang aja. Ya sudah Ayah mandi dulu, ya?"

Cup.

Mas Ilham mengecup keningku.

"Apaan sih, ada Delia tuh!" protesku.

Delia menunduk menekuri udang gosong di piring. Tumben anak itu diam melihat tingkah Ayahnya. Biasanya langsung rame ngeledekin.

Setelah makan malam kami habiskan waktu bersama sambil menonton televisi. Entah kenapa malam ini Delia tak banyak bicara. Dia lebih asyik dengan ponsel. Maklum saja selama di asrama dia tak diizinkan membawanya.

Hari berlalu, liburan sekolah pun telah usai. Hari ini aku membantu Delia berkemas untuk kembali ke asrama. Liburan ini aku merasa begitu bahagia menghabiskan banyak waktu bersama gadis kecilku.

Keesokan harinya kami mengantar Delia kembali ke asrama. Waktu dua minggu rasanya begitu singkat. Sepanjang jalan Delia bercerita tentang Jihan teman sekamarnya yang orang tuanya bercerai. Hatiku kembali terusik mendengar penuturan Delia. Aku benar-benar berharap Mas Ilham tak pernah lagi menghianati pernikahan kami.

"Biasanya Jihan berangkat sendiri ke asrama, Yah. Karena Ibunya sekarang ikut dengan Ayah barunya. Sedang Ayahnya sibuk sama pekerjaannya. Ibu tirinya mana mau antar dia."

"Dia ikut Ayahnya, Del?" tanyaku.

"Iya, Nda. Ibu tirinya itu cuma sayang sama Ayahnya. Awalnya aja baik. Makanya Jihan mau saja ikut Ayahnya. Ternyata semakin ke sini Ibunya rese."

"Hus! Enggak boleh ngomong gitu, Del."

"Emang iya kok, Nda. Delia itu heran sama Ayahnya Jihan. Padahal Ibunya Jihan itu cantik loh, Nda. Kesel aku kalau dengar cerita Jihan. Ayahnya egois!"

Aku melirik Mas Ilham yang terdiam sejak tadi. Biasanya dia paling suka menanggapi cerita-cerita Delia. Tapi kali ini cerita Delia skakmat buat dia.

"Secara materi semua keperluan Jihan memang terpenuhi, tapi Jihan sama kayak Delia, kami butuh orang tua kami utuh mendampingi kami."

"Makanya Delia selalu berdoa ya sama Allah, agar keluarga kita selalu baik-baik saja!" 

"Iya, Nda. Delia selalu berdoa buat orang tua Delia."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri sampah terlalu banyak drama. kau tanya orangtua mu di kampung sana, gimana kabar si riana dan dimana dia sekarang. gunakan itak mu sedikit cerdas njing
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Ending

    Ada rasa nyeri di dalam sini. Mataku kini bahkan sudah dipenuhi kaca-kaca mendengar bentakan Mas Yudis. Semudah itukah dia membenciku? Percaya pada Tantenya yang bicaranya pun tidak seratus persen benar.Ingin kusegera pergi dari ruangan itu kalau tidak mengingat seringai kemenangan Tante Desi. Tidak. Akan kutunjukkan pada Tante Desi. Tak semudah itu dia mengusirku dari kehidupan Mas Yudis."Mas Yudis!" seru Adista. Sejak tadi adik Mas Yudis ini memegangi lenganku."Kalau Mas ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi sejak awal sampai detik ini, tanya sama aku. Aku yang paling tahu semuanya, Mas.""Maksud kamu?" tanya Mas Yudis. Aku paham, dia pasti tak mengerti.Melihat kebingungan di wajah Mas Yudis kini aku mengerti. Kenapa dia bisa langsung emosi seperti tadi. Bagaimana tidak, dia yang tak tahu apa-apa. Bahkan sejak sadar dari koma dia buta. Tiba-tiba mendengar berita seperti yang Tante Desi katakan. Apalagi selama ini Tante Desi ibaratnya pengganti ibu baginya.Perlahan panas yang t

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Provokasi Tante Desi

    "Sintya, maaf, mas memilih jalan ini. Mas sudah bingung tak tahu lagi harus bagaimana. Mendengarmu berkali-kali didatangi orang BANK. Bahkan mereka mengancam mau menyita rumah ibu. Mas cuma bisa bingung sendiri karena tak bisa berbuat apa-apa. Mas tak ingin rumah ibu sampai disita BANK.Mas kira sebelumnya, suami Mayang yang katanya kaya itu nyuruh mas datang ke rumahnya, mau bantuin bayar hutang. Ternyata cuma omong kosong doang. Sok-sokan ngajari masmu ini buat nego ke BANK. Dia pikir pihak BANK mau tahu dengan kesusahan mas? Omong kosong doang bisanya. Belagu!Makanya mas akhirnya menerima perintah Daniel. Dia bilang mau lunasin hutang-hutang mas kalau mas berhasil melenyapkan Yudis yang belagu itu.Sialnya dia enggak mati. Malah tambah nyusahin pakai acara buta segala.Sintya, kalau mas meninggal, otomatis hutang di BANK lunas ditanggung pihak asuransi. Kamu tinggal urus surat kematian mas aja. Terus diajuin ke BANKnya. Sekarang kalian bisa hidup tenang. Tanpa dikejar-kejar penagi

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Remasan Kertas

    Telingaku masih berdenging terngiang ucapan Delia. Sehingga saat Bi Sumi mengangsurkan secangkir teh yang asapnya masih mengepul ke hadapanku beberapa saat hanya kuabaikan. Kabar yang baru saja aku dengar benar-benar seperti mencabut paksa nyawaku."Mas Ilham bunuh diri?" gumamku bertanya pada diri sendiri.Kurasakan punggungku diusap-usap. Aku menoleh. Hilda yang melakukannya."Kamu tenang, May! Mungkin sudah garis takdirnya seperti itu," ucapnya berusaha menenangkanku. Mangangsurkan secangkir teh yang tadi dipegang Bi Sumi. Kusesap sedikit. Tetapi tetap saja, hati ini rasanya tak ikhlas mendengar akhir hayat dari orang yang belasan tahun pernah membersamaiku setragis ini. Bahkan orang itu adalah ayah dari anakku.Bagaimanapun sungguh, meskipun ia telah sedemikian parah melukaiku, aku ingin saat kita telah berpisah seperti ini, entah aku ataupun dia bisa hidup bahagia ke depannya. Bersama-sama berperan serta dalam tumbuh kembang Delia putri kami. Tetapi ini ....? Oh, Tuhan, apa yan

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Tak Akan Tenang di Sana

    "Bunda!" Suara Delia terdengar serak dan lirih saat aku mengangkat teleponnya."Iya, Sayang. Ada apa? Apa yang terjadi?" cecarku karena begitu khawatir mendengarnya menangis.Delia tak menjawab. Hanya terdengar suara sedu sedannya saja."Del?" panggilku seraya beranjak dari kursi tunggu. Perasaanku jadi tak tenang. Apa yang terjadi pada putriku di rumah?Hilda yang duduk di sampingku menyentuh lenganku dengan tatapan penuh tanya. Aku hanya menggeleng sambil menajamkan pendengaran."Sayang, ada apa?" tanyaku lagi. Kakiku melangkah menjauh dari Hilda dan yang lainnya."Nda, Delia sudah jahat," ucapnya sambil menangis tersedu."Jahat kenapa, Sayang?" tanyaku dengan dahi mengernyit. Tak mengerti arah pembicaraan Delia.Lagi-lagi tak ada jawaban. Hanya sedu sedan Delia yang terdengar di ujung telepon. Tuhan, apa yang terjadi pada anakku?Hatiku berdebar tak karuan. Gelisah. Memikirkan berbagai hal buruk yang mungkin terjadi pada Delia. Ingin rasanya segera berlari ke rumah. Tetapi bagaima

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Bertubi Kabar Baik

    "Mana janda itu? Mana?"Terdengar teriakan seseorang di lantai bawah. Bergegas kuserahkan Farel pada Mba Kiki. Kemudian dengan langkah lebar menuju asal suara itu.Dari tangga kulihat Tante Desi berdiri berkacak pinggang. Mulutnya memaki dengan suara yang memekakan telinga."Di situ kamu rupanya. Turun!" teriaknya kepadaku saat aku menuruni tangga.Mau apalagi wanita itu memaki-maki di rumah ini?Dengan hati membara kupercepat langkah mendekati wanita paruh baya itu."Ada perlu apa Tante ke sini?" tanyaku tak kalah sengit. Aku tak suka orang lain seenaknya saja menghinaku. Padahal tak ada kesalahanku padanya."Kurang ajar memang kamu, ya! Gimana bisa Yudis ketemu wanita pembawa sial sepertimu!" makinya sambil telunjuknya menunjuk-nunjuk ke arahku.Aku berdecih sambil membuang muka mendengar makiannya. Jika ada Mas Yudis di sini, masihkah wanita ini menghinaku begini?Kutarik nafas dalam-dalam kemudian kembali menatap wanita itu. "Tante, maaf, saya cape baru saja sampai rumah. Katakan

  • PERNIKAHAN YANG TERNODA    Menyeaallah Sampai Mati

    "Kenapa Bunda enggak jujur sama aku?" Delia menatapku dengan kaca-kaca di mata saat aku baru saja memasuki kamar.Aku tertegun memandangnya. Mungkinkah Delia tahu tentang Mas Ilham?"Kenapa, Nda?" Kaca-kaca bening itu kini luruh mengaliri pipinya."Sayang!" Hanya itu yang terucap dari bibirku. Tak tahu harus berkata apa."Kenapa Bunda enggak bilang sama Delia?" Tubuh putriku bergetar oleh tangis.Kurengkuh dia dalam pelukan. Kuusap lembut rambut yang memanjang sampai punggungnya."Kenapa, Nda? Kenapa Delia harus punya Ayah jahat seperti dia? Kenapa, Nda?" Delia tergugu dalam pelukanku."Delia enggak mau punya Ayah seperti dia, Nda! Delia enggak mau!"Hatiku pedih. Mas Ilham tak henti-hentinya membuat anaknya terluka. Kenapa putriku harus terluka berkali-kali seperti ini, Tuhan? Dia tak salah apa-apa."Nda, tolong buat Delia bukan lagi anak dari penjahat seperti dia, Nda!"Hatiku sakit melihat anakku terluka begini. Ibu mana yang tak terluka melihat nasib anaknya begini menderita."Ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status