Menerobos kencangnya hembusan angin Samudra Hindia di musim kemarau, mobil Bentley Bentyaga warna silver strom itu terlihat berjalan cepat menyusuri jalan beraspal di sepanjang tepian pantai Pulau Koch. Mobil SUV berwarna hitam terlihat memimpin di depan, sedangkan dua mobil jeep besar lainnya berada di bagian belakang. Ketiga mobil mewah itu tampak meliuk-meliuk di tengah sepinya jalanan.Di dalam mobil, Avani duduk terdiam di samping Rin yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Gadis cantik itu terlihat melempar pandangannya ke luar jendela, mencoba menikmati perjalanan dengan melihat deretan lampu jalan yang berjejer rapi di sepanjang tepian jalan. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Di sepanjang perjalanan, yang terlihat hanya hamparan padang rumput tandus dan tepian pantai berpasir putih yang memanjang tanpa putus.Bukit-bukit gersang yang ditumbuhi rumput-rumput liar berwarna kuning kecokelatan karena musim kemarau yang panjang, terlihat kontras dengan hamparan pasir putih yang tersa
Malam itu, setelah Gin Yuta secara terang-terangan melakukan konfrontrasi dengannya, mengancamnya dan menghardiknya, Maeera memilih tidur di atas sofa. Tak ada lagi kompromi baginya, ia dan Gin Yuta tak mungkin bisa tidur bersama.Ia tengok pria tampan itu, terlihat sudah tidur pulas tanpa suara. Lelah, perlahan ia rebahkan tubuhnya di atas sofa, ia tarik selimut panjang untuk menutupi seluruh kakinya agar tak kedinginan. Sembari berbaring menatap langit-langit kamar, Maeera mulai merenungi perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup yang gila!! karena berubah dalam satu kedipan mata. "Maeera cucuku, jangan pernah menyerah bagaimana pun keadaanmu," begitulah sang nenek selalu menasehatinya ketika ia berada dalam posisi terendahnya.Sembari menyisir rambutnya yang panjang bergelombang, sang nenek akan mendongeng mengenai kisah cinta kedua orang tuanya hingga ia merasa bosan mendengarnya. Tak ada yang istimewa dari dirinya. Dia bukanlah tipe pemeran utama wanita, yang ideal seperti yang a
Mengenakan dress satin panjang menjuntai bergaya off shoulder berwarna sage green, Maeera berjalan anggun di karpet merah di samping suaminya Gin Yuta. Terlihat banyak wartawan mengambil fotonya begitu ia dan Gin berjalan melewati kerumunan para pemburu berita.Berperan sebagai Avani Lie, malam ini Maeera dituntut untuk berakting maksimal sebagai wanita kaya raya dan berpedidikan, istri dari putra konglomerat terkaya di Asia.Tampil sebagai seorang wanita karir, tugas memandu suaminya kini dipegang oleh asisten Eri."Kenapa aku harus mengikuti acara in." Maeera mempercepat langkahnya kakinya demi mengimbangi langkah kaki suaminya. "Hari ini, wanita yang kau perankan itu, akan mendapat penghargaan sebagai pebisnis wanita tersukses tahun ini." Gin menyerahkan sebuah kartu undangan tebal berbentuk post card pada Maeera. Maeera menerima kartu undangan itu dengan wajah penasaran."Akan sangat mencurigakan jika kau tak datang di acara seperti ini. Apalagi acara ini digagas oleh mertua dan
Ayla melepas pelukannya, kemudian melihat siapa yang berbicara dengannya dan Maeera."Oh, nona Stefanie," seru Ayla. "Kau rupanya, aku kira siapa," kata Ayla dengan suara yang terdengar merendahkan."Bagaimana, apa proyek-proyekmu berjalan lancar. Tolong jangan dekati kami, kami alergi dengan kegagalan," ucap Ayla dengan nada mencibir.Perempuan bernama Stefanie itu terlihat meradang mendengar perkataan Ayla, tapi ia menyembunyikannya di balik senyum manisnya. "Aku tak bicara denganmu gadis miskin, ingat level kita berbeda. Naikkan dulu levelmu jika ingin berbicara denganku," sindir gadis berwajah Cina-Thailand itu. "Siapa?" tanya Maeera pada Ayla dengan suara berbisik. "Kau diam saja, biar aku yang mengurusnya," jawab Ayla dengan suara yang juga pelan berbisik. "Kenapa kalian berbisik-bisik, apa kalian menyembunyikan sesuatu?" tanya wanita bernama Starfanie itu dengan wajah curiga."Oh, jangan-jangan kalian memang menyembunyikan sesuatu," tanyanya dengan mata menyelidik. Pandanga
Mata besar Maeera terbelalak. "Bukankah dia pria berjas putih yang makan malam bersamaku dan orang tua Gin tempo hari. Kalo begitu dia masih bagian dari keluarga Liong, jangan-jangan dia adik tiri Gin." Maeera panik. "Ya Tuhan, apa dia mengenaliku. Apakah aku aman?" Maeera mulai gusar. Tak ingin pria itu sadar siapa dirinya, Maeera cepat-cepat balik badan dan pergi. Tapi sebelum itu .... "Boleh aku meminta itu?" tanya Maeera sembari menunjuk masker di tangan kanan Kai. "Tapi, ini sudah kupak—" perkataan Kai terputus karena Maeera sudah lebih dulu mengambil masker di tangannya secara paksa. "Tak apa. Berikan padaku!" Maeera mengambil masker itu kemudian mengenakannya. "Terimakasih," ucap gadis manis itu lalu berjalan cepat meninggalkan Kai Yuta yang masih ternganga melihat kelakuan ganjil Maeera. **** Di dalam gedung, Gin Yuta gelisah mengetahui Maeera menghilang. "Aku dengar ada keributan di sana, apa dia ada di sana?" tanya Gin pada asisten Eri. "Tidak ada, disana ha
Awalnya ia hanya pura-pura pingsan, tapi tenyata malah keterusan hingga ketiduran. Bangun-bangun, Maeera terkejut dia sudah ada di atas ranjang dengan gaun pesta masih melekat di tubuhnya. "Ya ampun, aku ketiduran," Maeera terbangun dengan wajah panik. Segera ia turun dari ranjang dan berlari ke ruang baca untuk memeriksa jam berapa sekarang. Terlihat jam dinding telah menunjukkan pukul 08:00. Panik, Maeera segera mencari di mana suaminya berada. "Tuan muda sudah berangkat ke kantor, anda diminta segera menyusulnya sebelum pukul 09:00. Asisten Eri sudah ada di bawah menunggu anda," ucap seorang pelayan yang sedang merapikan ruang baca pada Maeera, begitu sadar Maeera telah bangun.Maeera mengangguk. "Oh, terimakasih, bibi," ucapnya. Asisten rumah tangga itu terlihat tersenyum tipis pada Maeera. Tak ingin membuang-buang waktu, Maeera segera berlari menuju kamar mandi dan bersiap pergi ke kantor. Hari ini ada rapat penting di perusahaan yang akan di hadiri ayah mertuanya dan ayahny
Maeera bergegas kembali ke ruangan kantornya.Dengan wajah kusut dan kuyu karena perutnya terasa sakit dan kram, gadis manis itu menggerutu kesal karena lagi-lagi ia bertemu dengan Kai Yuta, adik iparnya. Sama seperti kakaknya, bagi Maeera, Kai Yuta juga sama menyebalkannya. Setiap kali bertemu dengan pria berbibir tipis itu, ia selalu saja dalam keadaan terburuknya.Berjalan gontai menuju ruangannya, dari kejauhan Maeera melihat satu lagi masalah datang menghampirinya. Ayla, gadis berambut pirang itu terlihat berjalan tergesa-gesa menuju arahnya sembari membawa setumpuk kertas dalam pelukannya. Dengan ekspresi panik dan sibuk, ia berkata, "Maeera, suamimu memintamu untuk merapikan dan menyiapkan berkas-berkas ini untuk rapat nanti. Selain itu, kau harus mengambil berkas-berkas lainnya di ruangannya dan menaruh berkas ini di sana juga." Ayla menyerahkan tumpukan kertas itu pada Maeera."Suamimu dan aku akan keluar sebentar karena ada urusan mendadak di luar kantor," ucap Ayla semba
Maeera hanya bisa diam sembari menggigit ujung bibirnya mendengar pertanyaan menohok dari Kai Yuta. Ia sedang tak ingin menjelaskan apa-apa, pikirannya sedang tersita sepenuhnya pada rasa sakit di perutnya, yang semakin menggila.Tapi begitu ingat berkas-berkas kotor yang terkena noda kopi di atas meja, rasanya sakit menjadi tak seberapa. Setidaknya, Kai mungkin bisa membantunya."Baiklah, aku akan mengatakan yang sebenarnya, tapi apa aku boleh minta tolong padamu, dan janji jangan pernah bilang pada siapa pun. Jaga rahasia ini. Tolong bantu selamatkan hidupku," ucap Maeera dengan suara lirih. Mendengar permintaan kakak iparnya, Kai mengangguk pelan."Katakan apa yang bisa aku bantu," tanya Kai sembari duduk di sofa dekat Maeera"Bisakah kau membantuku memperbaiki kertas-kertas itu. Maksudku, aku melihat beberapa orang mengetik disitu—" Maeera menunjuk laptop "—Lalu mengeluarkannya dari sana (printer)."Dengan wajah terkejut dan tak percaya, Kai bertanya, "Apa kau tak bisa menggunaka