Share

Bab IV. Pluffy

Pesta pernikahan di area golf itu telah usai. Para tamu undangan juga sudah meninggalkan area pesta. Dari kejauhan tampak Maeera sedang berjalan tertatih-tatih ditemani beberapa asisten rumah tangga. Ia tengah diantarkan ke sebuah mansion mewah di tepi pantai, di bagian lain dari lapangan golf itu. 

Mansion milik keluarga Liong ini, memiliki desain arsitektur modern dengan bagian depan sepenuhnya berdinding kaca. Bangunan utama mansion di kelilingi oleh kanal air yang dipenuhi oleh bunga teratai dan bunga lili yang cantik. 

Begitu memasuki mansion, Maeera dibuat terkagum-kagum dengan besar dan luasnya rumah itu. Suasana di dalam mansion terlihat sangat nyaman dengan desain interior fresh, unik, dan penuh estetika.

Setelah menaiki tangga berbentuk spiral menuju lantai dua, Maeera tiba di sebuah kamar berukuran super besar dengan dua daun pintu berwarna putih. 

"Mari Nona silahkan masuk," kata seorang asisten rumah tangga sembari membuka pintu kamar.

Di dalam kamar terdapat tempat tidur ukuran besar menghadap ke jendela yang memiliki pemandangan langsung ke laut.

Berjarak beberapa meter dari tempat tidur, terdapat rak buku beserta meja dan sepasang kursi untuk bersantai dan membaca. Ada pula televisi besar dengan sofa malas di depannya. 

Begitu Maeera masuk ke dalam kamar, para asisten itu langsung menutup pintu dan pergi.

Sadar dirinya terjebak di dalam kamar, Maeera segera balik badan dan mencoba membuka pintu. Tapi usahanya sia-sia, pintu itu sepertinya dikunci dari luar. 

Gin tampak duduk di atas tempat tidur sembari mencoba membuka penutup matanya, ia terlihat kesulitan. "Hai, tolong bantu aku membuka ini," pinta Gin pada Maeera.

Maeera yang sedari tadi masih berdiri di depan pintu, baru sadar jika suami palsunya itu sudah berada di dalam kamar. Diliriknya pria buta itu, tampak ia memang sedang kesulitan membuka penutup matanya.

Merasa kasihan, Maeera memutuskan untuk membantunya. 

"Hah ... kenapa aku harus terjebak di sini," gumam Maeera sembari berjalan mendekati Gin. 

Didekatinya Gin dari arah samping, terlihat pria tampan itu memiliki rambut yang sangat halus dan punggung yang bidang. Dengan hati-hati Maeera mencoba melepas ikatan penutup mata yang ternyata cukup kencang. 

"Apa kau benar-benar tidak bisa melihat?" tanya Maeera membuka pembicaraan, mencoba mencairkan suasana. 

"Hemm ... " jawab Gin singkat. 

"Sejak kapan?" tanya Maeera lagi.

"Sejak beberapa tahun lalu," jawab Gin.

Karena masih penasaran dengan apa yang terjadi pada suami palsunya itu, Maeera kembali bertanya, "Karena apa?"

"Kecelakaan," jawab Gin sembari tersenyum kecil. 

"Oh ... maaf, aku tak tau" kata Maeera dengan nada menyesal. Tapi lagi-lagi Gin hanya tersenyum. 

"Ah ... akhirnya bisa juga!" kata Maeera dengan nada gembira. Ia lepaskan kain penutup mata itu, kemudian ia letakkan diatas telapak tangan Gin. Saat meletakkan kain itu ke tangan Gin, tanpa sengaja pandangan mata keduanya saling bertemu.

"Deg ... deg ... deg ... " dada Maeera tiba-tiba berdegup kencang. Ada getar-getar aneh tak jelas di dalam dirinya. Tak ingin larut dalam suasana, Maeera segera mengalihkan perhatiannya. 

"Apa kau tau, kau memiliki mata yang sangat indah," puji Maeera saat melihat iris mata Gin yang berwarna biru seperti batu safir. 

Gin tersenyum, ia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Maeera hingga wajah keduanya kini hanya berjarak beberapa senti. 

"Apa kamu juga tau, kamu juga sangat cantik," ucap Gin sembari tersenyum lebar. 

Mendengar pujian sedekat itu dari seorang pria tampan, muka Maeera langsung merah padam, detak jantungnya semakin tak terkendali. Ia langsung balik badan dan menjauh dari Gin.

"Ah ... hari ini panas sekali, aku ingin mandi," kata Maeera sembari menggerakkan kedua tangannya mencoba mengusir pikiran kotornya. Ia kemudian melepas maskernya dan mencoba membuka ritsleting gaun pengantinnya.

"Tunggu dulu, apa kau akan tetap berada di sini saat aku mandi dan ganti baju?" tanya Maeera tanpa menoleh ke arah Gin.

"Ini kamarku, ke mana aku harus pergi?" jawab Gin. "Tenang saja, aku tak akan mengintipmu mandi, aku buta!" imbuhnya. 

"Ah, benar juga! aku hampir lupa jika dia tak dapat melihat. Ini sebuah keberuntungan, artinya aku bisa pergi meninggalkan rumah ini dengan mudah," gumam Maeera dalam hati sembari mengecup cincin berlian yang terselip di jarinya.

Tiba-tiba sebuah ide gila muncul di otak Maeera. Ia ingin tahu bagaimana reaksi Gin saat dia mengatakan bahwa dirinya bukanlah wanita yang seharusnya ia nikahi. 

"Hai ... apa yang akan kau lakukan jika kau tau aku bukan orang yang seharusnya kau nikahi," tanya Maeera sembari kembali berjalan mendekati Gin.

"Maksudku, ah ... bagaimana aku menjelaskannya. Sebenarnya aku bukan orang yang seharusnya menjadi istrimu, ada orang lain. Aku menggantikan posisinya secara tak sengaja," kata Maeera coba menjelaskan. 

"Aku? ... aku tak akan melakukan apapun," jawab Gin singkat sembari membuka kancing tuxedo-nya satu per satu. 

"Eh, tapi bagaimana jika keluargamu tau jika aku bukan orang yang seharusnya menikah denganmu," tanya Maeera lagi. 

Sembari melepas bagian luar tuxedo-nya, Gin menjawab. "Mungkin mereka akan memenjarakanmu."

Mendengar jawaban itu, perasaan Maeera seketika langsung berubah menjadi tak tenang. Ia mulai takut jika besok pagi keluarga Gin datang maka mereka akan tahu yang sebenarnya. 

Itu artinya pagi-pagi sebelum matahari terbit, ia harus sudah kabur dari tempat itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status