Share

Bab V. Mad

Bersembunyi dibalik mobil Land Rover warna putih, tangan Avani gemetar memegang pistol Colt M1911A1. Ia ketakutan.

Wajah putihnya terlihat pucat pasi dengan rambut yang acak-acakan. Bagian bawah gaun pengantinnya kini sudah berubah warna dari putih menjadi cokelat kemerahan.

Di tengah heningnya malam, terdengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Diintipnya suara itu melalui celah mobil. Terlihat seseorang memakai setelan berwarna hitam dan membawa pistol, sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Sadar dirinya dalam bahaya, detak jantung Avani meningkat pesat, tangannya makin gemetar. Ditariknya pelatuk pistol yang ia bawa, ia todongkan pistol itu ke depan dengan posisi siap menembak.

"Aku pasti bisa!" kata Avani dalam hati menyemangati dirinya sendiri.

Benar saja, seorang pria memakai jas hitam yang sedari tadi mengendap-endap, muncul dari belakang mobil dan langsung menodongkan pistol ke arahnya. Avani yang sejak tadi sudah bersiap-siap untuk adegan ini, langsung melepas pelatuk pistolnya dan sebuah peluru melesak tepat di dada pria berjas hitam itu.

"Bang .... "

Pria itu roboh seketika dan mati. Darah segar segera mengalir membasahi block paving.

Melihat pria itu terkapar tak bergerak, Avani syok. Pistol yang ia genggam langsung ia lepaskan.

"Apa aku baru saja membunuh seseorang? apa aku baru saja membunuh orang?" teriak Avani histeris. Ia ketakutan.

"Tidak, tidak, tidak, aku bukan pembunuh. Apakah aku akan dipenjara? Apakah ini akan tertulis di curriculum vitaeku.

"Tidak, tidak, tidak, aku masih harus pergi ke Amerika untuk wawancara kerja besok," ucapnya sembari memegang kepalanya. Ia linglung.

Rin yang tiba-tiba muncul dari arah belakang, terkejut melihat seorang pria berjas hitam tergeletak di tanah. Terlihat luka tembak di dada pria itu.

"Kau tak apa?" tanya Rin.

Avani hanya diam, ia masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

"Jangan takut, ayo pergi!" kata Rin sembari memegang tangan Avani dan menariknya pergi.

"Sebentar!" kata Avani sambil menyobek bagian bawah gaun pengantinnya lalu melepas beberapa aksesori bunga di rambutnya. Ia letakkan sobekan gaun pengantin dan bunga itu di samping pria yang tertembak.

"Maafkan aku, semoga terlahir di tempat yang lebih baik," ucap Avani.

******

Rin menarik tangan Avani lalu memaksa wanita cantik itu masuk ke dalam mobil Ferrari merah yang terparkir di samping hotel.

"Ke mana kita akan pergi?" tanya Avani begitu pintu mobil ditutup.

Rin memilih untuk tak menjawab. Ia fokus menghidupkan mobil lalu memacunya meninggalkan hotel. Ferrari merah itu kini melaju cepat menembus gelapnya malam. Meliuk-meliuk di jalanan perbukitan yang sempit.

Hotel itu terletak di pinggiran kota di atas perbukitan yang berbatasan langsung dengan laut lepas. Dibutuhkan waktu lebih dari 3 jam dari hotel untuk bisa sampai ke kota.

"Kau mendengarku? Ke mana kita akan pergi? Aku ingin pulang!" teriak Avani. Air matanya mulai menetes, pikirannya kalut. Sebagai wanita dewasa yang terkenal tangguh dengan karir yang sukses, ini adalah kali pertama ia menangis.

"Apa yang sebenarnya terjadi, mengapa kalian diburu? Jangan hanya diam, aku bertanya padamu," ucap Avani dengan suara penuh emosi.

"Apa kau seorang penjahat? Apa kau seorang teroris? Atau jangan-jangan kau seorang mafia?"

"Siapapun dirimu, aku tak mengenalmu, kenapa aku harus terlibat dengan semua ini, tolong antarkan aku pulang," rengek Avani, kali ini dengan suara memelas.

Kesal mendengar rengekan, Rin langsung mencengkam leher Avani dan mencekiknya dengan keras. "Diam! Tutup mulutmu, atau aku akan membunuhmu!" ancamnya sembari melepaskan cekikannya.

Avani terkejut, ia tak menyangka pria tampan di sampingnya itu akan berlaku kasar padanya.

"Gila, gila,gila, dia hampir membunuhku! apa dia benar-benar seorang mafia?" tanya Avani dalam hati.

Karena penasaran, dilihatnya pria yang duduk di sampingnya itu dalam-dalam, dicarinya jejak-jejak gangster di tubuhnya.

Tiba-tiba lutut Avani terasa lemas begitu melihat semburat tato naga di belakang leher Rin. "Ternyata dia benar-benar seorang mafia!" kata Avani dalam hati

Sadar dengan kenyataan yang ada, kini Avani mulai cemas dengan nasib dirinya ke depan.

"Apa aku akan dibunuh? Jangan-jangan aku akan dijadikan budak dan dijual? Wala-wala, aku dalam masalah besar," gumam Avani dalam hati dengan gelisah.

"Apa kau terbiasa membunuh orang?" tanya Avani dengan nada bicara penuh ke hati-hatian, ia tak ingin menyinggung Rin.

"Apa kau juga akan membunuhku karena aku bukan wanita yang seharusnya kau nikahi," tanya Avani lagi.

Rin hanya diam, pandangannya tetap lurus ke depan sembari sesekali menengok kaca spion.

"Kencangkan sabuk pengamanmu," pinta Rin tiba-tiba.

Belum sempat Avani melakukan apa yang diperintahkan, Rin sudah lebih dulu menaikkan kecepatan mobilnya hingga 120 km/jam. Ternyata, di belakang mobil mereka ada sebuah mobil SUV hitam yang sedang mengejar.

Avani gelagapan, ia segera mencari pegangan untuk mengamankan posisi duduknya. "Uh ... aku ingin muntah," batinnya dalam hati.

Kedua mobil saling berkejar-kejaran. Meliuk-meliuk di jalanan sempit perbukitan. "Desing ... " terdengar suara peluru membentur velg mobil. Mobil SUV hitam di belakang ternyata menembaki mobil Ferrari yang ia naiki. Rin menambah laju kecepatan mobilnya, ia tak ingin mobil SUV di belakangnya berhasil menyusul.

"Ambilkan pistol di dashboard," pinta Rin pada Avani.

"Cepat!" bentak Rin.

Mendengar perkataan Rin, Avani buru-buru membuka laci dashboard dan berhasil menemukan sebuah pistol semi otomatis Glock 17.

"Ini ... " kata Avani sembari menyerahkan pistol pada Rin.

"Kau bisa menyetir?" tanya Rin.

"Bisa, kenapa?" jawab Avani.

"Kendalikan mobil ini," perintah Rin.

Tak berani membantah, Avani hanya bisa menuruti perintah Rin. Ia melepas sabuk pengamannya kemudian mengganti posisi duduknya ke seat pengemudi.

Meski sulit untuk berganti posisi saat mobil sedang melaju kencang, namun berkat kepiawaian Rin mengemudi, Avani berhasil berganti posisi dan mobil tetap melaju dengan aman.

Begitu duduk di kursi penumpang, Rin segera menata pistolnya, mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil dan mulai menembaki mobil SUV di belakang.

"Desing ... desing ... " bunyi peluru beradu dengan bodi mobil.

"Turunkan kecepatan," perintah Rin. Avani segera menurunkan kecepatan mobil dari 120 km/jam menjadi 100 km/jam

"Perhatikan jalannya," kata Rin saat mobil mulai menyerempet tebing di sisi kiri jalan begitu kecepatan mobil diturunkan.

Setelah kecepatan diturunkan jarak antara kedua mobil kini semakin dekat. Mengambil kesempatan ini, Rin segera menembak ban depan mobil SUV sehingga mobil hitam itu kehilangan kendali.

Tapi malang, Avani yang tak terbiasa berkendara di jalan perbukitan yang sempit dan berkelok, tak sadar jika dari arah berlawanan muncul sebuah mobil box dengan kecepatan tinggi.

"Blzrrr ... " Mobil box itu menghidupkan lampu jauh sebagai peringatan begitu melihat mobil Avani muncul tiba-tiba dari belokan.

Terkejut dengan kehadiran mobil box di depannya, Avani segera membanting setir ke arah kanan, menabrak pembatas jalan dan berakhir di tepi tebing curam di pinggir laut.

"Crashhh ... " bunyi mobil menabrak pembatas jalan dan meluncur ke tebing. 

Terlihat, sebagian besar bodi mobil sudah menggantung di tepi tebing siap terjatuh. Hanya tinggal roda bagian belakangnya saja yang masih tersangkut di bebatuan yang membuat mobil merah itu tak langsung terjun ke laut.

Di dalam mobil, Avani tegang mematung, bernafas pun ia tahan. Ia tak berani bergerak, karena satu gerakan saja bisa membuat mobil itu meluncur ke bawah dan terjun bebas ke laut.

"Lepaskan sabuk pengamanmu," pinta Rin.

"Aku tak berani bergerak," jawab Avani dengan posisi tetap mematung. Tangannya memegang setir mobil sedangkan kakinya menginjak rem dan gas.

"Biar kulakukan," kata Rin sembari mendekat pelan ke kursi pengemudi. Setiap gerakan kecil Rin, membuat mobil semakin tak seimbang.

"Krrkrrr ... " terdengar suara bebatuan yang bergeser.

"Apa kita akan mati?" tanya Avani dengan posisi tetap mematung.

"Tidak," jawab Rin singkat sembari melepaskan sabuk pengaman Avani

"Jika selamat, apa kau akan membunuhku?" tanya Avani lagi.

Rin tersenyum sembari melirik bekas cekikan tangannya di leher Avani. "Mana mungkin aku membunuhmu, kau adalah istriku," jawab Rin sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Avani. "Kau tau, aku sangat mencintaimu," ucap Rin sembari mencium bibir Avani.

Terkejut, Avani tanpa sengaja menginjak pedal gas yang membuat mobil bergerak kehilangan keseimbangan dan langsung terjun ke laut.

"Byurrr ... " Mobil itu jatuh ke laut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
puti oktavianis
range rover bkn land rover.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status