Share

Bab 18

DI KANTOR, aku tidak dapat fokus dengan pekerjaanku. Pikiranku terus sibuk membayangkan bagaimana reaksi papi mami nanti jika melihat kami pergi tanpa pamit.

‘Tidak mungkin. Itu tidak mungkin dilakukan!’ bantahku sendiri dalam hati. Tetapi, jika kami tidak jadi pergi, alangkah bahagianya nanti Radit menertawakan kami.

Tiba-tiba ponselku berbunyi, ada telepon dari ibu.

“Indri…” terdengar suara ibu memanggilku, tetapi nadanya sangat berduka. Kayaknya ibu menangis.

“Iya bu. Ibu kenapa?” tanyaku cemas. Firasatku langsung menjadi tak enak.

“Bapak… Ndri… bapak…”

“Iya… Bapak kenapa bu?” aku menjadi panik.

“Bapak kecelakaan… Ndri… bapak… meninggal…”

Astaghfirullah! Seketika aku merasa seperti jiwaku melayang.

“Ibu… bapak di mana??” teriakku kacau.

“Indri… kamu pulang, nduk…” sayup ibu berkata dan suaranya kemudian menghilang. Mungkin ibu pingsan.

Aku segera menelepon mas Naren. “Mas, bapak meninggal, kec

Almirah

Dear pembaca yth. Terima kasih ya sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Jangan lupa memberi VOTE dan komen, agar saya semangat menulis lanjutannya... terima kasih.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status