공유

Sogokan dari selingkuhan.

“Hahaha selingkuh? Kalau ngarang itu enggak usah terlalu tinggi, Mel. Takutnya malah jadi do’a loh!” Tertawanya Mbak Dwi membahana. Dia tidak percaya dengan ucapanku. Tapi, memang sih, bagi yang tidak tahu pasti tidak akan percaya karena Mas Bayu memang tipe suami penyayang keluarga.

 

 

“Bay, bilangin istrimu ini kalau udah enggak betah sama kamu tidak usah memfitnah kamu begini. Ngeri banget si, fitnahannya itu loh, perselingkuhan,” ucap Mbak Dwi lagi.

 

Mas Bayu tersenyum sinis padaku. Dia pasti merasa menang karena kakak tersayangnya tidak percaya.

 

Kumenatap iba pada mertuaku, beliau satu-satunya harapanku semoga saja percaya padaku. Lagi pula aku punya bukti perselingkuhan mereka.

 

 

“Sebaiknya kamu istirahat, Nak. Ibu tahu kamu capek banget dengan  tingkah Bayu yang tidak adil padamu. Ini salah Ibu, harusnya tegas agar Bayu tidak menomor duakan anak dan istrinya,” sahut ibu mertuaku.

 

 

“Tidak, Bu! Aku tidak sedang berbohong. Aku ada buktinya, kok!” Gegas aku ke kamar mengambil HP. Akan aku tunjukkan bukti chatinganku dengan pelakor itu tadi pagi.

 

 

“Di sini, Bu. Aku punya buktinya. Pacarnya Mas Bayu tadi pagi menghubungiku.” 

 

Astaghfirullah! Mana chatingan kami tadi pagi, kok tidak ada?

 

Tanganku gemetar mencari-cari nomor tadi pagi di daftar obrolan. Tidak ada! Pasti sudah dihapus oleh Mas Bayu. Sial! Salahku tidak mempasword HP ini. Aku terlalu ceroboh. Aku kira Mas Bayu tidak akan menyentuh barang-barangku lagi. Pasti dia ambil HP-ku saat aku di dapur tadi.

 

 

“Ck, buang-buang waktu aja, kamu, Mel! Sudahlah enggak usah fitnah adikku yang tidak-tidak. Dia itu mana berani selingkuh. Mau putus apa kepala dari lehernya itu ditebas sama bapak. Kamu kalau cemburu jangan keterlaluan. Bisa jadi kan, itu teman kantornya Bayu. Biasalah itu dalam dunia kerja. Urusan kerjaan enggak usah disangkut pautkan dengan perasaan,” jelas Mbak Dwi lagi.

 

 

“Benar kata, Mbak Dwi. Itu hanya salah paham saja. Melsa terlalu cinta padaku jadi cemburu buta,” sahut Mas Bayu.

 

Cih, cinta katanya! Tidak sudi!

 

 

“Bay, terima kasih, ya, motornya mau aku bawa pulang sekarang aja. Aku sudah enggak sabar mau kasih surprise ini ke suamiku. Lagi pula aku enggak betah di sini lama-lama. Rumahmu berantakan banget. Oh, iya, ini kenapa spionnya pecah sebelah, ya?” tanya Mbak Dwi seraya melirikku. Malas meladeni lebih baik aku masuk kamar saja.

 

 

“Eeeh, tu bocah enggak sopan banget!” teriak Mbak Dwi.

 

“Biarlah Wi, sudah sana kalau mau pulang. Ibu mau di sini saja nunggu Naila. Ibu kangen sama Naila.”

 

Takku dengar lagi obrolan mereka. Entahlah mungkin sudah pindah ke depan. Lebih baik aku tenangkan pikiran. Mas Bayu cukup tangguh untuk jadi lawanku. Dia bisa baca gerak-gerik yang akan aku lakukan. Mulai sekarang aku harus lebih waspada. Perselingkuhan memang bisa membuat gelap mata apa pun akan dilakukan demi untuk menutupi kelakuan bejatnya.

 

 

Derrtt.

 

[Sudah kubilang jangan macam-macam. Kamu enggak akan menang, Mel! Masalah ini cukup kita saja yang tahu. Tidak usah bawa-bawa keluarga.]

 

Tak kuhiraukan WA Mas Bayu. Cemen beraninya main belakang.

 

Kusekrol  sosmed untuk mencari tahu siapa selingkuhan Mas Bayu yang bernama Rania itu sekaligus  untuk mengumpulkan bukti.

 

Lelah mataku sudah hampir 1 jam berselancar di semua sosmed Mas Bayu, tapi tidak ada tanda-tanda mencurigakan sedikit pun. Hanya ada postingan tentang kami semua. Terakhir postingan semalam, video dan foto-foto kami merayakan anniversary pernikahan yang ke 8. Semua komentarnya juga tidak ada yang mencurigakan dan semua yang berkomentar aku pun kenal. Di daftar pertemanan dan followers juga tidak ada yang bernama Rania. 

 

Mas Bayu bilang aku kenal, tapi teman-teman dan kerabat kami tidak ada yang namanya Rania. Aahh ... pusing sekali kepalaku.

 

 

***

 

“Mas, Bu, mulai besok aku mau kerja. Di rumah aku sumpek dan bete. Kalau Ibu tidak keberatan mulai besok Ibu tinggal di sini, ya? Biar bisa jagain Naila. Nanti aku cari pengasuh untuk Naila, Ibu hanya mengawasi saja,” ucapku. Mas Bayu, menatapku tidak suka.

 

 

“Aku tidak izinkan. Kamu di rumah aja,” sahut Mas Bayu. 

 

 

“Tolong ya, Bu. 8 tahun jadi IRT itu membuatku sedikit kuper. Aku ingin berinteraksi dengan orang-orang di luar sana,” kataku lagi. Sebenarnya alasan itu hanya aku buat-buat saja. Aku sangat menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga. Sengaja aku katakan begitu agar Mas Bayu mikir. Dia kira hanya dia saja yang bisa bebas, aku pun bisa.

 

 

“Melsa! Sudah kubilang aku tidak izinkan!” Mas Bayu menggebrak meja seraya menuding wajahku. Untung saja Naila tidak ada. Tadi dia dibawa keluar jalan-jalan sama Mbak Dwi.

 

 

“Bu, lihatlah menantu kesayangan Ibu. Membangkang sama suami. Ibu tahu kan, aku enggak suka perempuan keluyuran di luar,” kata Mas Bayu lagi.

 

 

“Aku tidak keluyuran, aku kerja!” bantahku tak mau kalah.

 

 

“Bayu, rendahkan suaramu! Dia istrimu bukan musuh!” bentak ibu. Mas Bayu terlihat sangat kesal lalu kembali duduk.

 

 

“Dan kamu, Melsa, kalau mau kerja harus dapat izin dari suami. Ibu tidak keberatan jika harus menjaga Naila. Ibu hanya khawatir padamu jika harus bekerja pasti nanti kamu gampang sakit. Kamu harus ingat kalau kamu itu lemah enggak bisa capek dikit,” jelas ibu. Ya, aku ingat bahkan aku pun sebenarnya khawatir. Semenjak melahirkan Naila aku jadi sering sakit. Entahlah ada yang salah dengan kondisi tubuhku. Setiap periksa ke dokter katanya tidak ada penyakit serius, hanya kelelahan saja.

 

 

“Akan aku pertimbangkan, Bu,” jawabku. Malas berdebat aku lebih memilih  tidak melanjutkan makanku.

 

“Ibu tidak tahu kalian berdua sedang ada masalah apa, tapi Ibu berharap kalian berdua harmonis seperti dulu lagi, ingat ada Naila yang butuh orang tuanya,” ucap ibu.

 

 

“Kami baik-baik saja, Bu. Melsa hanya cemburu buta dengan rekan-rekan kerjaku. Tapi, aku bersyukur itu artinya Naila sangat mencintaiku, dia takut kehilangan suaminya,” jawab Mas Bayu. Kali ini seraya menggenggam erat jemariku. Cepat-cepat aku menariknya. Tak mau lagi aku disentuh olehnya.

 

 

“Papah!” teriak Naila dari luar. Rupanya dia sudah pulang. Disusul suara riuh dari ke dua sepupunya dan Mbak Dwi.

 

 

“Iya, Sayang! Kalau masuk rumah salam dulu,” jawab Mas Bayu. Dia merentangkan tangannya kemudian memeluk Naila. Kalau sudah seperti ini rasanya aku tidak tega jika harus membiarkan Naila berpisah dengan papahnya nanti.

 

“Maaf, Pah, lupa! Lihat ini aku bawa apa?” Naila menunjukkan kantong plastik miliknya. 

 

 

“Barbie? Kamu beli Barbie lagi? Kan, yang di rumah juga masih bagus-bagus, Nak!” tegurku.

 

“Enggak beli, Mel, tapi dikasih sama orang. Lihat ini aku bawa makanan dan belanjaan banyak banget,” sahut Mbak Dwi. Senyumnya lebar seraya membongkar plastik belanjanya.

 

 

“Dari siapa, Mbak?” tanya Mas Bayu.

 

“Ya, ampun sampai lupa saking senangnya dapat rezeki nomplok! Ini dari teman kamu, Bay. Katanya ucapan terima kasih darinya,” jawab Mbak Dwi. Tangannya cekatan mengeluarkan semua isi kantong plastik itu.

 

 

“Kok, teman Mas Bayu tahu kamu, Mbak?” tanyaku. Ini aneh. Masa iya, teman Mas Bayu bisa tahu kalau Mbak Dwi, kakaknya Mas Bayu.

 

 

“Entah deh, Mel. Ya, udahlah enggak usah dipikirin yang jelas ini halal dari temannya Bayu. Perkara dia tahu aku dari mana ya, aku mana tahu? Mungkin dari sosmed biasalah aku artis baru, Mel. Akhir-akhir ini aku selalu buat konten biar dapat cuan,” jelas Mbak Dwi lagi.

 

 

“Tapi, ini banyak banget loh, Mbak. Apa enggak salah orang? Siapa namanya?” tanyaku lagi.

 

 

“Rania. Ya, namanya Rania. Orangnya cantik dan seksi ha ha. Pantas kamu cemburu sama Bayu. Baru tahu kalau Bayu dikelilingi teman-teman yang oke banget,” jawab Mbak Dwi.

 

 

Kulirik Mas Bayu. Dia terlihat gelisah. Pasti dia takut kebusukannya akan diketahui. Lagi pula Rania ini nekat sekali menunjukkan dirinya ke keluarga Mas Bayu. Rupanya dia benar-benar serius.

댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cerita sampah dg tokoh tolol dan bertele2.
댓글 모두 보기

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status