Share

KETAHUAN BOHONG

Penulis: Mommy Alkai
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-18 11:31:28

"Ini kebetulan saja, lho, Mas. Kalau aku masih dendam, untuk apa repot-repot datang kesini?" Kuberikan alasan yang tepat agar Mas Gani tidak curiga.

Bersamaan dengan itu, Adel datang dan langsung bergabung bersama kami.

"Coba sama Adel, Mas!" saranku cepat.

"Apanya?" tanya dia sinis.

"Uangnya, lah!"

"Lho, kata Mas tadi, Mbak Aina sudah menyanggupi? Aku nggak bawa dompet!" kilah Adel.

"ATM-nya Aina ketelen gara-gara Andra, Del! Lagian kamu juga, bisa-bisanya kesini nggak bawa dompet!" jawab Mas Gani kesal.

Adel tak menanggapi. Aina lalu datang dan ikut menyimak perdebatan kami.

"Kamu, tuh, kalau nggak mau bantu, bilang dari awal, Ndra! Jangan bikin Mas berharap begini. Mana Dani dan Bapak juga nggak bisa dihubungi! Kamu masih kesal, kan? Buktinya sampai keluar dari grup!"

Kenapa Mas Gani harus mengatakan semua yang kusembunyikan di depan Aina? Dia jadi melirikku dengan tatapan penuh kebingungan.

"Lho, Mas, kenapa memang?" tanya Aina panik.

"ATM-nya ketelen, Yang. Maaf, ya!" ujarku  berbohong.

"Lho, kok, bisa? Terus Mbak Feli gimana?"

Mas Gani bergeming. Aku tahu, dia pasti semakin tidak menyukaiku sekarang.

"Mas, itu di kantong Mas apaan?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Padahal, kalau tadi aku tidak melihat benda itu, mungkin ada sedikit rasa kasihan yang tersisa.

"Ini perhiasannya Feli. Tadi suster minta dilepaskan semuanya karena mau masuk ruang operasi."

"Ya sudah, gunakan itu dulu, Mas!" 

"Gimana sih, Ndra? jam segini toko emas pasti sudah tutup! Kan, tadi Mas sudah bilang!" Mas Gani terlihat semakin emosi.

"Masih bisa digadai, Mas. Itu, lho, Klop Gadai! Nggak jauh dari rumah sakit ini ada. Tadi aku lihat." Kuberi saran yang memang telah dipikirkan sejak tadi.

"Kalau masalah begini, Mas Andra pasti paham betul," sindir Adel.

"Tapi bermanfaat dalam kondisi seperti ini, kan?!" sungutku kesal. Ada saja ucapannya yang selalu membuat hatiku sakit.

"Ya sudah, terserah aja. Yang penting, Feli bisa segera dioperasi. Nih!" Mas Gani menyerahkan gelang dan kalung milik Mbak Feli yang biasa dipakainya.

"Saya yang jalan?"

"Siapa lagi?"

Tak ingin memperpanjang, aku mengalah dan pergi ke tempat pegadaian dengan menggunakan jasa ojek. Kalau begini, kan, aku bisa menolak meminjamkan, tanpa membahayakan nyawa Mbak Feli dan anaknya.

Hanya lima belas menit, aku sudah kembali dan menyerahkan uang hasil gadaian pada Mas Gani.

"Kamu temenin Mas jaga malam ini, ya!" pinta Mas Gani dengan mudahnya. Tanpa bertanya lebih dulu apakah aku memiliki kesibukan atau tidak.

"Lho, Aina pulang sama siapa, Mas? Saya antar dia dulu!" Aku sengaja mengeraskan volume suara, agar Adel mendengar. Selama ini, dia dan kedua saudaraku yang lain selalu memandang rendah Aina.

Semua berawal ketika mereka berusaha menjodohkan aku dengan Findri, teman baik Adel yang terang-terangan mengatakan, kalau dia menyukaiku. Latar belakang Findri yang berasal dari keluarga kaya, membuat mereka kesal karena aku lebih memilih menikah dengan Aina dan mengabaikannya.

Selama kami menikah, aku sengaja menjauhkan diri, agar Aina tidak mengetahui yang sebenarnya terjadi. Sekarang, saat kemampuan Aina dalam menulis tak diragukan, aku ingin membuka celah agar istriku tidak merasa kesepian lagi. Setidaknya, dia bisa berteman dengan ipar-iparnya tanpa merasa minder.

"Aku harus antar Aina dulu, Mas!" Aku kembali mengulanginya, karena mereka tidak merespon sama sekali.

"Nanti kamu malah nggak balik lagi ke sini!"

"Kalau sama Adel, bagaimana?" 

"Aku nggak bisa, Mas. Bisa marah Niko kalau dia pulang, terus aku nggak dirumah!" alasannya.

"Maksud Mas, kamu antar Aina, Del! Bisa, kan?"

"Iya, aku anter!"

***

Pagi harinya, aku kembali ke rumah setelah semalaman menemani Mas Gani di rumah sakit. Operasi secar Mbak Feli sendiri berjalan lancar. Hanya saja, karena terlahir prematur, bayinya harus menjalani perawatan di ruang NICU.

"Mau kemana, Yang?" tanyaku ketika melihat Aina tengah bersiap.

"Mau ke bank ngurus kartu ATM yang ketelan," jawabnya santai. Aku melirik Aina, bagaimana ini?

"Mas aja nanti yang urus!"

"Mas, ngurus ATM begitu mana bisa diwakilin? Lagian Mas 'kan capek habis jaga semalaman."

Aku bergeming. Bagaimana harus menjelaskan padanya, kalau aku berbohong?

"Udah nggak usah panik, aku tahu kalau Mas berbohong kemarin. Coba jelasin sama aku, kenapa Mas bisa setega itu?"

Aku masih diam karena kebingungan. Ternyata, istriku tahu semuanya.

"Mas hanya sedang kesal dengan keluarga, Mas."

"Soal grup keluarga?"

"Sebaiknya, kamu nggak usah tahu, sayang ... cuma bikin sakit hati!"

"Eh, mana coba handphonenya? Nggak baik lho, nyimpen masalah sendiri!"

Dengan terpaksa, kuserahkan ponsel itu padanya agar dia tidak berpikir macam-macam.Semoga saja Aina tidak membaca apa yang seharusnya tidak dia ketahui ....

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    LEMBARAN TERAKHIR

    "Harapan pasti ada. Tapi kami semua tahu seberapa besar kesalahan Mas Gani terhadap Mbak Feli. Jadi, nggak mungkin kami memaksa," jawabku jujur, atas pertanyaan Mbak Feli."Sudah makan siang belum, Mbak?" tanya Aina mengalihkan."Belum." Mbak Feli lalu beralih pada Bang Faiz yang masih saja melamun. "Iz, Mbak ingin nagih janji!"Bang Faiz benar-benar tidak mengindahkan panggilan Mbak Feli. Padahal, dia berteriak cukup keras."Bang!" panggil Aina sedikit lebih keras dari Mbak Feli."Eh, iya, kenapa Ai?" Bang Faiz gelagapan seperti orang bingung."Ditagih janji sama Mbak Feli. Janji traktiran waktu itu!""Sekarang, ya? Saya kan waktu itu janjinya mau traktir sekalian sama Mas Gani ....""Jangan bahas yang lalu, deh!" sungutnya kesal. "Maaf ya, Ndra ....""Santai saja, Mbak. Aku nggak apa-apa."Mau bagaimana lagi? Ini semua memang kesalahan Mas Gani sendiri. Dia yang sudah menyia-nyiakan wanita sebaik Mbak Feli."Iz, pacarmu orang mana?"Duh, Mbak Feli, kenapa harus membahas hal itu?"Sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    NIKO INGIN RUJUK

    Setibanya di rumah Adel, aku melihat mobil Niko terparkir di depan pagar. Entah bagaimana caranya dia bisa membawa kendaraan dalam keadaan mabuk.Sementara Niko sendiri, dia duduk bersandar di depan pintu rumahnya saat masih bersama Adel dulu."Niko, ngapain malam-malam di sini?" tanyaku seraya berusaha membangunkannya.Niko bangkit, lalu duduk di bangku teras. Sementara Aina tetap mengekor di belakangku. Dia memang takut setiap kali melihat orang mabuk."Saya ingin bertemu Adel dan Azka, Mas!""Nggak seperti ini, Niko. Sidang perceraian kalian sedang berjalan. Adel bisa saja lapor RT karena merasa terganggu dengan kedatangan kamu dengan keadaan mabuk begini. Tapi dia nggak mau kamu malu, Niko! Pulang dan kembali lagi besok setelah kamu sadar dari pengaruh minuman!" Niko lalu mengusap-usap wajahnya beberapa kali. Saat dia sedang tidak fokus begitu, Aina mengambil kesempatan untuk membuka pintu dengan kunci cadangan yang pernah diberikan Adel."Saya ingin rujuk dengan Adel, Mas ... sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN BANG FAIZ

    Hari ini, aku dan Bang Faiz kembali membuka kios. Sedangkan Dani tidak bisa berjualan hari ini. Kabar bahagia yang kami terima, Zema kini tengah berbadan dua. Ngidam yang cukup parah membuat Dani memutuskan untuk libur berdagang untuk sementara waktu. Ketika sedang sibuk-sibuknya kami menyiapkan dagangan, seorang pelanggan yang pernah memesan banyak waktu itu, kembali datang. "Mas, saya pesan minuman sama paket nasi ayam untuk besok, bisa?" tanya wanita itu. "Berapa porsi, Mbak?" "Seratus lima puluh porsi. Bisa, kan?" "Insya Allah bisa, Mbak ... kalau boleh tahu, untuk acara apa, ya?" tanyaku penasaran. Jujur saja, aku merasa heran. Melihat penampilannya, kalau untuk acara resmi, bisa saja dia memesan makanan di tempat lain yang lebih mewah. Bukan makanan kaki lima pinggir jalan seperti ini. "Maaf, tapi saya nggak bisa bilang, Mas. Oya, toko rotinya nggak buka hari ini, ya?" Wanita itu melirik kios Dani. "Libur hari ini, Mbak. Memang mau pesan juga? Bisa saya sampaikan nanti. K

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    PENYESALAN

    "Karena Azka sudah lahir, aku mau minta dukungan kalian untuk mengajukan gugatan perceraian di pengadilan," ungkap Adel hari itu, saat kami semua berkumpul di rumah Bapak yang kini dihuni Mas Gani bersama Siska. Sejak dia kehilangan salah satu kakinya, rumah ini memang menjadi tempat berkumpul kami. Selain karena kondisi Mas Gani, Siska juga sedang mengandung."Pikirkan lagi baik-baik, Del. Kasihan Azka. Bukankah bayi ini adalah bayi yang kalian nantikan selama ini?" kata Bu Asti sambil menimang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu."Iya, Del. Nggak mudah menjalani hidup sendiri. Lagipula, bukannya Niko sudah berjanji akan menceraikan Findri?" sambungku.Niko memang berjanji akan menceraikan Findri. Setelah Azka lahir, barulah timbul perasaan bersalah yang begitu dalam. Niko menyesal dan ingin kembali pada Adel."Nggak semudah itu untuk aku bisa menerima dia lagi, Mas. Coba lihat Mbak Feli, dia juga melakukan hal yang sama saat tahu Mas Gani selingkuh." Ucapan Adel sangat lanca

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KARMA UNTUK MAS GANI

    "Mas sendiri yang bermain api, kenapa harus menyalahkan kami?" protes Dani yang gemas. Dia mau buka suara juga ternyata."Istri baru Mas sedang hamil sekarang. Kalau Mbak Feli menarik semua asetnya bagaimana? Kalian mau bertanggung jawab?" katanya tanpa rasa malu. Sudah tahu bergantung sama Mbak Feli, kenapa malah banyak tingkah?"Mas nggak malu, menafkahi dia dengan uang hasil dari usaha milik Mbak Feli? Aku saja dengarnya malu, Mas!" kataku mengingatkan."Mas kerja di sana, Ndra. Selama ini Mas yang jatuh bangun mengurus pabrik. Jadi memang sudah semestinya Mas berhak mendapatkan bagian. Orang lain saja kerja dibayar! Kalau begini, Mas bisa nggak dapat apa-apa!"Aku semakin tak habis pikir dengan cara berpikir Mas Gani yang terbilang kuno. Pikiranku berkecamuk.Gemas rasanya punya kakak seperti Mas Gani."Bahkan, uang hasil jual kontrakan, Mas serahkan sama Feli supaya dia nggak curiga. Kenapa kamu sama yang lain malah menusuk Mas dari belakang? Kalian sengaja, lihat saudara kalian

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN MBAK FELI

    Hari ini, aku datang bersama Aina dan Abidzar berkunjung ke rumah Adel. Di sana, nantinya akan ada Dani dan Zema juga. Sengaja kami berkumpul untuk membahas perihal pernikahan kedua Mas Gani yang belum diketahui Mbak Feli."Memang seharusnya diberitahukan sejak awal. Mas-nya aja yang ngotot ingin menyembunyikan semuanya dari Mbak Feli!" kata Adel menyalahkanku. "Alih-alih mau melindungi perasaannya, kita itu malah semakin menyakiti dia!"Meski Adel bicara dengan gaya khasnya yang frontal, aku terima. Aku memng salah karena telah membiarkan masalah ini terus berlarut-larut. Walau awalnya hnya niat baik, ternyata pilihanku untuk merahasiakannya dari Mbak Feli adalah keputusan yang salah."Aku sendiri ngerasain, Mas. Waktu keluarganya Niko ada di acara pernikahannya dengan Findri, itu rasanya sakit sekali! Mereka yang kuanggap berpihak padaku, malah mendukung pernikahan itu. Jangan sampai nih, ya, Mbak Feli justru tahu lebih dulu dari orang lain." tambahnya lagi."Iya, Mas menyesal ...,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status