Share

RODA BERPUTAR

Author: Mommy Alkai
last update Last Updated: 2022-09-18 11:20:43

"Apa Mas sudah telepon yang lain?" tanyaku kembali memastikkan.

"Sudah, tapi nggak ada yang jawab."

"Saya nggak berhak, Mas, itu uang Aina. Nanti saya tanya dulu. Maaf, bukannya tabungan Mas banyak? Lagipula, Mbak Feli, kan, sudah mau lahiran, apa Mas nggak ada persiapan?" sindirku halus, seperti yang dia katakan saat aku meminjam untuk biaya persalinan Aina waktu itu.

"Baru saja Mas bayar ke pemasok kain. Ada pesanan kaos dalam jumlah besar dan mereka belum kasih DP. Lagian, Feli tuh seharusnya lahiran bulan depan. Kalau tahu begini, mana mungkin Mas bayarin kain!" Mas Gani terdengar emosi.

Tapi apa katanya tadi, belum kasih DP? Entah Mas Gani atau pemasok kain yang berbohong, apa itu tidak mencurigakan?

Ah ... ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan semua itu. 

"Saya tanya istri saya dulu, ya, Mas."

"Jangan lama-lama ya, Feli harus segera ditangani."

Dengan berat hati, segera aku beranjak untuk menyampaikan semuanya pada Aina. Jujur saja kalau ingat kejadian beberapa hari yang lalu, hatiku masih terasa sakit. Keluarga sedarah yang seharusnya menjadi orang paling depan memberikan pertolongan, malah menjauh seperti musuh. 

Beruntungnya, aku tidak sempat menceritakan soal kejadian di grup WA keluargaku beberapa hari yang lalu pada Aina. Selama ini juga begitu. Biarlah ... hanya aku yang mengetahui baik dan buruknya keluargaku ini.

Namun, belum sempat aku beranjak, kulihat Aina tengah bersiap. 

"Mau kemana, Yang?"

"Ke rumah sakit, Mas. Abidzar udah tidur di kamar sama Ibu. Mas Gani sudah hubungin Mas, kan?" jelasnya.

Jadi, Mas Gani sudah menghubungi Aina juga? Cepat sekali geraknya!

"Mas Gani? Terus dia bilang apa?" Aku berlagak tidak tahu.

"Pinjam uang sepuluh juta katanya ...."

Terus terang, aku masih sangat kesal dengan kejadian beberapa hari yang lalu. Meski Dani yang meneruskan pesan dariku di grup keluarga, tapi Mas Gani tak luput juga ikut mencemooh.

Namun, karena Aina sudah mengetahuinya sendiri, aku bisa apa sekarang?

"Kamu yakin mau minjemin uang sebanyak itu?"

"Insya Allah yakin, Mas. Mas Gani bilang, hari ini dia nggak bisa ambil uang lagi karena sudah mencapai limit. Mau jual perhiasan sudah sore, tokonya pasti sudah tutup. Kasihan ...," jawabnya polos.

Kasihan? Masih bisakah dia bilang begitu, kalau saja dia tahu apa yang terjadi selama ini dan di grup dua hari yang lalu?

"Jangan sepuluh juta, sayang ... kalau balikinnya lama gimana? Kita, kan, butuh modal buat usaha?"

"Mas, ini nyawa, lho. Kasihan Mbak Feli. Lagipula, Mas Gani janji balikin cepet sama aku."

"Salah sendiri, sih! Kenapa nggak mau pakai BPJS atau asuransi!"

"Mba Feli mana mau pakai fasilitas dari askes begitu? Udah ah, nggak boleh nyinyir begitu, kan, Mas tahu pas kita lagi susah. Nggak enak kalau nggak ada yang peduli."

"Tapi Yang—"

"Udah, ayo langsung ke rumah sakit. Kata Mas Gani, ambil uangnya di ATM rumah sakit aja."

***

Sepanjang perjalanan, aku masih merasa tidak rela dan memikirkan cara untuk menghentikan Aina. Disaat susah seperti ini, kenapa harus kami yang mereka andalkan?

Teringat kembali perlakuan mereka yang terjadi tak hanya sekali dua kali. Aku sampai sengaja memisahkan diri dari keluarga agar Aina tidak tahu keburukan mereka.

Sampai di rumah sakit swasta ini, kulihat Mas Gani tengah menunggu di kursi tunggu, ruang UGD.

"Bagaimana keadaan Mbak Feli, Mas?" tanya Aina.

"Sudah ditangani, tinggal menunggu jadwal operasi."

"Syukurlah ... padahal tadi siang masih berbalas WA sama aku, lho!" sambung istriku lagi.

"Kejadiannya memang cepat, dia kepleset tadi. Ini juga masih jauh dari HPL. Hanya saja dokter menyarankan untuk segera operasi.  Oya, Ndra, kamu sudah ambil uangnya?"

"Belum, Mas. Kan, Mas yang suruh ambil disini."

Mataku lalu tertuju pada sesuatu di balik kantong celana kain Mas Gani. Aku tahu itu apa, dan tiba-tiba saja terpikirkan ide.

"Sini, Yang ... Mas yang cari mesin ATM-nya, kamu lihat Mbak Feli dulu sana!"

Tanpa banyak bertanya, Aina menyerahkan kartu ATM miliknya dan pergi menemui Mbak Feli. Syukurlah ....

***

"Sudah, Ndra?" tanya Mas Gani saat aku menghampirinya.

"Maaf Mas, ATM-nya tertelan!"

"Ya ampun, Ndra, kamu nggak bisa di andelin banget, sih! Keadaan lagi darurat begini, bisa-bisanya ceroboh!"

"Ya gimana Mas, saya grogi sudah lama nggak pakai ATM."

"Sekarang ada uang berapa? Kamu udah sempat ambil sebelumnya, kan?"

"Udah Mas, tapi cuma buat beli handphone dan susu Abi."

"Masa nggak ada sisanya?"

"Ada juga, tapi cuma sedikit!"

"Berapa?"

"Dua ratus ribu!"

Mata Mas Gani langsung membulat mendengar nominal angka yang kusebutkan.

"Kamu masih dendam, soal kejadian itu?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jess
gak jadi baca
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    LEMBARAN TERAKHIR

    "Harapan pasti ada. Tapi kami semua tahu seberapa besar kesalahan Mas Gani terhadap Mbak Feli. Jadi, nggak mungkin kami memaksa," jawabku jujur, atas pertanyaan Mbak Feli."Sudah makan siang belum, Mbak?" tanya Aina mengalihkan."Belum." Mbak Feli lalu beralih pada Bang Faiz yang masih saja melamun. "Iz, Mbak ingin nagih janji!"Bang Faiz benar-benar tidak mengindahkan panggilan Mbak Feli. Padahal, dia berteriak cukup keras."Bang!" panggil Aina sedikit lebih keras dari Mbak Feli."Eh, iya, kenapa Ai?" Bang Faiz gelagapan seperti orang bingung."Ditagih janji sama Mbak Feli. Janji traktiran waktu itu!""Sekarang, ya? Saya kan waktu itu janjinya mau traktir sekalian sama Mas Gani ....""Jangan bahas yang lalu, deh!" sungutnya kesal. "Maaf ya, Ndra ....""Santai saja, Mbak. Aku nggak apa-apa."Mau bagaimana lagi? Ini semua memang kesalahan Mas Gani sendiri. Dia yang sudah menyia-nyiakan wanita sebaik Mbak Feli."Iz, pacarmu orang mana?"Duh, Mbak Feli, kenapa harus membahas hal itu?"Sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    NIKO INGIN RUJUK

    Setibanya di rumah Adel, aku melihat mobil Niko terparkir di depan pagar. Entah bagaimana caranya dia bisa membawa kendaraan dalam keadaan mabuk.Sementara Niko sendiri, dia duduk bersandar di depan pintu rumahnya saat masih bersama Adel dulu."Niko, ngapain malam-malam di sini?" tanyaku seraya berusaha membangunkannya.Niko bangkit, lalu duduk di bangku teras. Sementara Aina tetap mengekor di belakangku. Dia memang takut setiap kali melihat orang mabuk."Saya ingin bertemu Adel dan Azka, Mas!""Nggak seperti ini, Niko. Sidang perceraian kalian sedang berjalan. Adel bisa saja lapor RT karena merasa terganggu dengan kedatangan kamu dengan keadaan mabuk begini. Tapi dia nggak mau kamu malu, Niko! Pulang dan kembali lagi besok setelah kamu sadar dari pengaruh minuman!" Niko lalu mengusap-usap wajahnya beberapa kali. Saat dia sedang tidak fokus begitu, Aina mengambil kesempatan untuk membuka pintu dengan kunci cadangan yang pernah diberikan Adel."Saya ingin rujuk dengan Adel, Mas ... sa

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN BANG FAIZ

    Hari ini, aku dan Bang Faiz kembali membuka kios. Sedangkan Dani tidak bisa berjualan hari ini. Kabar bahagia yang kami terima, Zema kini tengah berbadan dua. Ngidam yang cukup parah membuat Dani memutuskan untuk libur berdagang untuk sementara waktu. Ketika sedang sibuk-sibuknya kami menyiapkan dagangan, seorang pelanggan yang pernah memesan banyak waktu itu, kembali datang. "Mas, saya pesan minuman sama paket nasi ayam untuk besok, bisa?" tanya wanita itu. "Berapa porsi, Mbak?" "Seratus lima puluh porsi. Bisa, kan?" "Insya Allah bisa, Mbak ... kalau boleh tahu, untuk acara apa, ya?" tanyaku penasaran. Jujur saja, aku merasa heran. Melihat penampilannya, kalau untuk acara resmi, bisa saja dia memesan makanan di tempat lain yang lebih mewah. Bukan makanan kaki lima pinggir jalan seperti ini. "Maaf, tapi saya nggak bisa bilang, Mas. Oya, toko rotinya nggak buka hari ini, ya?" Wanita itu melirik kios Dani. "Libur hari ini, Mbak. Memang mau pesan juga? Bisa saya sampaikan nanti. K

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    PENYESALAN

    "Karena Azka sudah lahir, aku mau minta dukungan kalian untuk mengajukan gugatan perceraian di pengadilan," ungkap Adel hari itu, saat kami semua berkumpul di rumah Bapak yang kini dihuni Mas Gani bersama Siska. Sejak dia kehilangan salah satu kakinya, rumah ini memang menjadi tempat berkumpul kami. Selain karena kondisi Mas Gani, Siska juga sedang mengandung."Pikirkan lagi baik-baik, Del. Kasihan Azka. Bukankah bayi ini adalah bayi yang kalian nantikan selama ini?" kata Bu Asti sambil menimang bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu."Iya, Del. Nggak mudah menjalani hidup sendiri. Lagipula, bukannya Niko sudah berjanji akan menceraikan Findri?" sambungku.Niko memang berjanji akan menceraikan Findri. Setelah Azka lahir, barulah timbul perasaan bersalah yang begitu dalam. Niko menyesal dan ingin kembali pada Adel."Nggak semudah itu untuk aku bisa menerima dia lagi, Mas. Coba lihat Mbak Feli, dia juga melakukan hal yang sama saat tahu Mas Gani selingkuh." Ucapan Adel sangat lanca

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KARMA UNTUK MAS GANI

    "Mas sendiri yang bermain api, kenapa harus menyalahkan kami?" protes Dani yang gemas. Dia mau buka suara juga ternyata."Istri baru Mas sedang hamil sekarang. Kalau Mbak Feli menarik semua asetnya bagaimana? Kalian mau bertanggung jawab?" katanya tanpa rasa malu. Sudah tahu bergantung sama Mbak Feli, kenapa malah banyak tingkah?"Mas nggak malu, menafkahi dia dengan uang hasil dari usaha milik Mbak Feli? Aku saja dengarnya malu, Mas!" kataku mengingatkan."Mas kerja di sana, Ndra. Selama ini Mas yang jatuh bangun mengurus pabrik. Jadi memang sudah semestinya Mas berhak mendapatkan bagian. Orang lain saja kerja dibayar! Kalau begini, Mas bisa nggak dapat apa-apa!"Aku semakin tak habis pikir dengan cara berpikir Mas Gani yang terbilang kuno. Pikiranku berkecamuk.Gemas rasanya punya kakak seperti Mas Gani."Bahkan, uang hasil jual kontrakan, Mas serahkan sama Feli supaya dia nggak curiga. Kenapa kamu sama yang lain malah menusuk Mas dari belakang? Kalian sengaja, lihat saudara kalian

  • PESAN YANG DITERUSKAN KE GRUP KELUARGA    KEPUTUSAN MBAK FELI

    Hari ini, aku datang bersama Aina dan Abidzar berkunjung ke rumah Adel. Di sana, nantinya akan ada Dani dan Zema juga. Sengaja kami berkumpul untuk membahas perihal pernikahan kedua Mas Gani yang belum diketahui Mbak Feli."Memang seharusnya diberitahukan sejak awal. Mas-nya aja yang ngotot ingin menyembunyikan semuanya dari Mbak Feli!" kata Adel menyalahkanku. "Alih-alih mau melindungi perasaannya, kita itu malah semakin menyakiti dia!"Meski Adel bicara dengan gaya khasnya yang frontal, aku terima. Aku memng salah karena telah membiarkan masalah ini terus berlarut-larut. Walau awalnya hnya niat baik, ternyata pilihanku untuk merahasiakannya dari Mbak Feli adalah keputusan yang salah."Aku sendiri ngerasain, Mas. Waktu keluarganya Niko ada di acara pernikahannya dengan Findri, itu rasanya sakit sekali! Mereka yang kuanggap berpihak padaku, malah mendukung pernikahan itu. Jangan sampai nih, ya, Mbak Feli justru tahu lebih dulu dari orang lain." tambahnya lagi."Iya, Mas menyesal ...,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status