"Wanda tunggu ... tunggu Wanda," ucap Mas Derry memelas.
Ia menyusulku hingga ke lorong apartemen di mana beberapa tetangga berkumpul dan menghibahi apa yang barusan terjadi dengan kami. "Apa lagi? Lihat dirimu dan penampilanmu," ujarku mendelik jijik menatapnya yang hanya memakai singlet dan celana boxer ultra mini. "Sungguh tidak tahu malu, kamu sampai nekat selingkuh seperti ini, kau menjijikkan Mas!" desisku sambil berlalu. "Tunggu aku di rumah, kita akan bicarakan ini, aku akan segera menyusulmu," ungkapnya sambil berlari dan meraih pakaiannya. Ia kembali dua menit kemudian dalam keadaan pakaian masih berantakan, sedang wanita itu menyusulnya sambil memelas agar Mas Derry tak meninggalkan dia. "Mas, tunggu, Mas, bagaimana denganku?" tanyanya setengah ingin menangis. "Tunggu di sini, kita akan bicarakan," jawab Mas Derry sambil mengusap bahu wanita itu. "Hei, kau menyuruhku menunggu dan kau menyuruh si laknat itu untuk menunggu juga?" Aku nyaris terbelalak tidak percaya. "Sayang ... mengertilah posisiku?" "Beraninya kamu memintaku mengerti posisimu, pulang sekarang atau kupermalukan kau lebih dalam!" Suamiku melangkah ragu, dengan takut dia berjalan melewatiku, ukuran lorong yang hanya 2 meter membuat dia berusaha menjaga langkahnya dari terkaman tanganku. Selain itu, tampaknya wanita yang menjadi simpanannya itu tidak bisa melepaskan Mas Derry dengan mudah, ia berlari mengejar suamiku dan berusaha menarik lengannya. Namun belum sampai ia bisa meraihnya, aku telah mencekal lengannya lebih dahulu, satu hantaman keras kulabuhkan di wajahnya. Plak! Hal itu sukses membuatnya tersungkur dan terhuyung-huyung ke dekat dinding. Aku menghampiri dan menarik rambut poni miliknya. "Jangan bersikap keterlaluan sebelum aku, menghajarmu!" "Lakukan dan hajar saja aku, bila perlu viralkan!" dia berteriak di wajahku seolah-olah dia yang istri sah dan aku adalah pelakornya. "Hahaha, memviralkan orang? Itu bukan gayaku! Alih-alih buang tenaga, akan kugunakan apa yang kutemukan hari ini untuk menghasilkan keuntungan," jawabku sambil tersenyum miring. "Itulah yang membuat Mas Derry bosan denganmu, kau gila kerja dan ambisimu hanya tentang uang saja." Ia kesal dan menangis sejadi-jadinya. Plak! Kutampar dia sekali lagi agar kesadarannya segera kembali. "Aku gila kerja dan uang dari hasil usahaku sendiri, bukan dari hasil terobsesi dengan pasangan orang lain dan ya, aku penasaran sekali, mengapa kau sangat nekat pada suamiku, kau pikir dia kaya? aku tegaskan ya, dia sangat miskin, tanpa aku ia akan kelaparan bahkan ia tak ragu menjual celana dalamnya untuk makan!" "Aku mencintainya," jawabnya singkat dan sukses menuai cibiran para tetangganya. "Cinta? Hahaha, apa wajahku terlihat begitu polos untuk mempercayai argumenmu tentang roman picisan yang kau sebut, cinta?" "Wanita kaku sepertimu tak akan merasakan hangatnya cinta, pantas Mas Derry begitu merana selagi bersamamu!" celanya dengan angkuh. "Kurang ajar ... Iblis betina ...." Kali ini aku sungguh geram, kutarik rambutnya sedang ia menjerit gelagapan, aku nyaris menghempas kening wanita itu ke dinding andai Pak Ridwan tidak menengahi dan mengingatkan bahwa justru aku yang akan rugi jika ini terjadi. "Kuperingatkan sekali lagi, berhenti mengganggu suamiku! Jangan memberi alasan tentang perasaan karena itu menggelikan, pergi dan gaet lelaki tua hidung belang jika kau ingin cepat menghasilkan uang!" Aku membenahi blazerku lalu melangkah pergi, sedang wanita itu luruh dan menangis pilu di lantai koridor apartemen. ** Sehari sebelumnya. "Ibu Direktur, ini ada pesanan online," ujar Hana asisten pribadiku di kantor. "Pesanan? Saya tidak merasa memesan sesuatu," kataku sambil memperhatikan kado berbungkus coklat kombinasi merah yang diberi rangkaian bunga dan pita. "Tapi itu alamatnya ke kantor ini, dan pemesannya adalah suami Anda, mungkin itu hadiah buat Ibu," imbuhnya. "Baik, coba kita lihat," balasku sambil meraih cutter dan menyayat pinggir kotak. kubuka dan ternyata itu adalah sebuah baju tidur seksi dengan kimono sebagai outer dilengkapi dengan 'thong' dan penutup dada, bahannya dari lace dan satin premium sehingga aku bisa menarik kesimpulan bahwa pakaian ini sangat mahal. Tadinya ... Kupikir ini hadiah ulang tahun pernikahan yang sempat ia lewatkan dua hari yang lalu, namun ketika menemukan kartu ucapan romantis tiba tiba kepalaku terasa berapi dan dadaku seketika berat. Dear, Firda tersayang. Tidak ada kata yang bisa kuungkapkan Untuk melukiskan, betapa aku merindukanmu Tidak ada sedetik dalam hidupku, Yang kulalui tanpa membayangkanmu. Andai angin bisa berbisik, biarkan dia membawa salamku. Asa dalam jiwa ini ingin selalu memeluk dan menikmati aroma tubuhmu yang menggairahkan sisi romantisku. "Tsahhhhh!" Kuhempas kartu ucapan berwarna peach dengan aroma mawar itu ke dalam tong sampah. Menjijikkan membaca pesan mesra dari suamiku pada wanita itu, selain cemburu aku juga begitu malu sendiri dengan itu. Apa katanya tadi? menggairahkan sisi romantis? muak aku membacanya! Jangan tanya bagaimana bergejolaknya api dalam dadaku, rasanya harga diriku sebagai istri terkoyak, amarahku menggelegak dan butuh pelampiasan. "Panggil Pak Ridwan," suruhku pada Hana. Sesaat orang yang kuminta datang menghampiri dan memberi hormat. "Selamat siang, Nyonya, Anda memanggil saya?" "Ya, Pak Ridwan dan Hana, saya minta kalian selidiki kemana suami saya pergi, bagaimana pun caranya informasi tentang wanita bernama Firda yang dekat dengan suamiku harus kudapatkan besok pagi juga!" "Siapa Firda, Nyonya?" Atanya Pak Ridwan. "Itu tugas kalian untuk mencari tahu, apapun caranya, temukan wanita pemilik pesanan ini," ujarku. setelah kedua asistenku menjauh, aku segera memanggil asisten pribadi yang mengatur semua jadwal dan rencana kerja suamiku. Dia adalah Susi. "Susi, Saya ingin bertanya sesuatu kepada kamu," ucapku ketika wanita itu datang dan duduk di depanku. "Dengan senang hati,.saya akan membantu ibu," jawabnya. "Apakah suami saya setiap hari selalu keluar makan siang atau melakukan pertemuan dan meluangkan waktunya?" Wanita itu terlihat mengernyit sesaat lalu kemudian ia terlihat berusaha mengingat sesuatu. "Ehm ... setiap hari beliau memang punya jadwal kegiatan diluar kantor Bu, saya tidak diberitahu detailnya,.karena saya hanya diperintahkan untuk mengingatkan beliau." "Apakah ada waktu-waktu tertentu?" "Biasanya beliau akan keluar siang hari jam dua belas siang dan kembali jam dua atau tiga sore, tergantung dari rapat yang beliau hadiri," balas asisten cantik itu. "Kamu sungguh tidak tahu apa-apa,tidak tahu seperti apa klien yang ditemui Mas Derry?" "Sungguh, Bu. Saya hanya di kantor dan jarang mengikuti kegiatan Bapak jadi saya tidak mengetahui detailnya lebih lanjut." "Apakah suami saya seperti ini sudah berlangsung lama?" "Ya, setahu saya iya," jawabnya sambil menunduk. "Baiklah kamu silakan pergi," suruhku. * [Nyonya, kami menemukan alamat Id pelanggan dari ponsel orang yang kerap dihubungi Pak Deri ] kirim Pak Ridwan ke ponselku. [Lacak!] [Tapi itu sulit, Bu. Kami harus menemui petugas dan meminta izin untuk mendapatkan informasi tersebut.] [Bayar petugasnya dan lakukan apa saja. Saya harus menemukan wanita ini!] [Baik, Bu.] "Mas Derry ... kau salah telah meremehkanmu, kau berpikir bahwa aku polos dan bodoh, asal kau tahu saja, uang bisa membuat siapa nyaris menggenggam separuh dunia." Aku tersenyum jahat dan menunggu waktu terbaik untuk melabrak mereka berdua.Malam pertama kami lalui dengan saling diam saja, sampai pagi menjelang. Agak canggung sebenarnya keluar dari kamar, menyapa mertua dan tetap berpura-pura membaur dengan keluarga. Aku tetap ramah, dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, berkenalan dengan orang-orang yang belum kukenal dan membaur menjadi satu sebagai kerabat mereka, jujur itu menyenangkan juga.Ketika berdua saja sebenarnya aku masih ingin membahas tentang Tania, tapi, khawatir bahwa hal itu akan membuat Mas Randi tersinggung dan tidak senang, kadi aku menahan diri untuk tidak banyak bicara lagi.Begitulah, hari-hari yang kuhabiskan sebagai istri dari seorang Randy berjalan normal dan bahagia seperti pasangan pada umumnya.Sampai kami pindah ke rumah sendiri di sebuah kompleks yang cukup tenang dan bagus.Hari-hariku juga berjalan biasa,bangun pagi saling menyapa dan sarapan, berangkat kerja bersama, pulang pun dijemput dia, lalu kami akan berjalan-jalan untuk menghabiskan senja, pulang ke rumah, memasak pasta
"Hadiah apa maksudmu?" tanyaku heran."Hadiah yang baru saja terjadi," bisiknya sambil tertawa."Jadi itu perbuatanmu?"Iya, Tapi sayangnya jika kau memberitahu pada Mas Randy mungkin dia tidak akan mempercayai omonganmu karena saat ini hubungan kami sudah membaik," ucapnya sambil melenggang santai.Ada perasaan panas yang merebak di dalam hatiku, aku sangat ingin memberi wanita itu pelajaran karena telah hampir merusak merusak acara pernikahanku, tapi entah apa yang harus kulakukan.Suamiku dari seberang sana melambaikan tangan dan memintaku mendekat untuk menyalami tamu yang hendak pergi."Pergi dan temui suamimu, nikmatilah hidup bahagia dengannya, itu ... kalau kau bisa," ucapnya sinis."Kau pikir aku lemah dalam menghadapi manusia jahat sepertimu, kau hanya menyaksikan seperempat dari apa yang bisa kulakukan, kalo aku marah maka tamatlah riwayatmu!""Salah sendiri kau merebut suamiku!"Aku yang hendak mendekati Mas Randy langsung membalikkan badan dan mendaratkan sebuah tamparan
Semuanya sudah siap, tenda mewah, baju pengiring pengantin dan seragam keluarga sudah dikenakan oleh para anggota keluarga yang akan mendampingi kami. Begitu juga penampilanku yang sudah siap dengan sanggul dan kebaya, siap menghadapi akad pernikahan dan menjadi seorang istri bagi pria yang aku sukai.Tapi sejak tadi aku tidak melihat Mas Randy mungkin dia masih sibuk bersiap-siap atau entah di mana tapi sepanjang hari ini dia belum mengirimkan pesan atau menyapa, padahal kami berada di lokasi yang, hotel tempat kami akan melangsungkan akad nikah dan resepsi."Kamu sudah siap Kak?"tanya Adik Mas Randy yang datang menghampiri."Iya, sudah siap, Mas Randinya mana?""Lagi siap-siap di kamar sebelah, Mbak nggak sabar buat ketemu ya?" godanya sambil tertawa."Ah, kamu bisa aja," jawabku tersipu.Tak lama kemudian ibu dan ayah datang lalu memelukku dengan penuh kasih sayang."Selamat ya selamat Nduk," ucap ayah sambil mengusap sudut matanya."Terima kasih ayah atas dukungannya," jawabku."
Karena merasa tidak enak dan pikiranku terus bergelayut tentang Tania yang telah mengikuti kami dan mengawasi kami dari jauh aku akhirnya menelepon Mas Randy sepulang dari tempat kerja."Halo calon istriku," sapanya dari seberang sana."Halo Mas, aku ingin membicarakan sesuatu," balasku."Katakan saja tanpa sungkan.""Aku melihat Tania mengikuti kita ke kantor tadi dan dia mengawasi caramu berpamitan denganku lalu setelah itu mobilnya mundur meninggalkan halaman kantor ku.""Sungguhkah Aku tidak tahu sama sekali tentang itu," jawabnya."Iya, aku memberi tahu, agar kau tahu Mas.""Kira-kira kenapa ya petani yang melakukan itu?" tanyanya dengan nada heran."Entahlah, Mas, aku berharap dia hanya ingin melihat kebahagiaan kita saja.""Aku tangkap dari cara bicaranya dia pun tulus ingin melihat kita bahagia lalu bagaimana mungkin dia berencana untuk membuat kekacauan lagi?""Tapi aku nggak tau Mas dia adalah mantan istrimu, kau lebih tahu sifatnya dengan detil daripada aku.""Iya, tapi mes
Lima hari menuju pernikahan kami, persiapan sudah hampir 80% meliputi, lokasi acara, pakaian, dekorasi dan persiapan katering."Nduk, kalau mau pergi kerja hati-hati ya soalnya kamu kan calon pengantin takut ada apa-apa," bisik Ibu ketika aku hendak berangkat kerja."Ya Bu Jangan khawatir nanti Wanda akan jaga diri kok," jawabku sambil tertawa."Entah mengapa pernikahanmu yang kali ini membuat Ibu begitu bahagia dan antusias, seolah-olah Ibu telah diberi sebuah kabar baik dari Tuhan, sehingga tanpa alasan yang berlebihan ibu sangat bahagia," ucapnya dengan mata berbinar."Alhamdulillah semoga apa yang ibu rasakan adalah firasat baik untuk kita," jawabku sambil masuk ke dalam mobil."Iya, Nduk, hati hati ya."Kok mundurkan mobil dan langsung memutar kemudi menuju jalan utama dan meluncur ke kantorku.Lagi asik mengendarai mobil sambil mendengarkan tayanga radio dari media mobil, tiba-tiba ponselku berdering dan nama yang selalu membuat dadaku berdegup kencang ketika membaca hurufnya, t
Akhirnya aku bisa menjebak wanita itu dengan ucapan pahit, setelah mempermalukanku tempo hari di depan calon ibu mertua dan beberapa wanita di toilet pusat perbelanjaan, kini aku mampu menemukannya dengan kalimat yang menyakitkan.Kenyataannya memang demikian, dia yang sudah tergila-gila sendiri kepada mantan suaminya, sementara Mas Rendy sendiri sudah tidak menginginkan dia lagi.Alangkah bodohnya dia, sampai datang dan mengusikku yang notabene tidak bersalah?Posisiku adalah wanita yang dilamar sesudah dia menduda, Aku bukan pelakor seperti yang dituduhkan selama ini karena aku tidak hadir diantara mereka berdua ketika masih berada dalam ikatan sah perkawinan."Ah, manusia ada-ada saja."*Pukul sepuluh siang, Resepsionis datang dari loby memberi tahu jika aku kedatangan tamu."Siapa?""Sepertinya Orang yang sering mendatangi Ibu," jawabnya."Laki-laki atau perempuan?""Calon suami Ibu."Aku cukup membulatkan mata mendengarnya, dari mana dia mengetahui bahwa pria itu akan menikahik