Share

PPRS 03

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-07-14 21:54:56

Di lain tempat.

Malam itu Rangga sulit memejamkan matanya. Keinginannya untuk bertemu dengan Kenna begitu kuat. Hinggah tak perduli malam-malam dia menghubungi seseorang. Dia ingin tahu, siapa Kenna sebenarnya.

"Bagaimana?" 

Pagi belumlah hilang, saat Rangga sudah menelpon Pak Anang, orang kepercayaannya. 

"Bos, wanita itu namanya Kenna Humairah. Istrinya Barel. Iya, Barel Herlambang dari Jaya Persada Group."

Rangga menatap layar laptopnya dalam diam. Pria itu baru saja menyimak laporan dari anak buah kepercayaannya yang ia tugaskan menyelidiki sosok Kenna yang akhir-akhir ini muncul terus di pikirannya.

"Apa? Kamu yakin?"

"Saya cek dua kali. Pernah ada dokumentasi waktu mereka diundang acara penghargaan pengusaha muda. Lengkap. Nama, perusahaan, juga akun media sosialnya. Semua mengarah ke satu titik. Kenna adalah istri dari rival utama bisnis Bapak."

Rangga menyandarkan tubuhnya ke kursi. Untuk sesaat, ia terdiam. Tangannya menyentuh dagu, berpikir dalam. Hatinya sempat berdebar waktu melihat live TikTok perempuan itu. Cara bicara Kenna, senyumnya, bahkan raut matanya yang tenang tapi seolah memendam sesuatu. Ia terpikat, tanpa tahu siapa dia sebenarnya. 

Dia memang telah merasa wanita itu punya suami. Namun daya pikat wanita yang  terlihat seperti seorang gadis belia itu mengalahkan logikanya untuk bertemu dengannya. Sekedar menatapnya dari dekat.

Sekarang, ia tahu. Dia tak sekedar  wanita cantik. Tapi istri seorang Barel Herlambang.

Dan anehnya, ia tak mundur. Justru makin tertarik.

"Terima kasih. Hapus semua jejak pencarian ini. Jangan bocorkan ke siapa pun."

"Siap, Bos."

Rangga memejamkan mata sejenak. Dalam benaknya, wajah Kenna perlahan muncul. Suara lembutnya saat menjelaskan cara bikin sambal, tawanya yang sedikit gugup saat membaca komentar lucu, dan... tatapan matanya yang kosong di akhir siaran. Juga pesan singkatnya yang seolah kadang menyadarkannya.

"Sholat? Entah kapan aku terakhir sholat," gumannya.

Dia penasaran. Dan besok, dia akan menemuinya

"Saya di meja pojok, pakai kemeja biru,"

Itu pesan terakhir dari akun bernama RG88.

Kenna berdiri di depan pintu kafe kecil yang tenang di sudut Jalan Dahlia. Tangannya dingin, padahal udara tidak terlalu sejuk. Ia menghela napas, merapikan kerudung pashmina panjang-nya yang senada dengan blouse putih gading yang ia pakai.

Langkahnya pelan saat masuk. Aroma kopi dan kayu manis menyambut. Di sudut ruangan, seorang pria berdiri. Tinggi, rapi, dan begitu mencolok dengan setelan kasual formal: kemeja biru yang digulung hingga siku, jam tangan hitam yang simple namun elegan, dan rambut lurus yang ditata rapi.

Dia berdiri dan tersenyum.

"Kenna?"

Kenna hanya mengangguk sambil mengatupkan kedua tangannya di dada saat lelaki itu mengulurkan tangannya.

Dia lalu tersenyum selintas. "Aku Rangga."

Sekilas, Kenna menatap pria itu lebih dekat. Wajahnya bersih, rahangnya tegas, bulu-bulu halus menghiasi wajah tampannya. Dan senyumnya... jujur. Ada sesuatu yang membuat Kenna tak bisa langsung mengalihkan pandangan.

"Kamu lebih cantik dari yang pernah kulihat di live," ucap Rangga setelah mereka duduk.

Kenna mengerutkan kening sambil tertawa kecil, "Kamu sering nonton live-ku?"

"Sering. Dari awal kamu mulai aktif lagi, aku selalu nonton. Tapi... aku pernah lihat kamu sebelum itu."

Kenna menatapnya penasaran.

"Ah, mungkin hanya karena aku begitu mengagumimu. Sampai semua orang aku pikir kamu." Rangga meralat.

Kenna terdiam. Napasnya terasa mengendap. Perkataan berani itu membuatnya berkeryit.

"Ayo duduk duluh, aku sudah pesankan makanan seafood kesukaan kamu."

"Kamu hafal kesukaan aku?"

Rangga tak langsung menjawab. "Aku enggak punya agenda tersembunyi. Aku hanya... pengin ngobrol. Ngobrol sama kamu sebagai manusia yang berada di ambang kebingungan."

Kenna menunduk, mencoba tak menatap langsung mata Rangga yang tak berhenti menatapnya.

"Sekarang apa masalahmu? Aku akan jawab sebisaku  kalau aku mampu. Kalau tidak, aku akan tanya orang yang lebih profesional di bidangnya."

"Aku hanya ingin ketemu kamu."

Kenna sontak berdiri.  Namun lelaki itu malah meraih tangannya.

"Tolong,.. lepaskan!"

"Asal kamu dengarkan aku duluh."

Kenna berhenti, dan mulai mendengar.

"Aku memang punya masalah. Dan masalahku itu kamu. Semakin  lama aku ingin tahu kenapa senyummu tetap muncul meski matamu sering kosong."

Kenna terkejut. Kenapa dia seolah tahu penderitaannya.

"Mungkin karena aku enggak punya tempat buat... terlihat lemah dan menjadi pembohong seperti kamu"

"Aku nggak bohong. Itu masalahku."

Hening sejenak.

Kenna memperhatikan pria di depannya. Wajahnya tak hanya tampan. Tapi juga sebenarnya menenangkan. Ia tinggi, posturnya tegap, dan sorot matanya menyiratkan sesuatu yang tulus.

Sementara itu, Rangga tak bisa melepaskan pandangannya dari wanita yang selama ini hanya ia saksikan lewat layar. Kenna jauh lebih memikat dari apa yang terlihat di kamera. Ia tinggi, anggun, dengan hijab panjangnya yang dililit  dengan kesan modis. Wajahnya klasik, seperti lukisan lama, dan senyumnya... penuh luka yang tak pernah selesai.

"Aku tahu ini mungkin salah. Tapi aku enggak bisa berpura-pura. Kamu menarikku, Kenna."

"Berhenti!"

"Aku bisa. Kalau kamu mau aku berhenti."

Kenna terdiam. Jantungnya berdetak terlalu cepat. Ia tahu ia harus pergi. Tapi kakinya tak bergerak. Dan dalam diam itu, Rangga tahu, ia punya celah.

Di luar kafe, seseorang berdiri di balik kaca mobil gelap. Kamera ponselnya terangkat, merekam diam-diam dua sosok yang sedang berdiri terlalu dekat.

Jari itu bergerak cepat. Merekam. Men-zoom. Lalu menekan tombol kirim ke satu nama.

"Aku datang bukan untuk membuka ruang hati. Aku hanya ingin tahu, apakah aku masih bisa berarti untuk seseorang." Kenna beranjak. "Maaf, aku harus pulang," 

Rangga ikut berdiri. "Boleh aku ngantar?"

"Enggak perlu. Aku bawa mobil."

Rangga menatapnya. "Bolehkah aku... menyapamu lagi lain waktu?"

Kenna tak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis, lalu pergi begitu saja.

Rangga makin penasaran

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   PPRS 08

    Rangga menatap Kemna dengan khawatir, tetapi ia tetap menjaga jarak aman. Ia memegang payung besar itu di atas kepala mereka, melindungi tubuh perempuan itu yang sudah setengah basah. Mata Kemna, yang memerah dan sembap, tetap terpaku pada tanah. Napasnya berat, seolah kata-kata yang ingin keluar tertahan di tenggorokan."Ayo, aku antar pulang. Nggak baik kamu di sini terus," ajak RanggaPerempuan itu tetap diam. Tangannya menggenggam tas dengan kuat, jari-jarinya memutih. Rangga menunggu, sabar, tanpa mendesak. Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya suara serak itu keluar."Rangga... aku nggak mau pulang."Pria itu mengernyitkan dahi. "Kenapa?"Kenna mengangkat wajahnya sedikit, matanya menatap Rangga dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ada luka yang begitu dalam di sana, tetapi juga kelelahan. Ia menggigit bibir, berusaha keras menahan isak."Dia selingkuh," kata Kenna akhirnya, suaranya hampir tidak terdengar. "Di ruang kerjanya... dengan perempuan lain."Rangga terdiam. Ternyat

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   PPRS 07

    Kenna berhenti di depan lift, air matanya mengaburkan pandangan. Tetapi sesuatu dalam dirinya menuntut kepastian. Mungkin aku salah dengar, pikirnya. Ia menarik napas panjang, menghapus air matanya dengan punggung tangan, lalu memutar tubuh. Langkahnya kembali mengarah ke ruang kerja Barel." Apa sekarang ruangan Barel dipindah? Kenapa aku tadi tidak membaca?" Dia berharap dia salah ruang.Saat dia sampai dan berdiri lagi di depan pintu, tangannya gemetar saat netranya menangkap nama yang tertera. Ini benar ruangannya. Ia mengumpulkan keberanian, kemudian mendorong pintu perlahan. Masih tidak terkunci."Bukannya Sabtu kemarin kita sudah menghabiskan waktu bersama. Kita bahkan sampai melakukannya berkali kali, apa itu kurang?" Suara wanita itu terdengar manja."Jadi Sabtu itu Barel tak ke luar kota karena pekerjaan tapi karena..." gumam Kenna. Kenna tahu betul tabiat suaminya yang selalu menuntut perhatian lebih di tempat tidur hingga dia kemarin sempat heran kalau Barel tak respon pad

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   PPRS 06

    Kenna menatap pria yang baru saja keluar dari dalam panti. Jantungnya berdegup tak karuan saat melihat sosok yang ramah memberi salam itu."Aku sudah kirim pesan, tapi kamu abaikan." Suara bariton Rangga segera terdenga lagi. Kenna masih terdiam tak percaya."Aku pikir aku mau mengajakmu ke panti ini. Tak tahunya kamu juga ke sini. Jodoh ya?""Maaf, aku tadi langsung ke sini. Kangen emak-emak aku," jawab Kenna, mencoba terdengar wajar. Tapi ia tahu, ia mulai tak bisa menghindar dari sorot mata Rangga."Jadi kamu dari panti ini?" tanya Rangga menyipit, seolah tak percaya. Padahal mulanya dia mau mengajak Kenna ke sana, seolah itu dunia baru yang harus dikunjungi Kenna."Iya, di sinilah rumahku. Aku dibesarkan oleh orang-orang hebat yang menyayangi aku seolah aku ini bagian dari hidup mereka." Dengan terharu Kenna merangkul kedua orang tua yang kini juga menatapnya dengan bangga."Dalam keterbatasan kami membesarkannya. Dia tumbuh menjadi gadis hebat. Belajar agama, bisa kuliah tanpa

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   PPRS 05

    Makin hari, Kenna merasa Barrel bukanlah lelaki yang dia kenal. Bahkan saat mereka menghadiri sebuah acara, Kenna merasa Barrel tidak lagi bisa menjadi pembelanya."Mas, bisa nggak kamu membelaku?" tanya Kenna setelah mereka sampai di rumah."Apanya yang dibela? Benar kan kata mereka, kamu masih belum juga memberiku anak?""Apa kamu pikir ini salahku?""Sudahlah, Ken. Aku ada kerjaan."Kenna melempar sepatunya. Hampir mengenai kaki suaminya. Tetapi lelaki itu hanya melangah menjauh. Tanpa kata-kata..Air mata tak lagi dapat dibendung Kenna. Di menelungkupkan wajahnya di bantal sofa.Handphone-nya berkedip.["Ada yang ingin kau ceritakan? Aku di sini."]Kenna menutup mata sejenak. Jarinya mengetik balasan, tanpa sadar bahwa ia membuka ruang yang semakin sulit ia tutup.["Kadang aku merasa kosong. Apa itu wajar?"]Balasan datang cepat.[ "Lebih dari wajar. Dan aku tahu betapa beratnya jika kau harus memikul itu sendirian."]Air mata jatuh kembali. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama,

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   PPRS 04

    Langkah Kenna cepat meninggalkan kafe. Jantungnya berdetak begitu keras sampai terasa di telinga. Udara sore itu sejuk, tapi telapak tangannya basah. Ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi."Satu jam," bisiknya. "Hanya satu jam."Tapi mengapa rasanya seperti ia membuka pintu yang seharusnya tetap tertutup rapat?Di parkiran, ia duduk di dalam mobil tanpa langsung menyalakan mesin. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri. Mencoba memutar ulang percakapan tadi. Wajah pria itu... sorot matanya, kata-katanya—terlalu jujur, terlalu tepat menyentuh sisi rapuhnya. "Aku hanya ingin tahu kenapa senyummu tetap muncul meski matamu sering kosong.""Siapa dia, sebenarnya?" Kenna bertanya-tanya.Kenna menghela napas panjang. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ini bukan salah Rangga. Bukan juga salah siapa-siapa. Ia yang datang. Ia yang membuka ruang.Dan untuk pertama kalinya sejak Barel berubah dingin, seseorang menatapnya dengan penuh perhatian. Bukan sebagai istri yang gagal punya

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   PPRS 03

    Di lain tempat.Malam itu Rangga sulit memejamkan matanya. Keinginannya untuk bertemu dengan Kenna begitu kuat. Hinggah tak perduli malam-malam dia menghubungi seseorang. Dia ingin tahu, siapa Kenna sebenarnya."Bagaimana?" Pagi belumlah hilang, saat Rangga sudah menelpon Pak Anang, orang kepercayaannya. "Bos, wanita itu namanya Kenna Humairah. Istrinya Barel. Iya, Barel Herlambang dari Jaya Persada Group."Rangga menatap layar laptopnya dalam diam. Pria itu baru saja menyimak laporan dari anak buah kepercayaannya yang ia tugaskan menyelidiki sosok Kenna yang akhir-akhir ini muncul terus di pikirannya."Apa? Kamu yakin?""Saya cek dua kali. Pernah ada dokumentasi waktu mereka diundang acara penghargaan pengusaha muda. Lengkap. Nama, perusahaan, juga akun media sosialnya. Semua mengarah ke satu titik. Kenna adalah istri dari rival utama bisnis Bapak."Rangga menyandarkan tubuhnya ke kursi. Untuk sesaat, ia terdiam. Tangannya menyentuh dagu, berpikir dalam. Hatinya sempat berdebar wak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status