PPRS 56

Kenna berusaha mendorong tubuh Barel yang telah menindihnya.

"Aku telah lama merindukanmu, Kenna. Tolong,.. jangan kau meronta begini. Apa kamu tidak kangen kebersamaan kita duluh?"

"Aku tidak mau!" suara Kenna parau, tubuhnya terus meronta di bawah desakan lelaki yang dulu ia sebut rumah. Nafasnya memburu, matanya basah oleh air mata yang tak tertahan. "Barel, lepaskan aku!"

Pegangan tangan yang besar itu semakin kuat menekan pergelangan tangannya. Ranjang yang pernah jadi saksi cinta, kini berubah menjadi jeruji. Barel menunduk, suaranya berat, sarat dengan obsesi. "Ken, dengar aku,..jangan seperti ini. Kau istriku. Tidak ada alasan kau menolak aku."

Kenna menggeleng kuat, rambutnya berantakan, pipinya basah. "Kau sudah mengkhianati aku! Kau tidur dengan wanita lain, dan sekarang kau paksa aku seolah tidak terjadi apa-apa?"

Wajah Barel menegang. "Itu hanya kesalahan Kenna. Maafkan aku. Aku buta. Tapi aku masih mencintaimu!"

"Berhenti menyebut itu cinta!" jerit Kenna. "Kalau benar c