“Kau memang gila Radit, Papa tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Batalkan rencana pernikahanmu Dengan perempuan itu” tegas Reynold sambil melempar jasnya di sofa menatap anaknya penuh amarah.
“Aku tidak perduli papa mengatakan diriku gila atau apa, intinya aku ingin menikah dengan Widya. Dia pacarku dulu pa” tukas Radit tetap pada pendiriannya sendiri.“Kau,..”Reynold tampak emosi tangannya terangkat didepan mata Radit.“Ini apa-apaan sih kalian, siang-siang begini bertengkar” sela seorang perempuan paruh baya dengan gaun sedikit anggun dengan rambut yang digelung.“Anak kamu, mulai bertingkah seenaknya sendiri” tukas Reynold.“Radit apa yang kamu lakukan sampai membuat Papamu marah begitu?” tanya Fiola.“Aku tidak melakukan apa-apa ma. Apa aku salah ingin menikahi pacarku yang dulu” terang Radit pada mamanya, dia berjalan mendekati sang mama bermaksud meminta pembelaan.“Jelas salah, kau gila dia bukan pacarmu tapi kau bilang pacarmu, sadar Radit dia masa lalumu bukan masa depanmu”“Terserah apa kata papa, aku tidak perduli. Intinya Widya akan menjadi istriku, dan aku tidak perduli latar belakangnya. Uang kita cukup tanpa uangnya” putus Radit menggebu.“Radit..setidaknya dengarkan apa kata Papamu. Tahu sendiri bukan karena uang Papamu menolaknya. Tapi karena status keluarga kita” Fiola mencoba membuat putranya mengerti.“Apa bedanya uang dengan status keluarga, kalian memandangnya sama saja kan”“Intinya Papa tidak setuju, jika kau terus memaksa untuk menikahi perempuan bernama Widya itu. Papa tidak perduli denganmu, dan lihat nanti pasti hal yang tidak diinginkan bakal terjadi kalau kamu tidak menurut omongan Papa” kata Reynold dengan nada mengancam putranya tersebut.“Aku tidak perduli” pungkas Radit tak menggubris ucapan Papanya.“Radit, dengarkan Mama dan Papa dulu” panggil Fiola saat Radit sudah berjalan pergi tak memperdulikan keduanya lagi.“Lihat anakmu, mentang-mentang dia anak tunggal bisa seenaknya begitu dengan kita. Kau lihat betapa membangkangnya dia sekarang” pungkas Reynold yang mendudukkan dirinya sambil melihat sang istri yang menatap nanar kepergian Radit.“Kenapa Papa jadi menyalahkanku, ini bukan sepenuhnya salahku Pa. Tapi salah orang tuamu yang memanjakan dia”“Jangan bawa-bawa orang tuaku mengerti” reynold tampak tak suka saat istrinya membahas soal orang tuanya.“Ini sepenuhnya salahmu, bukan salah orang tuaku, andai saja aku memilih Lukas dulu mungkin tidak akan sesusah Radit” lanjut Reynold.Fiola terdiam mendengar ucapan itu, dan menggenggam tangannya sendiri sambil melihat sang suami. Dia tak suka nama Lukas disebut dalam rumah tangga mereka....................................Wulan sedang bekerja di Cafe saat ini, dia tengah sibuk menyiapkan gelas cup plastik menyusunnya agar mempermudah pekerjaanya saat membuat Coffe yang akan di bawa pulang.“Wulan,” panggil seorang perempuan berambut pendek dengan kemeja berwarna hijau tosca dan rok pendek berwarna hitam.“Iya Evelyn,” Wulan berbalik melihat rekan kerjanya itu yang datang membawa nampan berwana coklat di tangannya.“gantian kamu yang melayani pelanggan ya, kan sebentar lagi shifmu selesai” ucap Evelyn meminta gantian posisi.“Oke siap,” ucap Wulan yang berjalan keluar menghampiri Evelyn.Wulan langsung menggantikan posisi Evelyn saat ini, bertepatan dengan masuknya seorang pengunung pri yang mengenakan topi. Segera saja Wulan langsung mendekati pria tersebut memberikan menu apa saja yang ada di Cafe mereka.Karyawan di Cafe ini bukan mereka berdua saja sih tetapi masih banyak yang lainnya, tetapi saling bergiliran satu sama lain.“Bisa saya bantu tuan, maaf mau pesan apa ya?” tanya Wulan dengan cukup ramah pada pengunjung pria tersebut.Pria itu yang sudah duduk itu langsung mendongak dan melepas topinya melihat siapa yang berbicara dengannya saat ini.“Maaf mau pesan apa?” tanya Wulan saat pria itu yang terus melihat kearahnya.“Waffel, spaghetti, dan satu Cappuccino dingin” ucap Pria itu dnegan masih menatap Wulan.“Sepertinya aku pernah bertemu dengan perempuan ini, tapi dimana” gumam Pria tersebut.“Maaf, anda berbicara dengan saya” Wulan yang tengah mencatat pesana pria itu sedikit mendengar suara dan bertanya langsung pada pria tersebut.“Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” pria itu menanyakan langsung tentang pertanyaan dikepalanya.Wulan mengernyitkan dahinya, dia sama sekali tak mengenal pria tersebut. Tapi mengapa pria itu malah bertanya soal mereka pernah bertemu atau tidak.“Sepertinya kita tidak pernah bertemu, maaf saya harus permisi dulu” ucap Wulan dan langsung pamit pergi, karena dia tak mengenal pria itu.“Aneh, perasaan aku pernah melihatnya tapi dimana?” batin pria itu.“Tuan Lukas,” panggil seseorang membuat pria itu langsung menengok dengan hati-hati.“Oh My God kenapa harus bertemu dengan orang itu” geram Lukas tak habis pikir bertemu dengan orang-orang yang ingin dia hindari.“Benarkan, anda tuan Lukas. Apa kabar Tuan lama kita tidak bertemu” ucap Pria itu girang. Dan dia memegang bahu pria bernama Lukas dengan sangat senang.“Hemm, baik” Lukas hanya membalasnya dengan senyum tipis“Yaampun Tuan, saya senang bertemu anda disini. saya kira anda kenapa-kenapa” pria setengah paruh baya itu tampak lega mengamati sekujur tubuh Lukas yang tak terluka sama sekali.“Tidak usah lebay Bagas, memang saya kenapa. Saya baik-baik saja” ucap Lukas.“saya pikir, nyonya Fio dan tuan Gilgan benar-benar menyinkirkan anda”“Mana bisa melakukan itu, sudahlah tidak usah lebay. Bisa tinggalkan diriku sendiri, dan saya minta tolong padamu jangan bilang pada siapapun kalau aku telah kembali ke Negera ini” ucap Lukas berpesan pada pria tersebut.“Tapi Tuan,.”“Bisa lakukan permintaanku, silahkan pergi. Kau mengundang tatapan orang-orang padaku” usir Lukas pada pria tersebut.“Ba.Baik tuan. Tapi Tuan serius saya tidak boleh memberitahu siapapun soal Tuan, lalu Tuan Radit bagaimana?”“Radit?siapa Radit. Aku tidak mengenalnya dan tidak perduli dengannya. Tolong pergi dari sini, aku ingin menyendiri kau menggangguku saja” usir Lukas. Wajah pria itu sedikit lebih serius saat mendengar nama Radit disebut.“Ba..baik tuan, saya permisi dulu” pria tersebut langsung pamit pergi.“Radit, bagaimana kabar bocah manja itu.” sendu Lukas, matanya sedikit berkaca-kaca.“Lukas, apa perdulimu dia bukan siapa-siapamu mengerti” rutuk Lukas pada dirinya sendiri“Ini Tuan pesanan anda” ucap Wulan yang sudah kembali dan menaruh pesanan Lukas di meja. Lukas yang tadinya sedikit tak fokus langsung tersadar melihat perempuan yang sedikit ia kenal itu.“Iya terimakasih” ucap Lukas.“Kalau begitu saya permisi dulu, kalau ada yang bisa dibantu lagi silahkan panggil saya saja tuan” ucap Wulan dan akan pergi Tetapi tangannya langsung dipegang oleh Lukas.“Ahh, aku ingat siapa dirimu. Kau remaja yang menangis di taman rumah sakit beberapa tahun lalu kan. kau perempuan yang dirawat itu kan?” ucap Lukas sambil tersenyum saat dia berhasil mengingat siapa perempuan didepannya. Perempuan yang beberapa tahun lalu bertemu dengannya di rumah sakit, perempuan muda yang menghiburnya walaupun perempuan muda itu tengah sedih juga sepertinya. Wajah yang sedikit sama dan mata yang teduh mengingatkan dirinya akan hal itu.Wulan melepaskan segera tangan itu, dia menatap takut pada Lukas, karena pria asing yang tiba-tiba sok mengenalnya memegang tangannya.“Ma..maaf saya tidak ingat dan tidak mengenal anda. Saya permisi” Wulan yang benar-benar tak ingat dan tak ingin berlama-lama langsung pergi dari hadapan Lukas.°°°T.B.CBrakk,Bantingan pintu terdengar cukup keras, Wulan masuk kedalam kamarnya membanting pintung kamar tersebut dnegan cukup kuat. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan kegilaan kedua orang tuanya.“Wulan buka pintunya, Mama bilang buka pintunya” ucap Halima meminta putrinya untuk membukakan pintu kamar tersebut.“Wulan, buka pintunya ini Papa” ucap Herman yang datang menyusul istrinya yang tengah mengetuk pintu saat ini.“Tidak mau, kalian berdua sudah gila. Kenapa harus aku yang menanggunya” seru Wulan cukup keras dari dalam pintu. Pagi-pagi sudah membuatnya kesal saja, dia ingin sarapan dan berangkat kerja harus tegagalkan karena ucapan kedua orang tuanya yang cukup gila.“Wulan, tolong buka sebentar. Papa tahu kamu marah, tapi ini demi keluara kita Wulan” Herman berusaha membujuk sang anak untuk membukakan pintunya.“Wulan buka pintunya, mama ingin bicara sama kamu” lagi Halima memaksa sang anak untuk membukakan pintu kamar.
Wira mengetuk-ngetuk kamar kakaknya, dia baru saja mendengar kabar dari kedua orang tuanya bahwa kakak keduanya itu besok akan menikah.“kakak, buka pintunya. Aku mau bicara denganmu” ucap pria itu sembari terus mengetuk pintu yang tak kunjung di bukakan.“Buka atau aku dobrak kak, kakak mau menikah tapi kenapa tiba-tiba dan tidak bilang padaku” Wira bersikeras tak menyerah memanggil dan berbicara pada kakaknya yang berada di dalam kamar.Pintu terbuka dengan perlahan, menampakkan wajah sembab Wulan yang menatap lelah adiknya itu.“Kamu mau bicara apa? kakak capek” lirih Wulan menatap sang adik dengan pintu yang tak terbuka cukup lebar.Wira membuka lebar pintu itu sehingga dia bisa masuk kedalam kaar sang kakak.“Kau kenapa? Mama melakukan apa padamu? Memaksamu menikah atau bagaimana?” pria muda itu langsung mencecar berbagai pertanyaan pada kakaknya.“Bukan urusanmu Wira, kamu bisa keluar sekarang. Kakak ingin sendiri, kakak harus menyiapkan diri untuk besok” ucap Wulan tak bertenag
Radit menarik Wulan masuk kedalam kamarnya saat ini, dia mendorong cukup keras Wulan di ranjang kamar yang sudah dihias dengan begitu banyaknya bunga yang membentuk hati di kasur.Sehabis melempar Wulan ke ranjang radit langsung mengunci pintunya rpat-rapat agar orang lain tak mendengar dirinya yang tengah emosi.“Kau siapa, beraninya kau meniuku dnegan menjadi istriku ha” bentak Radit saat berdiri menatap marah Wulan yang terhampar di ranjang.Wulan tampak ketakutan melihat wajah merah penuh amrah tengan menatapnya saat ini. dia menangis sesegukan sembari takut-taku melihat pria didepannya.“JAWAB aku tidak butuh tangisanmu. Aku butuh jawabanmu” ucap Radit sambil mencengkram dagu Wulan.Wulan semakin ketaktan karena hal itu.“A..aku, aku Wulan a..adik kak Widya” dengan terbata Wulan berusaha menjawabnya.“Adik Widya,.” Wajah marah itu tampak mengernyit menatap tak percaya pada perempuan yang mengaku sebagai adik dari Widya.“Pembohong,..” Radit nampak tak percaya dan dia menghempas W
Wulan terdiam sendirian didalam kamar, pria yang telah menjadi suaminya tak knjung juga kembali. Dia menjadi bingung sekarang, ia harus apa saat ini.“Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa aku pergi saja dari sini” ucap Wulan yang sesekali berjalan kesana-kemari dnegan gelisah.“Tidak Wulan, tidak. Kalau kamu pergi dari sini. Bagaimana dengan orang tuamu, kamu juga sudah menjadi istri dari pria itu” batin Wulan menolakDitengah kebingungan dan kegelisahan Wulan, tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Wulan sedikit terjingkat kagte mendnegar dering ponsel itu.Dia langsung melihat kearah sumber suara tersebut, steah memastikan kalau itu bunyi ponselnya. Wulan langsung mengambil ponsel itu yang berada di nakas meja rias. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, nama Wira yanga da disana. Kira-kira ada apa adiknya menlpon malam-malam begini, batin Wulan.“Lebih baik tidak usah aku angkat, jangan-jangan Wira ingin membahas soal diriku yang menikah” ucap Wulan sambil meneb
Wulan berusaha keras untuk melawan Radit yang mulai mengelayari setiap inci tubuhnya, dia masih terkungkung dalam dekapan pria itu tangannya juga masih tercengram kuat tangan pria tersebut.“Lepaskan, aku mohon lepas kan aku” Wulan merintih sesekali saat radit menggigit lehernya bak vampir.“Argh, Sakit” rintih Wulan cukup keras menahan sakit dilehernya yang digigit cukup kuat oleh Radit.Radit langsung berhenti dan dia melepaskan tangan Wuan begitu saja melihat wajah perempuan tersebut yang ketakutan karena ulahnya barusan. Wajah yang telah di penuhi oleh air mata cukup deras, menatapnya takut-takut.“Itu pelajaran yang setimpal bagi penipu sepertimu” sini Radit dan langsung berjalan pergi kearah tempat tidur.Wulan langsung terperosok ke lantai, kakinya tak kuat menahan tubuhnya sendiri saat ini. ia amat sangat syok dengan hal barusan yang hampir merenggut kesuciannya.Radit duduk di tepi ranjang sambil menatap Wulan penuh kebencian, dia tak perduli de
Wulan terbangun dari tidurnya, dengan rasa malas ia membuka matanya. Tebakan dikepalanya saat ini harinya ini akan dimulai dengan ketidak tenangan. Dan statusnya juga sudah berbeda saat ini menjadi istri dari pria yang tak ia inginkan sama sekali.Wulan perlahan mendudukkan di rinya di tempat tidur, dan dia langsung terdiam melihat kesana kemari. Ada yang berbeda dengan posisinya saat bangun. Semalam dia tertidur di depan pintu melihat pria yang menjadi suaminya berbaring di atas kasur. Lalu kenapa malah dia saat ini yang berada di kasur lalu kemana pria itu pergi.“jangan-jangan aku di..” wulan segera memeriksa dirinya sendiri menyibak selimut dan melihat tubuhnya yang masih tertutup pakaian pengantinya. Ia pikir dirinya sudah di apa-apakan oleh Radit.“Syukurlah, ternyata aku tidak diapa-apakan oleh pria itu.” ucap Wulan lega saat melihat diirnya yang tak sesuai bayangan buruknya barusan.Tok, Tok Terdengar ketukan pintu dari luar membuat Wulan melihat ke
“Siapa suruh dia akan tidur di kamarku” ucap Radit algi dan erus-terusan menatap Wulan yang gelisah dengan tatapan penuh intimidasi dari pria didepannya.“Radit, bisa tidak untuk hari ini saja dirimu tidak membuat kepala Papa pusing” ucap Reynold dengan tegas dengan tatapan tak kalah tajam dari anaknya. Dia sudah jengah dengan Radit yang apa-apa seenaknya sendiri, gara-gara kelakuan senaknya sendiri itu masalah ini jadi ada.Radit berjalan turun dari tangga, dia sedikit mendorong Wulan agar minggir dari hadapnnya dan membuat Wulan hampir terjatuh dari tangga kalau saja Bi Narsih tidak sigap memegang lengan perempuan itu.“Astagfirullah den” ucap Bi narsih yang terkejut karena ulah anak majikanya itu.“Non Wulan tidak apa-apa?” tanya Bi Narsih khawatir pada Wulan.“Tidak apa-apa bi,” jawab Wulan lirih.“Radit Mama mohon jangan bersikap seperti itu” ucap Fiola yang sudah menghampiri sang anak yang akan berjalan ke sofa yang berada tidak jauh dari tangga.“Wulan, kau naik saja keatas. Bi
Wulan keluar dari kamarnya saat ini, dia sedari apgi hanya di kamar rasanya tak enak hingga sore begini dia masih tetap saja di dalam kamarnya. Meskipun dia tak menerima pernikahan ini tapi rasanya tidak baik juga dia bertindak begini dirumah orang.Baru saja dia membuka pintu, pintu kamar yang berada di sebelah kamarnya juga ikut terbuka. Mata mereka berdua saling bertemu tetapi Radit segera mengalihkan pandangannya tak memperdulikan Wulan yang baru saja keluar dari kamar sebelahnya.Radit yang baru saja keluar dari kamarnya langsung berjalan pergi tak memperdulikan Wulan yang terlihat canggung. Langkah Radit tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearah Wulan yang tadinya akan berjalan langsung terdiam di tempatnya saat melihat Radit yang tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearahnya.“Kau sudah menghapalkan apa yang aku berikan tadi?” tanya Radit pada Wulan,“Su..sudah, aku baca” jawab Wulan sedikit terbata,“Bukan di baca saja tapi di hapalkan mengerti” Radit mening