Share

Bab 4

“Kau memang gila Radit, Papa tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Batalkan rencana pernikahanmu Dengan perempuan itu” tegas Reynold sambil melempar jasnya di sofa menatap anaknya penuh amarah.

“Aku tidak perduli papa mengatakan diriku gila atau apa, intinya aku ingin menikah dengan Widya. Dia pacarku dulu pa” tukas Radit tetap pada pendiriannya sendiri.

“Kau,..”Reynold tampak emosi tangannya terangkat didepan mata Radit.

“Ini apa-apaan sih kalian, siang-siang begini bertengkar” sela seorang perempuan paruh baya dengan gaun sedikit anggun dengan rambut yang digelung.

“Anak kamu, mulai bertingkah seenaknya sendiri” tukas Reynold.

“Radit apa yang kamu lakukan sampai membuat Papamu marah begitu?” tanya Fiola.

“Aku tidak melakukan apa-apa ma. Apa aku salah ingin menikahi pacarku yang dulu” terang Radit pada mamanya, dia berjalan mendekati sang mama bermaksud meminta pembelaan.

“Jelas salah, kau gila dia bukan pacarmu tapi kau bilang pacarmu, sadar Radit dia masa lalumu bukan masa depanmu”

“Terserah apa kata papa, aku tidak perduli. Intinya Widya akan menjadi istriku, dan aku tidak perduli latar belakangnya. Uang kita cukup tanpa uangnya” putus Radit menggebu.

“Radit..setidaknya dengarkan apa kata Papamu. Tahu sendiri bukan karena uang Papamu menolaknya. Tapi karena status keluarga kita” Fiola mencoba membuat putranya mengerti.

“Apa bedanya uang dengan status keluarga, kalian memandangnya sama saja kan”

“Intinya Papa tidak setuju, jika kau terus memaksa untuk menikahi perempuan bernama Widya itu. Papa tidak perduli denganmu, dan lihat nanti pasti hal yang tidak diinginkan bakal terjadi kalau kamu tidak menurut omongan Papa” kata Reynold dengan nada mengancam putranya tersebut.

“Aku tidak perduli” pungkas Radit tak menggubris ucapan Papanya.

“Radit, dengarkan Mama dan Papa dulu” panggil Fiola saat Radit sudah berjalan pergi tak memperdulikan keduanya lagi.

“Lihat anakmu, mentang-mentang dia anak tunggal bisa seenaknya begitu dengan kita. Kau lihat betapa membangkangnya dia sekarang” pungkas Reynold yang mendudukkan dirinya sambil melihat sang istri yang menatap nanar kepergian Radit.

“Kenapa Papa jadi menyalahkanku, ini bukan sepenuhnya salahku Pa. Tapi salah orang tuamu yang memanjakan dia”

“Jangan bawa-bawa orang tuaku mengerti” reynold tampak tak suka saat istrinya membahas soal orang tuanya.

“Ini sepenuhnya salahmu, bukan salah orang tuaku, andai saja aku memilih Lukas dulu mungkin tidak akan sesusah Radit” lanjut Reynold.

Fiola terdiam mendengar ucapan itu, dan menggenggam tangannya sendiri sambil melihat sang suami. Dia tak suka nama Lukas disebut dalam rumah tangga mereka.

...................................

Wulan sedang bekerja di Cafe saat ini, dia tengah sibuk menyiapkan gelas cup plastik menyusunnya agar mempermudah pekerjaanya saat membuat Coffe yang akan di bawa pulang.

“Wulan,” panggil seorang perempuan berambut pendek dengan kemeja berwarna hijau tosca dan rok pendek berwarna hitam.

“Iya Evelyn,” Wulan berbalik melihat rekan kerjanya itu yang datang membawa nampan berwana coklat di tangannya.

“gantian kamu yang melayani pelanggan ya, kan sebentar lagi shifmu selesai” ucap Evelyn meminta gantian posisi.

“Oke siap,” ucap Wulan yang berjalan keluar menghampiri Evelyn.

Wulan langsung menggantikan posisi Evelyn saat ini, bertepatan dengan masuknya seorang pengunung pri yang mengenakan topi. Segera saja Wulan langsung mendekati pria tersebut memberikan menu apa saja yang ada di Cafe mereka.

Karyawan di Cafe ini bukan mereka berdua saja sih tetapi masih banyak yang lainnya, tetapi saling bergiliran satu sama lain.

“Bisa saya bantu tuan, maaf mau pesan apa ya?” tanya Wulan dengan cukup ramah pada pengunjung pria tersebut.

Pria itu yang sudah duduk itu langsung mendongak dan melepas topinya melihat siapa yang berbicara dengannya saat ini.

“Maaf mau pesan apa?” tanya Wulan saat pria itu yang terus melihat kearahnya.

“Waffel, spaghetti, dan satu Cappuccino dingin” ucap Pria itu dnegan masih menatap Wulan.

“Sepertinya aku pernah bertemu dengan perempuan ini, tapi dimana” gumam Pria tersebut.

“Maaf, anda berbicara dengan saya” Wulan yang tengah mencatat pesana pria itu sedikit mendengar suara dan bertanya langsung pada pria tersebut.

“Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” pria itu menanyakan langsung tentang pertanyaan dikepalanya.

Wulan mengernyitkan dahinya, dia sama sekali tak mengenal pria tersebut. Tapi mengapa pria itu malah bertanya soal mereka pernah bertemu atau tidak.

“Sepertinya kita tidak pernah bertemu, maaf saya harus permisi dulu” ucap Wulan dan langsung pamit pergi, karena dia tak mengenal pria itu.

“Aneh, perasaan aku pernah melihatnya tapi dimana?” batin pria itu.

“Tuan Lukas,” panggil seseorang membuat pria itu langsung menengok dengan hati-hati.

“Oh My God kenapa harus bertemu dengan orang itu” geram Lukas tak habis pikir bertemu dengan orang-orang yang ingin dia hindari.

“Benarkan, anda tuan Lukas. Apa kabar Tuan lama kita tidak bertemu” ucap Pria itu girang. Dan dia memegang bahu pria bernama Lukas dengan sangat senang.

“Hemm, baik” Lukas hanya membalasnya dengan senyum tipis

“Yaampun Tuan, saya senang bertemu anda disini. saya kira anda kenapa-kenapa” pria setengah paruh baya itu tampak lega mengamati sekujur tubuh Lukas yang tak terluka sama sekali.

“Tidak usah lebay Bagas, memang saya kenapa. Saya baik-baik saja” ucap Lukas.

“saya pikir, nyonya Fio dan tuan Gilgan benar-benar menyinkirkan anda”

“Mana bisa melakukan itu, sudahlah tidak usah lebay. Bisa tinggalkan diriku sendiri, dan saya minta tolong padamu jangan bilang pada siapapun kalau aku telah kembali ke Negera ini” ucap Lukas berpesan pada pria tersebut.

“Tapi Tuan,.”

“Bisa lakukan permintaanku, silahkan pergi. Kau mengundang tatapan orang-orang padaku” usir Lukas pada pria tersebut.

“Ba.Baik tuan. Tapi Tuan serius saya tidak boleh memberitahu siapapun soal Tuan, lalu Tuan Radit bagaimana?”

“Radit?siapa Radit. Aku tidak mengenalnya dan tidak perduli dengannya. Tolong pergi dari sini, aku ingin menyendiri kau menggangguku saja” usir Lukas. Wajah pria itu sedikit lebih serius saat mendengar nama Radit disebut.

“Ba..baik tuan, saya permisi dulu” pria tersebut langsung pamit pergi.

“Radit, bagaimana kabar bocah manja itu.” sendu Lukas, matanya sedikit berkaca-kaca.

“Lukas, apa perdulimu dia bukan siapa-siapamu mengerti” rutuk Lukas pada dirinya sendiri

“Ini Tuan pesanan anda” ucap Wulan yang sudah kembali dan menaruh pesanan Lukas di meja. Lukas yang tadinya sedikit tak fokus langsung tersadar melihat perempuan yang sedikit ia kenal itu.

“Iya terimakasih” ucap Lukas.

“Kalau begitu saya permisi dulu, kalau ada yang bisa dibantu lagi silahkan panggil saya saja tuan” ucap Wulan dan akan pergi Tetapi tangannya langsung dipegang oleh Lukas.

“Ahh, aku ingat siapa dirimu. Kau remaja yang menangis di taman rumah sakit beberapa tahun lalu kan. kau perempuan yang dirawat itu kan?” ucap Lukas sambil tersenyum saat dia berhasil mengingat siapa perempuan didepannya. Perempuan yang beberapa tahun lalu bertemu dengannya di rumah sakit, perempuan muda yang menghiburnya walaupun perempuan muda itu tengah sedih juga sepertinya. Wajah yang sedikit sama dan mata yang teduh mengingatkan dirinya akan hal itu.

Wulan melepaskan segera tangan itu, dia menatap takut pada Lukas, karena pria asing yang tiba-tiba sok mengenalnya memegang tangannya.

“Ma..maaf saya tidak ingat dan tidak mengenal anda. Saya permisi” Wulan yang benar-benar tak ingat dan tak ingin berlama-lama langsung pergi dari hadapan Lukas.

°°°

T.B.C

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status