“Kau memang gila Radit, Papa tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Batalkan rencana pernikahanmu Dengan perempuan itu” tegas Reynold sambil melempar jasnya di sofa menatap anaknya penuh amarah.“Aku tidak perduli papa mengatakan diriku gila atau apa, intinya aku ingin menikah dengan Widya. Dia pacarku dulu pa” tukas Radit tetap pada pendiriannya sendiri.“Kau,..”Reynold tampak emosi tangannya terangkat didepan mata Radit.“Ini apa-apaan sih kalian, siang-siang begini bertengkar” sela seorang perempuan paruh baya dengan gaun sedikit anggun dengan rambut yang digelung.“Anak kamu, mulai bertingkah seenaknya sendiri” tukas Reynold.“Radit apa yang kamu lakukan sampai membuat Papamu marah begitu?” tanya Fiola.“Aku tidak melakukan apa-apa ma. Apa aku salah ingin menikahi pacarku yang dulu” terang Radit pada mamanya, dia berjalan mendekati sang mama bermaksud meminta pembelaan.“Jelas salah, kau gila dia bukan pacarmu tap
Brakk,Bantingan pintu terdengar cukup keras, Wulan masuk kedalam kamarnya membanting pintung kamar tersebut dnegan cukup kuat. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan kegilaan kedua orang tuanya.“Wulan buka pintunya, Mama bilang buka pintunya” ucap Halima meminta putrinya untuk membukakan pintu kamar tersebut.“Wulan, buka pintunya ini Papa” ucap Herman yang datang menyusul istrinya yang tengah mengetuk pintu saat ini.“Tidak mau, kalian berdua sudah gila. Kenapa harus aku yang menanggunya” seru Wulan cukup keras dari dalam pintu. Pagi-pagi sudah membuatnya kesal saja, dia ingin sarapan dan berangkat kerja harus tegagalkan karena ucapan kedua orang tuanya yang cukup gila.“Wulan, tolong buka sebentar. Papa tahu kamu marah, tapi ini demi keluara kita Wulan” Herman berusaha membujuk sang anak untuk membukakan pintunya.“Wulan buka pintunya, mama ingin bicara sama kamu” lagi Halima memaksa sang anak untuk membukakan pintu kamar.
Wira mengetuk-ngetuk kamar kakaknya, dia baru saja mendengar kabar dari kedua orang tuanya bahwa kakak keduanya itu besok akan menikah.“kakak, buka pintunya. Aku mau bicara denganmu” ucap pria itu sembari terus mengetuk pintu yang tak kunjung di bukakan.“Buka atau aku dobrak kak, kakak mau menikah tapi kenapa tiba-tiba dan tidak bilang padaku” Wira bersikeras tak menyerah memanggil dan berbicara pada kakaknya yang berada di dalam kamar.Pintu terbuka dengan perlahan, menampakkan wajah sembab Wulan yang menatap lelah adiknya itu.“Kamu mau bicara apa? kakak capek” lirih Wulan menatap sang adik dengan pintu yang tak terbuka cukup lebar.Wira membuka lebar pintu itu sehingga dia bisa masuk kedalam kaar sang kakak.“Kau kenapa? Mama melakukan apa padamu? Memaksamu menikah atau bagaimana?” pria muda itu langsung mencecar berbagai pertanyaan pada kakaknya.“Bukan urusanmu Wira, kamu bisa keluar sekarang. Kakak ingin sendiri, kakak harus menyiapkan diri untuk besok” ucap Wulan tak bertenag
Radit menarik Wulan masuk kedalam kamarnya saat ini, dia mendorong cukup keras Wulan di ranjang kamar yang sudah dihias dengan begitu banyaknya bunga yang membentuk hati di kasur.Sehabis melempar Wulan ke ranjang radit langsung mengunci pintunya rpat-rapat agar orang lain tak mendengar dirinya yang tengah emosi.“Kau siapa, beraninya kau meniuku dnegan menjadi istriku ha” bentak Radit saat berdiri menatap marah Wulan yang terhampar di ranjang.Wulan tampak ketakutan melihat wajah merah penuh amrah tengan menatapnya saat ini. dia menangis sesegukan sembari takut-taku melihat pria didepannya.“JAWAB aku tidak butuh tangisanmu. Aku butuh jawabanmu” ucap Radit sambil mencengkram dagu Wulan.Wulan semakin ketaktan karena hal itu.“A..aku, aku Wulan a..adik kak Widya” dengan terbata Wulan berusaha menjawabnya.“Adik Widya,.” Wajah marah itu tampak mengernyit menatap tak percaya pada perempuan yang mengaku sebagai adik dari Widya.“Pembohong,..” Radit nampak tak percaya dan dia menghempas W
Wulan terdiam sendirian didalam kamar, pria yang telah menjadi suaminya tak knjung juga kembali. Dia menjadi bingung sekarang, ia harus apa saat ini.“Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa aku pergi saja dari sini” ucap Wulan yang sesekali berjalan kesana-kemari dnegan gelisah.“Tidak Wulan, tidak. Kalau kamu pergi dari sini. Bagaimana dengan orang tuamu, kamu juga sudah menjadi istri dari pria itu” batin Wulan menolakDitengah kebingungan dan kegelisahan Wulan, tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Wulan sedikit terjingkat kagte mendnegar dering ponsel itu.Dia langsung melihat kearah sumber suara tersebut, steah memastikan kalau itu bunyi ponselnya. Wulan langsung mengambil ponsel itu yang berada di nakas meja rias. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, nama Wira yanga da disana. Kira-kira ada apa adiknya menlpon malam-malam begini, batin Wulan.“Lebih baik tidak usah aku angkat, jangan-jangan Wira ingin membahas soal diriku yang menikah” ucap Wulan sambil meneb
Wulan berusaha keras untuk melawan Radit yang mulai mengelayari setiap inci tubuhnya, dia masih terkungkung dalam dekapan pria itu tangannya juga masih tercengram kuat tangan pria tersebut.“Lepaskan, aku mohon lepas kan aku” Wulan merintih sesekali saat radit menggigit lehernya bak vampir.“Argh, Sakit” rintih Wulan cukup keras menahan sakit dilehernya yang digigit cukup kuat oleh Radit.Radit langsung berhenti dan dia melepaskan tangan Wuan begitu saja melihat wajah perempuan tersebut yang ketakutan karena ulahnya barusan. Wajah yang telah di penuhi oleh air mata cukup deras, menatapnya takut-takut.“Itu pelajaran yang setimpal bagi penipu sepertimu” sini Radit dan langsung berjalan pergi kearah tempat tidur.Wulan langsung terperosok ke lantai, kakinya tak kuat menahan tubuhnya sendiri saat ini. ia amat sangat syok dengan hal barusan yang hampir merenggut kesuciannya.Radit duduk di tepi ranjang sambil menatap Wulan penuh kebencian, dia tak perduli de
Wulan terbangun dari tidurnya, dengan rasa malas ia membuka matanya. Tebakan dikepalanya saat ini harinya ini akan dimulai dengan ketidak tenangan. Dan statusnya juga sudah berbeda saat ini menjadi istri dari pria yang tak ia inginkan sama sekali.Wulan perlahan mendudukkan di rinya di tempat tidur, dan dia langsung terdiam melihat kesana kemari. Ada yang berbeda dengan posisinya saat bangun. Semalam dia tertidur di depan pintu melihat pria yang menjadi suaminya berbaring di atas kasur. Lalu kenapa malah dia saat ini yang berada di kasur lalu kemana pria itu pergi.“jangan-jangan aku di..” wulan segera memeriksa dirinya sendiri menyibak selimut dan melihat tubuhnya yang masih tertutup pakaian pengantinya. Ia pikir dirinya sudah di apa-apakan oleh Radit.“Syukurlah, ternyata aku tidak diapa-apakan oleh pria itu.” ucap Wulan lega saat melihat diirnya yang tak sesuai bayangan buruknya barusan.Tok, Tok Terdengar ketukan pintu dari luar membuat Wulan melihat ke
“Siapa suruh dia akan tidur di kamarku” ucap Radit algi dan erus-terusan menatap Wulan yang gelisah dengan tatapan penuh intimidasi dari pria didepannya.“Radit, bisa tidak untuk hari ini saja dirimu tidak membuat kepala Papa pusing” ucap Reynold dengan tegas dengan tatapan tak kalah tajam dari anaknya. Dia sudah jengah dengan Radit yang apa-apa seenaknya sendiri, gara-gara kelakuan senaknya sendiri itu masalah ini jadi ada.Radit berjalan turun dari tangga, dia sedikit mendorong Wulan agar minggir dari hadapnnya dan membuat Wulan hampir terjatuh dari tangga kalau saja Bi Narsih tidak sigap memegang lengan perempuan itu.“Astagfirullah den” ucap Bi narsih yang terkejut karena ulah anak majikanya itu.“Non Wulan tidak apa-apa?” tanya Bi Narsih khawatir pada Wulan.“Tidak apa-apa bi,” jawab Wulan lirih.“Radit Mama mohon jangan bersikap seperti itu” ucap Fiola yang sudah menghampiri sang anak yang akan berjalan ke sofa yang berada tidak jauh dari tangga.“Wulan, kau naik saja keatas. Bi