Rani masih berusaha untuk membuat Moreno terpancing dengan apa yang ingin ia katakan. Tetapi, Moreno sudah terlanjur kesal hingga...."Karena kau sudah membuat aku kesal, sudah bersikap tidak sopan pada atasan, aku tidak perlu lagi mempekerjakan kamu di sini, Rani, silahkan pergi dari kantor ini jika tidak mau apa yang kamu lakukan tadi padaku aku laporkan atas tindakan pelecehan!"Wajah Rani memucat ketika mendengar Moreno memecatnya seperti itu, segera ia mendekati Moreno untuk meminta pemuda itu menarik kembali ucapannya, namun, Moreno mencegah dengan lantang bahwa ia tidak ingin disentuh oleh Rani sedikitpun!"Pak, maafkan saya, tolong jangan pecat saya, saya tidak akan mengulangi kesalahan saya, Pak. Tolong, maafkan saya!"Rani memohon sampai ia bersimpuh di lantai tepat di hadapan Moreno, tapi Moreno yang pantang menarik kembali ucapannya tetap tidak mau menerima permintaan maaf dari Rani hingga ia terus saja meminta Rani untuk segera pergi meskipun Rani mengatakan, informasiny
"Adam, gue udah bilang ini masalah orang dewasa, lu enggak usah ikut campur karena kakak lu sendiri aja udah tau segalanya, satu lagi, lu jangan mengatakan Mitha itu yang buruk-buruk, lu akan berurusan dengan gue kalo lu masih nekat melakukan itu!""Tapi setidaknya, kamu mengatakan hal yang sebenarnya padaku, Reno. Jika aku tahu yang sebenarnya, aku akan coba untuk mengerti dan aku berjanji tidak akan ikut campur dengan masalah kalian!""Yang jelas, ini semua gue lakukan untuk bokap gue, bokap gue perlu pengobatan yang serius, tapi dia enggak mau berobat sampai gue harus melakukan ini."Karena melihat wajah Adam yang terlihat sangat memelas ketika bicara seperti itu padanya, mau tidak mau, Moreno mengatakan sedikit keterangan yang bisa ia katakan pada adik Maira tersebut."Apakah, pernikahan kamu dengan Kak Mitha itu juga sandiwara?""Perasaan gue enggak bersandiwara, tetap sama seperti dulu!""Astaghfirullah, kamu nekat sekali Reno...."Meskipun Moreno tidak menceritakan secara gambl
"Tuan Moreno ... Ah sudahlah, saya tidak enak bicara seperti itu pada Nona, karena ini terlalu jauh ikut campur, yang pasti, apa yang dilakukan oleh Tuan Moreno itu sangat intim dan saya bisa melihat Tuan melakukan itu dengan hati....""Tolonglah, Kak. Katakan padaku, apa yang dilakukan Moreno? Apakah dia menyentuhku? Tolong katakan!" desak Mitha karena terlanjur terusik dengan apa yang tengah dibahas oleh Danu dengannya."Maaf, saya tidak bisa mengatakannya, Nona, saya tidak enak.""Aku janji enggak akan menyebut nama Kakak pada Moreno ketika membahas ini dengannya!""Lebih baik, Nona tanyakan sendiri saja hal itu padanya.""Kak, dia selalu bicara sembarangan kalau sama aku, aku bahkan enggak tau kapan dia jujur kapan dia berbohong.""Tatap matanya. Nona akan tahu saat Nona menatap mata Tuan Moreno, kalau dia tidak berani menentang tatapan mata Nona, artinya, dia memang sedang berbohong.""Jadi, Kakak enggak mau bicara soal ini dengan tuntas?""Maaf....""Terus, mau Kakak apa? Kakak
Mendengar apa yang diucapkan oleh Rani, Ridwan benar-benar tidak bisa menahan perasaannya yang tidak karuan lantaran apa yang diucapkan oleh Rani. Apalagi setelah mengatakan hal itu, Rani mendorongnya hingga tubuhnya terdesak di dinding kamar kost yang disewanya selama ia di Samarinda.Posisi mereka sangat dekat, dan Ridwan benar-benar tegang menerima situasi tersebut.Rani meraih tengkuk Ridwan dan menariknya hingga wajah mereka berada dalam jarak yang demikian dekat sampai napas mereka menyapa wajah mereka satu sama lain.Jemari tangan perempuan itu mengelus pipi dan rahang Ridwan hingga semakin membuat Ridwan jadi bergejolak. Ada yang membakarnya dari dalam sampai ia merasa tubuhnya panas dengan aliran darah yang mengalir lebih cepat dari biasanya."Bagaimana? Kau mau atau tidak? Aku tahu kamu masih menyukai aku, Ridwan. Kesempatan ini tidak datang dua kali, jika kamu tidak memanfaatkannya, maka kau akan menyesal."Suara Rani terdengar, dan perempuan itu menatap mata Ridwan seolah
Mata Ridwan melotot mendengar ancaman yang diucapkan oleh Rani padanya.Apalagi saat itu, Rani juga langsung mengeratkan genggamannya di bagian bawah perut Ridwan hingga pria itu buru-buru menyetujui permintaan Rani lalu setelah itu menjauhkan tangan Rani dari kelelakiannya khawatir Rani benar-benar menyakiti barang berharganya itu dengan nekat."Baiklah! Tapi, aku tidak bisa memutuskan sendiri, aku harus mengatakan masalah ini pada seseorang, agar nantinya aku tidak dianggap sembarangan bertindak.""Siapa orang itu?""Seseorang yang juga memiliki dendam dengan Moreno.""Ya, aku tahu, tapi siapa? Bisakah aku mengetahui siapa tahu aku kenal?""Maaf, aku tidak bisa mengatakannya tanpa izin, aku khawatir orang itu marah, maaf.""Ya, udah. Enggak papa. Aku juga enggak peduli dia siapa, yang penting dia satu tujuan sama kita."Rani beringsut usai mengucapkan itu pada Ridwan, ia mendekati Ridwan tapi Ridwan yang trauma dengan apa yang tadi dilakukan oleh Rani pada bagian bawah perutnya jadi
Mendengar apa yang diucapkan oleh Rani, tentu saja Ridwan tidak bisa berkata apapun untuk sesaat. Ia mengusap wajahnya, dan Rani menjadi gemas sendiri melihat wajah Ridwan yang gugup seperti itu. Perempuan itu memberikan kode untuk Ridwan, bahwa pria itu harus memulai dari miliknya dulu yang disentuh manual oleh Ridwan, bukan langsung memasuki.Melihat kode yang diberikan oleh Rani, Ridwan jadi teringat dengan film biru yang pernah ia lihat. Bukankah hal yang diinginkan Rani sama dengan yang ia lihat disana? Ridwan pun mulai paham, meskipun ia merasa sangat gugup karena tidak pernah melakukan hal itu pada seorang wanita. Perlahan pria itu menunduk, mendekati milik Rani yang sudah menanti untuk disentuh dari tadi. Sementara itu, Rani yang merasa dua tangan Ridwan memegang dua pahanya yang terbuka sudah yakin posisi yang dilakukan oleh Ridwan sudah tepat, hingga perempuan itu menjulurkan tangannya untuk mencari kepala Ridwan apakah bisa digapainya.Ketika ia sudah mendapatkan apa yang
"Ah, tidak. Aku bukan mata-mata, ya, aku memang menyukai Moreno, itu sebabnya aku kesal saat dia seenaknya memecat ku, tapi bukan berarti aku mata-mata dia, kamu enggak percaya sama aku?"Belepotan sekali Rani berusaha untuk menjelaskan, hingga Ridwan mengepalkan telapak tangannya. Ia tadi sempat berpikir, Rani menggodanya karena masih menyukainya, tapi ternyata....Dia menyukai si pembunuh itu, hebat sekali, sudah membunuh juga tetap disukai, enak sekali si Moreno itu?Hatinya bicara, dan itu membuat emosinya masih tidak bisa ia atasi.Ridwan segera menyambar celananya, dan memakainya tergesa setelah itu ia melemparkan pakaian Rani dan meminta perempuan itu segera berpakaian karena tidak mau ia terpancing birahi kembali melihat tubuh polos mantan pacarnya tersebut.Tetapi, Rani tidak bergeming, perempuan itu tidak memakai pakaiannya meskipun sekarang Ridwan sudah berpakaian kembali. "Ridwan, kamu berpikir aku masih suka sama kamu?" Suara Rani membuat gerakan Ridwan yang ingin ke b
"Tidak perlu memburu, kalau kau hamil, aku bersedia untuk bertanggung jawab, jadi kau tenang saja!""Bertanggung jawab? Yang benar saja, kamu pikir aku mau menikah sama kamu?""Oke! Terserah! Kamu sendiri yang datang menggodaku, tapi kamu juga yang meributkan banyak hal karena resikonya, pusing aku!"Nada suara Ridwan terdengar meninggi saat mengucapkan kata-kata itu di hadapan Rani. Gairahnya yang tadi sempat muncul kembali kini musnah.Pria itu kesal karena mendengar ucapan Rani yang tegas mengatakan bahwa perempuan itu tidak mau menikah dengannya jika ternyata Rani hamil."Kamu kok jadi marah-marah? Aku datang ke sini untuk membuat kesepakatan sama kamu, disertai hadiahnya, bukan ngajak kamu balikan lagi, Ridwan.""Ya, sudah! Gugurkan saja anak itu kalau kamu memang segitu bencinya sama aku, lalu tidak perlu lagi kita bercinta kalau kamu hanya ingin bersenang-senang aja sama aku!"Rani ingin merespon apa yang diucapkan oleh Ridwan padanya. Tetapi tiba-tiba saja, sebuah ketukan terd