Share

Gara-Gara Jengkol

     Kanaya kembali ke kantin, menghampiri Resti dan Mili. Dia benar-benar panik dan tidak bersemangat setelah mendapat ancaman dari Cintia. Dia takut dan bingung harus berbuat apa.

        "Loh, kok kesini? Ntar Alex marah lagi! Tuh dia masih nungguin kamu!" ujar Resti.

    Kanaya menatap Alex dari kejauhan. Alex tampak tersenyum ke arahnya dan melambaikan tangan. Apa yang harus ia katakan pada Alex jika Cintia benar-benar menyebarkan berita pernikahan dan penggrebekannya itu.

     Apa jadinya jika Alex dan keluarganya tahu, pasti akan membuat Kanaya semakin tersudut.  Dulu, Kanaya pernah bertemu dengan Bu Mirna ibunya Alex, saat ia tengah berada di toko buku bersama Alex. Bu Mira menarik tangan Alex dan menanyai Alex tentang dirinya.

    Saat itu Kanaya tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Bu Mira terdengar tidak menyukai Kanaya karena dianggap berbeda status sosialnya. 

    Tapi permasalahan kali ini berbeda, karena ia kini telah menjadi seorang istri dari seorang tukang ojek yang semalam menikahinya. Mungkin menjauh pelan-pelan dari Alex adalah hal yang harus dia lakukan.

    "Aku mau balik dulu, ya!" Kanaya pergi meninggalkan Resti dan Mili tanpa menemui Alex terlebih dahulu. Hatinya kacau saat ini.

    "Loh loh loh, kok pergi sih! Ay!" teriak Resti namun tidak digubris oleh Kanaya. 

     Alex yang melihat Kanaya pergi pun bangkit, "Kemana, Aya?" tanyanya pada Resti.

    "Nggak tahu, tiba-tiba bilang mau balik," jawab Resti.

    Alex merasa ada yang aneh pada Kanaya. Tidak seperti biasanya dia bersikap seperti itu. Alex memberikan sejumlah uang pada Resti untuk membayar makanan mereka dan berlari mengejar Kanaya.

   "Ay!" Alex mencekal tangan Kanaya saat gadis itu hendak menyetop angkutan. 

    "Alex!" 

    "Kenapa pergi begitu saja? Kamu seperti menghindar dariku. Ada apa? Apa ada yang menyakitimu?"

    "Enggak. Nggak ada apa-apa. Aku hanya mau pulang karena capek," jawabnya.

   "Ya sudah, ayo aku antar!" 

    "Nggak usah, aku naik angkot saja," tolak Kanaya yang memang ingin menjauhi Alex.

     "Kenapa? Takut dilihat tetanggamu?" Kanaya mengangguk.

    "Aku antar sampai pertigaan, ya!" 

  

    "Nggak usah, Lex! Itu sudah ada angkot." Kanaya menghentikan angkutan, tapi saat Kanaya hendak masuk, Alex mencekal tangan Kanaya dan memberikan uang pada sopir angkot agar segera pergi. Kanaya hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan Alex. Niat ingin menghindar tapi ia gagal. 

    "Sudah, yuk berangkat!" Alex menggandeng tangan Kanaya menuju tempat parkir di mana motor sport miliknya terparkir di sana. Terpaksa Kanaya mengikuti Alex. 

    Kanaya dibonceng oleh Alex. Kini mereka telah meninggalkan kampus, begitu juga dengan kedua temannya yang mengikuti dari belakang. "Terima kasih ya, Lex. Sudah mengantarkanku pulang."

     "Iya, sama-sama. Aku balik dulu, ya!"

  

     "Hati-hati." Kanaya melambaikan tangannya saat Alex berlalu dari hadapannya. 

    "Ya ampun, baru saja digrebek dan dinikahkan eeh, sudah ada yang baru lagi! Emang dasar ya, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, dasar gatel!" ujar tetangga Kanaya yang memang selalu julid padanya. 

    Namun Kanaya tak ambil pusing tingkah tetangganya itu. Dia bergegas masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan Bu Sumi. Tetangganya itu memang terkenal julid dan selalu suka menyebar gosip.

    Kanaya memasuki rumah dan merebahkan tubuhnya di kasur setelah membersihkan badan.  "Dimana laki-laki  itu? Apa dia pulang ke rumahnya? Ah, ngapain juga aku mikirin dia." Kanaya tidak melihat laki-laki yang telah menjadi suaminya. Siang ini cuaca sedikit mendung, ia tertidur setelah melaksanakan sholat dzuhur.

    

   Kanaya keluar dari kamar setelah mendengar suara adzan ashar. Begitu pulas ia tidur sampai-sampai sudah waktu ashar. Ia mendapati laki-laki yang berstatus suaminya tengah tidur pulas di atas kursi kayu jati. 

    

   Kanaya mendekatkan wajahnya dan melihat wajah tampan Devan. Tanpa sadar ia tersenyum melihatnya, "Tampan juga," gumamnya.

    "Hah!" Merasa ada yang bergumam, Devan terbangun dari tidurnya dan kaget saat melihat wajah Kanaya begitu dekat dengannya.

      Kanaya pun terlonjak kaget karena ketahuan mengintip wajah tampan itu. Ia yang hendak menghindar, malah terpeleset sandal Devan dan terjatuh. Devan dengan sigap menangkap tubuh ramping Kanaya. Untuk kedua kalinya, Kanaya hampir terjatuh dan ditangkap oleh Devan. 

     Kini, ia berada di atas tubuh Devan dengan posisi sangat intim. Wajah mereka saling berdekatan dengan mata saling menatap. Terdengar irama jantung yang berdetak kencang diantara keduanya. 

    Entah apa yang ada dalam pikiran keduanya saat ini, yang jelas mereka adalah sepasang suami istri. Tentu berdekatan seperti ini adalah hal yang wajar jika bagi pasangan lain. Berbeda halnya dengan Kanaya dan Devan. Karena mereka tidaklah saling mengenal tapi harus tinggal seatap.

      Sadar dengan posisi mereka, Devan pun melepaskan Kanaya, "Maaf," ucapnya. 

    "Aku yang minta maaf karena mengganggu tidurmu," ucap Kanaya yang terlihat merasa canggung dengan kejadian yang baru saja dialami.

      ***

     Kanaya mengambilkan nasi dan semur jengkol di piring lalu menaruhnya di depan Devan, "Silakan." Dengan santainya, Kanaya menyantap jengkol dari Bi Siti, makanan favoritnya, tanpa melihat Devan yang ternyata menutup hidungnya setelah mencium aroma dari jengkol di hadapannya. 

    Ternyata laki-laki itu tidak menyukai jengkol. Bahkan mencium baunya saja dia sudah tidak tahan. 

   "Masakan Bi Siti memang tiada duanya." Kanaya menghabiskan suapan terakhirnya. "Kenapa tidak dimakan? Apa kamu tidak suka sama jengkol?" tanya Kanaya yang melihat Devan tidak menyentuh piringnya.

    "Maaf, tapi aku tidak tahan dengan baunya," jawab Devan.

     "Masa' sih? Jengkol ini tuh enak banget tau'! Coba deh satu saja, pasti bakal ketagihan!" Kanaya mengambil alih piring Devan dan mengambilkan satu suap jengkol lalu mendekatkannya di mulut Devan.

    Laki-laki itu menutup hidung dan mulutnya, tapi Kanaya tetap memaksanya. Alhasil jengkol masuk ke dalam mulut Devan. Namun beberapa saat kemudian, Devan mual dan pergi ke kamar mandi memuntahkan semua isi dalam perutnya. 

    "Huweek ... huweek." 

    Kanaya menyusul Devan karena merasa bersalah telah memaksanya memakan makanan yang tidak disukai Devan. Dia pikir semua orang bisa menerima makanan kesukaannya itu.

    "Aduh, maafkan aku ya, kupikir tidak sampai seperti ini." Kanaya mengambilkan air minum untuk Devan.

    "Tidak apa-apa! Maaf merepotkanmu." Ujar Devan setelah meneguk air putih pemberian Kanaya. "Aku tadi dari kampusmu, tapi katanya kamu sudah pulang. Dan benar saja, aku melihat sepatumu sudah ada di depan pintu. Jadi aku menungguimu di kursi tamu sampai ketiduran." 

    "Ooh, itu. Aku pulang bareng teman-temanku, lagian kenapa kamu menjemputku? Aku 'kan sudah bilang tidak perlu," ujar Kanaya. Entah mengapa ada perasaan bersalah dalam dirinya saat mengetahui Devan menjemputnya tapi ia malah pulang bersama Alex.

     "Kenapa? Apa kamu malu?" tanya Devan.

     "Malu? Untuk apa?" Kanaya kembali bertanya. 

   "Mungkin saja malu jika dijemput suamimu yang hanya tukang ojek."

    "Bukan begitu, maksudku kamu 'kan harus kerja, jadi tidak perlu repot jemput aku. Jadi, kamu benar-benar tidak makan jengkol? Apa mau aku buatkan yang lain?" 

     "Tidak usah, aku sudah makan tadi. Ini ambillah! Ini hasil kerjaku hari ini." Devan menyerahkan beberapa lembar uang ratusan dan lima puluhan pada Kanaya. Gadis itu berusaha menolak, tapi Devan tetap memaksanya.

     "Apa ini tidak berlebihan? Bahkan kita baru mengenal dan ...." Kanaya tidak melanjutkan kata-katanya.

    "Tidak masalah. Meski pernikahan ini hanya sebatas karena keterpaksaan, tapi aku tetap berkewajiban menafkahimu. Jadi pergunakan saja ini untuk kebutuhanmu."

     "Nafkah?" Kanaya menjadi gagal fokus mendengar kata 'nafkah'. Ia berpikir kalau laki-laki di hadapannya itu mengatakan hal lain yang dari kata 'nafkah', yang menjurus pada hubungan pria dan wanita atau lebih tepatnya, suami-istri.

    "Tidak usah berpikir macam-macam, aku tidak seburuk yang ada di pikiranmu. Lagian kalau pun iya, itu juga tidak masalah karena aku ini suamimu," goda Devan. Ia tahu jika gadis di depannya itu berpikir ke arah sana.

    "Jangan berani macam-macam dan berusaha mencari kesempatan!" bentaknya.

     "Tenang saja, aku tidak akan berani padamu. Galak sekali." Devan tersenyum karena merasa berhasil menggoda Kanaya. 

     Kanaya meninggalkan Devan dan membawa piring kotor untuk dicuci. Namun saat selesai, ia melihat ada lima kardus dan satu karung beras yang berada di samping dapur.

 

     Ia membuka kardus yang berisi  mie instan, roti, biskuit, gula, kopi, minyak goreng dan bahan sembako lainnya. Ada juga makanan ringan minuman kemasan. 

     Saat ia membuka kulkas, ternyata sudah penuh dengan makanan. Ada daging sapi dalam kemasan, daging ayam, ikan yang sudah dibersihkan. Serta banyak sayur-sayuran dan buah-buahan serta minuman dingin yang sudah ditata rapi. 

    "Ya ampun, dia yang beli ini semua?" Kenapa tukang ojek memiliki uang untuk membeli sebanyak ini? Siapa sebenarnya dia?" gumam Kanaya. "Jangan jangan ...." 

     

    

    

    

     

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status