"Nikahkan saja mereka! Beraninya berbuat mesum di sini, membuat malu kampung kita saja!" Geram warga yang sudah berkumpul di pos ronda. "Tapi kami tidak saling mengenal dan tidak melakukan apa-apa, Pak!" Kanaya, gadis berusia dua puluh satu tahun itu mengelak atas tuduhan warga. Ia digrebek bersama seorang laki-laki yang tidak dikenalnya, saat pulang dari kuliah. Demi menghindari amukan warga, Devan pun menikahi Kanaya. Kanaya yang masih kuliah pun terpaksa menerima pernikahan grebekan itu meski belum terpikir olehnya tentang pernikahan. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Lalu, siapa Devan yang sebenarnya? Benarkah ia hanya seorang tukang ojek?
Lihat lebih banyak"Jadi di sini kamu membawa perempuan iblis itu?" Devan dan Radit sampai di sebuah rumah yang terbengkalai, tepatnya berada di dekat hutan dan jauh dari keramaian. "Ya, dia sedang menikmati waktu-waktu terindahnya di sini," jawab Radit dengan senyum menyeringai. Keduanya memasuki rumah yang saat ini banyak penjaganya. Radit memang menempatkan beberapa orang untuk menjaga Revi. Radit meminta anak buahnya membuka salah satu pintu kamar, di mana Revi tengah berada di dalam sana. Saat pintu terbuka, wanita dengan tangan terikat dan berbaring di sebuah ranjang kayu dengan kasur lapuk itu menoleh. Pakaiannya sobek-sobek, bagian atas hanya menutupi bagian dada, sementara tubuh bagian bawahnya ditutup dengan kain bekas seprei yang telah usang. Bekas darah di pipi masih ada, begitu pula dengan darah di sudut bibirnya. Wajahnya sangat berantakan, rambut bercat pirang itu menutupi sebagian wajahnya. Ia menangis melihat kedatangan Devan, berharap lelaki yang pernah menjal
"Papa harus pergi, Radit mengabari kalau dia sedang mengejar wanita itu!" Pak Pratama memasukkan ponsel ke dalam jasnya setelah mendapat pesan dari Radit. Devan mendekati papanya, membiarkan Kanaya dipeluk oleh mamanya. Ia benar-benar geram dan ingin segera melampiaskan amarahnya pada Revi. Dadanya kembang kempis menahan rasa benci dan amarah yang menyatu. "Rasanya tanganku sudah gatal ingin memberi pelajaran pada wanita itu!" "Biarkan Papa yang menyusul Radit, Aya butuh kamu di sampingnya. Percayakan saja pada kami, orang tua ini masih mampu mengurus bocah ingusan macam itu." Pak Pratama menepuk bahu putranya, memintanya untuk tetap di samping Kanaya. Devan memang sangat ingin melampiaskan kekesalan dan amarahnya pada Revi, tetapi ia juga tidak ingin meninggalkan istrinya yang kini butuh dirinya. "Baiklah, Pa, tunggu aku untuk mengeksekusinya." Pak Pratama mengangguk, lalu memberikan isyarat pada istrinya. Bu Herlin pun mengangguk dan Pak Pratama segera perg
"Siapa lagi kalau bukan Revi, wanita ular berhati iblis itu selalu menggunakan cara keji untuk memuaskan hatinya." Radit menyerahkan bukti rekaman cctv dari sebuah swalayan tak jauh dari butik Kanaya berada. Dari sana terlihat jelas Revi yang baru masuk ke dalam mobil dengan memakai masker dan kaca mata hitam yang dibeli dari swalayan itu. Mobil yang sama yang berada dalam cctv di depan butik. Radit baru saja mendapatkan rekaman itu dari orang suruhannya. "Sudah kuduga! Wanita ular itu harus diberi pelajaran karena telah membuat istriku seperti ini! Gara-gara dia aku kehilangan anak kami!" geram Devan, saat Radit mengatakan penyebab kecelakaan sang istri. "Apa dia pikir bisa lari dariku!" "Sabar, Dev, kamu harus tenang untuk menghadapinya. Biarkan Radit yang mengurus masalah ini." Bu Herlin mengelus punggung putranya, memberikan ketenangan. Sebenarnya ia juga sangat geram dengan kelakuan wanita ular itu. Baru saja beberapa hari yang lalu diusir dari rumah, sekarang di
89 "Aaaakkkh!" Tubuh Kanaya terpental ke sisi jalan, darah mengalir dari kepalanya yang terbentur pembatas jalan. Para penjual yang berjualan pun berlari menghampiri tempat kecelakaan, melihat dua orang perempuan bersimbah d4r4h. Orang-orang dalam butik pun ikut ke luar dan berteriak histeris begitu mengetahui siapa yang menjadi korban kecelakaan itu. "Woy, jangan lari!" Mobil yang menabrak kini melarikan diri setelah mengenai kedua korban yang tak sadarkan diri. "Ya Allah, bagaimana ini? Mba Ani dan Bu Aya, Ya Allah, cepat panggilkan ambulan!" "Kelamaan, ambil mobil, cepat!" Beberapa pegawai butik membawa Kanaya dan Ani menuju ke mobil, salah satu dari mereka mengabari Devan tentang apa yang terjadi. "Pak! Pak Devan, anu, Bu Aya kecelakaan!" "Apa?! Yang benar kalau bicara!" teriak Devan. "Bu Aya sudah dibawa ke rumah sakit, Pak." Devan menjatuhkan tubuhnya di sofa, lututnya sangat lemas, hampir tidak mampu menopang berat tubuhnya. "Apa
"Terserah kamulah, tapi jangan membuat masalah yang bisa membuat papamu marah. Mama nggak bisa terus belain kamu. Nanti yang ada uang bulanan Mama tidak diberikan, lagi! Tadi kamu dengar, 'kan, tentang ancaman uang bulananmu." Dewi mewanti-wanti Revi. "Mama berkata seperti itu bukan karena khawatir pada putri kandung Mama, 'kan?" tanya Revi penuh selidik. "Kenapa kamu meragukan Mama sih, Sayang? Kurang percaya apa lagi sama Mama? Bahkan Mama lebih membela kamu dari pada dia. Kalau Mama mau, Mama bisa saja pergi meninggalkan kamu dan tinggal bersamanya. Nyatanya Mama masih ada bersamamu, 'kan?" Dewi berusaha meyakinkan Revi. "Makasih ya, Ma. Mama memang mama terbaik yang pernah Revi miliki. Aku nggak mau Kanaya Aya itu merebut Mama dariku. Bahkan dia sudah mengambil yang seharusnya menjadi milikku. Setelah ini aku yang akan mengambil kembali milikku." Revi memeluk mamanya dengan senyuman, merasa jika ia adalah seorang anak yang paling beruntung. Setelah keperg
"Mulai sekarang, jangan bawa anak tirimu itu ke sini. Kalau masih kamu lakukan, aku tidak akan mengizinkanmu mengunjungi Aya lagi! Perempuan penggoda tidak pantas berada di sini!" "Apa yang terjadi? Kenapa bersikap kasar padanya?" Dewi membantu Revi untuk berdiri, dan menenangkan putri kesayangannya yang kini tengah menangis. "Apa yang telah kamu lakukan, Herlin? Kamu membuatnya menangis!" "Tanyakan saja padanya! Lebih baik sekarang juga kamu bawa dia pergi dari sini! Aku benar-benar muak melihat wajahnya," usir Bu Herlin. "Ta-tapi--" "Kita pulang saja, Ma!" Revi mengajak mamanya untuk pulang karena merasa dipermalukan. Ia juga tidak terima dengan perlakuan Bu Herlin. Apalagi kakinya masih terasa sakit gara-gara diinjak. Ia menarik tangan Dewi, "Ayo, Ma!" "Ya sudah iya, ayo kita pulang. Aya, Ibu pulang dulu ya, nanti kapan-kapan kita ngobrol lagi, melanjutkan rencana jalan-jalan kita." Kanaya hanya mengangguk saat ibunya pamit. Revi sudah berja
Sebulan setelah kepulangan Pak Karman dan bu Siti ke kampung halamannya, Dewi kerap datang ke rumah keluarga Pratama, untuk sekedar berjumpa dengan Kanaya. Meski tidak terlalu diterima oleh Bu Herlin, ia tidak peduli. Karena yang ia datangi adalah putri kandungnya sendiri. Kanaya pun tidak bisa untuk menolaknya, karena ia berharap sang Ibu bisa benar-benar berubah menyayanginya dengan tulus. Dewi juga sering membawakan makanan untuk Kanaya, meski putrinya itu tidak begitu antusias. Hari ini, ia datang lagi dengan Revi, membawa buah-buahan dan beberapa kue. Ia ingin lebih dekat dengan Kanaya, karena ia merasa lebih memiliki hak dari pada Bu Herlin, mertuanya. "Hari ini kamu kelihatan segar sekali, Sayang. Ibu bawa kue buatan Ibu sendiri. Cobalah, kamu pasti suka." Dewi membukakan kue yang dibawanya. Kanaya hanya tersenyum dan mengangguk seraya mengambil satu buah kue itu. Biar bagaimanapun, ia tidak ingin membuat kecewa dengan menolak pemberian ibunya. Meski selama
Keluarga Pratama kedatangan tamu di malam hari. Mereka menyelesaikan makan malam dan menuju ruang tamu, di mana tamu mereka tengah duduk sambil menunggu sang empunya rumah. Bu Herlin menatap sinis kedua tamu perempuan yang sedang duduk berdampingan. Kanaya bersama Devan berjalan lebih dahulu, lalu menghenyakkan tubuh di sofa setelah bersalaman dengan Dewi dan Revi. Hanya Kanaya, karena Devan tidak terlalu peduli. Begitupun Bu Herlin, yang hanya duduk tanpa menyalami kedua tamu itu. "Silakan duduk." Dengan senyuman, Kanaya mempersilakan kedua tamunya untuk duduk kembali. "Bagaimana keadaanmu, Sayang? Apa sudah baikan? Ibu bawakan kamu jamu penguat kandungan agar janinnya kuat. Ibu tahu kamu sedang mengandung cucu Ibu. Ah, senangnya, sebentar lagi aku akan jadi oma. Pasti dia akan setampan papanya, dan secantik mamanya," ujar Dewi dengan mata berbinar. Botol yang katanya berisi jamu itu diletakkan di meja. "Dasar tak tahu malu," cibir Bu Herlin dalam hati.
84 "Jadi, perempuan itu putri kandung Mama?" Revi mengulang pertanyaan pada mamanya yang datang dengan membawa kabar mengejutkan. Dewi menceritakan segalanya kepada suami dan anaknya. Pak Rudi tidak terlalu kaget karena ia sudah tahu sejak dulu jika Dewi memiliki seorang anak perempuan. Bahkan ia sendiri yang membawa Dewi pergi dari rumahnya, dan membiarkan anak perempuan itu menangis memanggil-manggil ibunya. Ya, mereka berdua sama-sama tidak memiliki hati. Namun tentu saja, Revi terkejut karena ia pikir, wanita yang menjadi ibu tirinya itu tidak memiliki seorang anak kandung. Kini ia merasa semakin membenci Kanaya. Akan tetapi, ia tidak ingin Dewi membagi kasih sayang untuk Kanaya, meski wanita itu adalah putri kandung mama tirinya. Selama ini ia sangat diratukan meski oleh seorang ibu tiri. Ya, Bu Meriana--ibu kandung Revi, meninggal saat ia masih kecil. Papanya menikah lagi dengan Dewi, yang ternyata begitu menyayangi dirinya. Meski kehilangan mama, Revi tidak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.