"Aduh!" Kanaya terjatuh karena menabrak seseorang.
"Makanya hati-hati," ucap seorang laki-laki yang ditabrak Kanaya.
"Iya, maaf." Kanaya menerima ukuran tangan dari orang yang ditabraknya. "Makasih, Lex." Kanaya tersenyum menerima bukunya yang jatuh dan diambilkan oleh Alex. "Kamu kenapa sih buru-buru? Kan ini masih pagi, belum ada dosen yang hadir," tanyanya. "Enggak apa-apa, aku buru-buru karena mau ke ..., toilet, iya toilet!" "Oh, ya sudah jangan lari-lari lagi." Alex mengacak rambut panjang Kanaya. "Oke!" Kanaya mengacungkan jempolnya. Ia pergi meninggalkan Alex dan pura-pura ke kamar mandi. Ia menghembuskan napas kasar. Ia merasa bersalah pada Alex dan tidak tahu apa yang harus ia katakan pada laki-laki itu tentang pernikahan yang sudah terjadi. Kanaya menemui kedua sahabatnya dan berjalan berdampingan. Namun para mata lelaki lebih fokus pada Kanaya. Kanaya memang memiliki daya pikat tersendiri di mata laki-laki. Dia memiliki wajah manis dan bibir seksi, kulit kuning langsat serta tubuh proporsional. Tinggi langsing dengan bagian dada dan bokong sedikit berisi. Wajahnya mirip dengan artis Ariel Tatum. Sangat cantik, bukan? Kanaya gadis periang, ceria, banyak bicara dan mudah bergaul. Banyak laki-laki yang mengidolakannya, meski ia hanya dari keluarga sederhana. Apa lagi ia juga selalu menjadi model setiap ada pagelaran busana. Ia pandai memadu padankan busana, dan kebanyakan pakaian yang ia kenakan adalah pakaian hasil jahitannya sendiri. Ia memiliki banyak teman karena mudah bergaul. Namun diantara banyaknya teman, ia hanya memiliki dua sahabat baik yaitu Mili dan Resti yang selalu ada untuknya. Mereka selalu berbagi suka dan duka. Namun untuk masalah pernikahan grebekannya semalam, ia tidak bercerita pada kedua sahabatnya. Ia tidak ingin sahabatnya tahu akan hal itu. Keceriaan di Kampus membuat Kanaya melupakan sejenak pernikahan grebekannya. Kini ia fokus pada pembelajaran dan tidak memikirkan pernikahan tadi malam. "Yuk ke kantin!" Alex mendekati Kanaya yang masih membereskan bukunya. "Aku mau menunggu Mili sama Resti dulu." Kanaya memasukkan buku ke dalam tas. Alex membuang napas kasar. "Baiklah-baiklah, entah apa jadinya jika mereka sudah punya pacar nanti. Apa kamu akan terus minta ditemani kedua sahabatmu itu?" Kanaya hanya tersenyum dengan omelan Alex. Sebenarnya, hatinya sedang bingung saat ini. Akan bagaimana nanti jika Alex tahu ia yang dinikahkan paksa akibat digrebek warga. Ia tidak bisa berpikir jika pernikahan grebekan itu sampai ke telinga teman-temannya. Tentu ia akan merasa sangat malu. "Nanti juga mereka akan menyusul, ayo!" Alex menarik tangan Kanaya dan mengajaknya ke kantin. Kanaya hanya bisa pasrah mengikuti. "Sudah aku pesankan, seperti biasa!" Alex memang sering makan di kantin bersama Kanaya, jadi dia sudah hafal menu yang selalu dipesan gadis cantik itu. "Silakan, mari makan!" "Eh, sudah ke sini ternyata tanpa menunggu kita dulu!" Resti dan Mili duduk disamping Kanaya. "Eh, siapa yang menyuruh kalian duduk di sini? Sana menjauh, huss huss!" Alex mengibaskan tangannya menyuruh Mili dan Resti untuk duduk di tempat lain. "Sana pesan saja, nanti aku yang bayar. Tapi duduknya agak jauh di sana, ya!" Alex menunjuk tempat duduk yang berada di meja lain. "Yee, has hus has hus dipikir kita anak ayam! Dasar! Yuk kita duduk disana, Mil!" "Iya, dari pada kita di sini jadi raket listrik alias obat nyamuk!" Mili menarik tangan Resti, mereka duduk di tempat lain yang berada tidak jauh dari Kanaya dan Alex berada. Sementara dari kejauhan, terlihat seseorang mengepalkan tangannya melihat kebersamaan Kanaya dan Alex. Setelah memastikan kedua teman Kanaya itu berada di tempat aman, Alex menggenggam tangan Kanaya seraya tersenyum manis. Kanaya tidak tahu harus berreaksi apa meski saat ini hatinya tidak karuan. Ia juga sepertinya tahu jika Alex ingin meminta jawaban darinya. "Tumben ya, tidak banyak orang." Kanaya menatap sekeliling. Terlihat hanya ada mereka berdua, Mili dan Resti dan dua orang lagi berada jauh dari tempat mereka berada saat ini. "Iya, udah aku booking tempat ini untuk kita!" jawab Alex. "Ada-ada saja kamu, Lex!" Mereka pun sama-sama tertawa. "Ay, ada yang mau aku tanyakan padamu. Apa kamu sudah bisa memberikan jawaban untuk pertanyaanku tempo hari?" Alex memulai pembicaraan. Kanaya bingung harus menjawab apa. Ia memang memiliki perasaan untuk Alex, tetapi ia juga merasa tidak layak. Apa lagi setelah semalam ia sudah menjadi seorang istri dari seorang tukang ojek. "Maaf, Lex, aku mau ke toilet dulu!" Kanaya berdiri dan meninggalkan Alex. Ia masih bingung harus menjawab apa. "Aku mau ke toilet, kalian mau ikut?" Kanaya mendekati kedua sahabatnya namun mereka tengah asyik menikmati makanan dan menolak diajak ke toilet. Di toilet, Kanaya hanya mencuci wajahnya dan berusaha mencari cara agar bisa menyelesaikan permasalahannya. Setelah lima menit, Kanaya keluar dari toilet, namun tiba-tiba tangannya ditarik seseorang yang juga mendorong tubuhnya hingga terjatuh. "Auuw!" Kanaya bangkit dan membersihkan bajunya, "Cintia, kamu apa-apaan, sih!" "Kamu yang apa-apaan! Masih berani juga ya, kamu mendekati Alex setelah ketahuan berbuat mesum di pos ronda dan dinikahkan?" Cintia mendekati Kanaya, "Dasar mur*han!" Kanaya membulatkan matanya saat mendengar ucapan Cintia. Dia tidak menyangka Cintia bisa tahu tentang penggrebekan itu."A-apa maksud kamu?"
"Tidak usah berpura-pura, Kanaya, aku tahu semua tentang kamu! Bahkan kamu diantar sama suami tukang ojekmu itu, 'kan? Ha ha ha, seorang Kanaya yang selalu berprestasi, bisa-bisanya digrebek warga karena berbuat mesum!" Cintia melipat kedua tangannya. "Itu nggak benar! Semua yang terjadi semalam hanya salah paham dan tidak seperti apa yang terjadi! Kami hanya difitnah," tegas Kanaya. "Halaah, udah deh nggak usah ngeles! Udah ketahuan, juga! Kamu pikir semua orang akan percaya padamu? Kenyataannya, kamu sedang berduaan di pos ronda bersama tukang ojek! Dan sekarang kamu sudah menjadi seorang istri dari tukang ojek itu. Ck ck ck, nggak nyangka! Gimana ya, kalau semua orang yang ada di kampus ini tau?" Cintia menaruh jari telunjuk ke dagunya."Tolong jangan lakukan itu, Cin!"
"Oke! Aku nggak akan lakuin itu. Aku nggak akan membocorkan berita penggrebekanmu itu, asal kamu jauhin Alex!" ancam Cintia.
"Tapi kenapa? Kenapa aku harus jauhin alex?"
"Karena Alex itu milikku! Lagi pula sadar diri dong, kamu itu nggak pantas dan nggak selevel sama Alex! Apa jadinya jika orang tua Alex tahu, kalau anaknya dekat dengan gadis kampung dan murahan seperti ini!" ucap Cintia sinis.
"Tapi aku nggak bisa tiba-tiba menjauhi Alex begitu saja!" "Kartumu ada ditanganku, Kanaya! Tinggalkan Alex, atau aku sebarkan berita heboh ini!"Kanaya kembali ke kantin, menghampiri Resti dan Mili. Dia benar-benar panik dan tidak bersemangat setelah mendapat ancaman dari Cintia. Dia takut dan bingung harus berbuat apa. "Loh, kok kesini? Ntar Alex marah lagi! Tuh dia masih nungguin kamu!" ujar Resti. Kanaya menatap Alex dari kejauhan. Alex tampak tersenyum ke arahnya dan melambaikan tangan. Apa yang harus ia katakan pada Alex jika Cintia benar-benar menyebarkan berita pernikahan dan penggrebekannya itu. Apa jadinya jika Alex dan keluarganya tahu, pasti akan membuat Kanaya semakin tersudut. Dulu, Kanaya pernah bertemu dengan Bu Mirna ibunya Alex, saat ia tengah berada di toko buku bersama Alex. Bu Mira menarik tangan Alex dan menanyai Alex tentang dirinya. Saat itu Kanaya tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Bu Mira terdengar tidak menyukai Kanaya karena dianggap berbeda status sosialnya. Tapi permasalahan kali ini berbeda, karena ia kini telah menjadi seorang istri dari seorang tukang oje
Suasana malam yang begitu sunyi dengan ditemani suara jangkrik. Kanaya membuka jendela kamarnya, menatap ke arah luar. Hatinya bingung dengan keadaan yang terjadi pada dirinya. Tinggal seatap dengan laki-laki yang berstatus suaminya, tetapi ia tidak tahu siapa sebenarnya laki-laki itu. "Apa yang harus aku lakukan?" Ia bersandar di samping jendela. Puas merenung, Kanaya pergi ke kamar mandi. Saat Kanaya melewati kamar sang ayah yang saat ini ditempati Devan, ia mendengar suara laki-laki itu yang sepertinya sedang berbicara. "Sudahlah, kamu urus saja semua urusan yang di sana, aku serahkan tugas itu padamu. Aku akan mengabarimu nanti saat ada waktu." Samar-samar, terdengar suara Devan. Kanaya mendekatkan telinganya di daun pintu. Namun tiba-tiba pintu dibuka dari dalam, ia pun pura-pura membersihkan gorden. "Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Kanaya yang merasa Devan menatapnya penuh selidik. "Aku hanya heran saja, malam-malam begini masih bersih-ber
Devan berusaha memejamkan matanya dengan posisi masih dipeluk Kanaya. Dadanya semakin bergemuruh, ia tidak berani menatap wajah Kanaya. Kini ia menatap langit-langit kamar dengan sedikit pencahayaan dari ponselnya. Devan menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, berusaha menetralkan perasaan aneh dalam tubuhnya. Ia laki-laki normal, tentu ada perasaan lain saat bersentuhan dengan seorang gadis. Namun sebisa mungkin, ia tepis semua itu karena ia ingin menjaga gadis yang telah dinikahinya tersebut. Meski saat ini, halal baginya untuk menyentuh gadis di sampingnya, tapi ia tidak ingin membuat Kanaya membencinya. Jika pun ia harus melakukannya, ia hanya ingin Kanaya sendiri yang memintanya. *** Kokok ayam membangunkan insan yang terlelap dari tidurnya. Masih terdengar sisa tetesan air hujan semalam. Perlahan-lahan, Kanaya membuka matanya yang masih lengket. Ia menguap dan menggeliat. Namun tiba-tiba ia merasakan hembusan napas seseorang. Ia me
"Aku hanya membantumu mengurangi rasa sakit, dan supaya darahnya juga nggak mengalir terus." Kanaya melepaskan tangannya dari tangan Devan, "Biarin!" ketusnya. Dengan sedikit kesal, Kanaya melanjutkan aktifitasnya. Devan merasa aneh dengan sikap Kanaya. Baru tadi pagi bersikap baik, sekarang tiba-tiba ketus padanya. *** "Apa?! Kamu menikahi seorang gadis dan mengaku sebagai tukang ojek? Bagaimana bisa!" teriak Radit dalam sambungan telepon. Devan menjauhkan ponsel dari telinga, karena suara sekretaris sekaligus saudara angkatnya itu terdengar memekakkan telinga. "Iya, dan aku tinggal bersama di rumahnya. Dia seorang gadis cantik yang mandiri, aku suka melihatnya." Devan tersenyum mengingat wajah Kanaya. "Gila! Pergi dari rumah gara-gara tidak mau dinikahkan, sekarang malah udah nikahin anak orang tanpa pemberitahuan, dasar aneh! Lagian apa sih kurangnya Zalia, wanita sholehah dan cantik putri seorang ustadz terkenal, malah ditinggal pergi!"
"Maaf, ikut berteduh ya," ucap Devan. Ia berdiri agak berjauhan dengan seorang gadis muda yang ternyata sudah ada di pos ronda, dan juga sedang berteduh. Hujan semakin deras, membuat hawa dingin semakin terasa. Devan melihat gadis muda di depannya kedinginan karena tidak memakai jaket. Merasa kasihan, ia melepas jaket yang ia kenakan dan memberikannya pada gadis itu. "Tidak usah, Mas. Buat Mas aja, lagi pula rumahku dekat dari sini, kalau aku pakai, nanti Masnya yang kedinginan. Sepertinya Mas ini bukan orang sini," tolak gadis muda itu. "Tidak apa-apa, aku kan laki-laki, tidak akan kedinginan." Saat menyerahkan jaketnya, Devan malah terpeleset karena tempatnya licin. Kanaya yang hendak menolong, juga ikut terjatuh dan berada tepat di atas tubuh Devan. Saat hendak berdiri, tiba-tiba mereka diteriaki oleh seorang bapak-bapak yang membuat beberapa orang pun berdatangan. Mereka menuduh Devan tengah berbuat asusila bersama Kanaya. Posisi mereka yang terliha
Devan mendapatkan pesan dari orang-orang suruhannya yang mengawasi Kanaya. Ia membuka video Kanaya yang tersenyum membawa bunga mawar merah dan diiringi suara pengamen yang menyanyikan lagu cinta. Hatinya terasa perih dan dadanya panas seperti terbakar. Apa lagi saat melihat ada laki-laki di samping Kanaya. Laki-laki itu adalah Alex. Devan merasa frustasi. Setelah sekian lama tidak merasakan perasaan indah pada seorang wanita, kini dia dapat merasakannya kembali pada gadis yang tiba-tiba ia nikahi. Namun ia harus sadar jika ternyata ada Alex diantara mereka. Sejak patah hati pada cinta pertamanya yang bermain di belakang dengan sahabatnya, ia tidak percaya lagi pada wanita dan cinta. Banyak wanita yang mendekatinya, tapi ia selalu acuh dan tidak peduli. Namun saat melihat Kanaya, hatinya merasakan cinta itu hadir kembali. Tapi lagi-lagi, ada laki-laki lain yang juga dekat dengan wanita yang ia cintai. Itu membuatnya kecewa. "Kenapa baru pulang?" Devan menanyai Kanaya yang baru saj
Kanaya dipanggil oleh dosennya. Rupanya pihak kampus juga sudah mengetahui tentang video itu. Namun karena tidak ingin berita ini tersebar luas, pihaknya meminta seluruh mahasiswa yang mendapatkan video itu untuk segera menghapusnya dan tidak menyebarluaskannya. Menurutnya, Kanaya adalah mahasiswa terbaik di kampus. Pihak kampus tidak mau jika nama Kanaya menjadi buruk akibat video tersebut. Itulah sebabnya, video itu bisa segera diatasi. Meski sedikit heran karena Kanaya tidak mendapat sanksi apa-apa, semua mahasiswa hanya bisa diam. "Gimana, Ay?" tanya Mili. "Aman. Nggak tau gimana ceritanya, tapi semua ponsel milik mahasiswa yang punya video itu, sudah disita dan dihapus permanen oleh pihak kampus. Tapi aku bersyukur banget sih, meski itu tetap tidak akan membuat keadaan kembali seperti dulu lagi," ucap Kanaya penuh kelegaan. "Iya, ponselku juga tadi diminta sama Pak Iyan," sahut Mili. "Syukurlah, jadi video itu sudah nggak ada lagi sekarang."
Kanaya baru saja sampai di depan rumah. Ia heran mengapa terdengar suara orang bercengkrama di dalam rumahnya. Setelah mendekat, ia baru mengenali bahwa itu adalah suara paman dan bibinya. "Assalamualaikum." "Wa alaikumussalam, Aya, baru pulang, Ndhuk? Sini, duduk!" ajak Bu Siti, sang bibi yang tadinya sedang berbicara dengan suaminya dan juga Devan. "Ada apa, Bibi dan Paman tiba-tiba ke sini?" Tanya Kanaya setelah duduk di samping bibinya. "Ini, Bibi hanya memastikan saja katanya kamu ada tanda-tanda hamil, jadi Bibi cepat-cepat kemari. Jadi benar kamu hamil, Ndhuk? Kalau lagi hamil, lebih baik istirahat saja, jangan pergi kuliah dulu. Pasti boleh ijin, kan, kalau memungkinkan harus istirahat?" tanya Bu Siti yang membuat Kanaya kebingungan. "Ha-hamil?" "Iya, Bibi senang sekali mendengarnya." Bu Siti kelihatan begitu bahagia saat berbicara dengan Kanaya. Sementara Kanaya, gadis itu bingung dengan paman dan bibinya yang tiba-tiba datang dan me