Share

2. pedih

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-22 08:55:35

**

Argumenku barusan membuat ibu mertua seketika emosi dengan ekspresi mata yang membeliak.

Dadanya naik turun menahan amarah yang kini bergejolak dan terlihat sekali dari roman mukanya yang berubah merah pada padam.

"Hah, mengejutkan sekali sikapmu hari ini? Apa kau merasa kecil hati karena harus mendapatkan istri yang lebih cantik dan lebih ranum dari dirimu? Kenyataan bahwa kami memang lebih menyukai dia daripada kamu itu yang membuat kamu iri kan?"

Dasar payah!

Haruskah dia mengucapkan kalimat-kalimat yang menusuk cara sepanjang hari kemarin aku sudah harus menyaksikan, kejadian-kejadian yang pahit dan menyedihkan, mestikah ia menambah garam di atas luka ini.

"Aku memang kecewa Bu, tapi aku lebih kecewa atas sikapmu saat ini, Bu. tadinya kupikir kau akan lebih baik kepadaku setelah aku merelakan suamiku beristri lagi ... Tapi sayang sekali," jawabku sedih.

"Kamu sudah berani melawan dan menghakimiku ya," tudingnya sambil menunjuk wajahku.

"Ibu, tidak pernah seharipun dalam hidupku aku tidak menghargaimu dan tidak menuruti perintahmu, aku mohon untuk hari ini saja, biarkan aku sendirian, aku ingin menata hatiku," jawabku.

"Kenapa kau tidak sanggup rasa cemburu ya?" tanyanya sambil tertawa.

"Mungkin benar Bu, jika ibu masih kasihan padaku biarkan aku di sini," jawabku.

"Hah, dasar sudah miskin banyak tingkah," sungutnya sambil menutup pintu dengan keras.

Lamat lamat kudengar suara Mas Haris bertanya pada Ibunya apa kiranya yang membuatnya begitu murka

"Bu, ada apa? Di mana Laila?"

"Ada tuh...."

"I-ibu nyuruh Laila dan anakku tidur di gudang?" Tanya Mas Haris.

"Ya, bukan maksud ibu Nak, tapi karena malam ini tidak ada tempat karena tamu dan kerabat yang juga bermalam akhirnya dia mengalah tidur di gudang belakang."

"Tapi di sana gelap, pengap dan kotor Bu," sela Mas Haris.

"Ya gak apa-apa, akan minta tukang untuk membuatkan jendela, jadi bisa difungsikan untuk kamar istri dan anak-anakmu," jawab Ibunya enteng.

"Astaghfirullah jangan Bu ...."

Kudengar langkah Mas Haris mendekat lalu perlahan memutar kenop pintu dan membukanya, ketika dia mendapati kami meringkuk beralaskan hambal kumuh dia langsung menghambur dan memelukku.

"Astaghfirullah, Laila, Maafkan aku, aku tidak tahu," ucapnya sambil memelukku.

"Gak apa, Mas, kamu seorang pengantin baru jadi wajar sibuk," jawabku dingin.

Entah mengapa hati ini beku dan seolah aku merasa kehilangan rasa pada Mas Haris, mengingat begitu teganya ia bahkan tidak mencari kami sepanjang malam.

"Aku mencarimu, tapi kata Ibu kamu sudah tidur," ungkapnya.

"Iya, kamu selalu percaya pada Ibu, Mas, aku senang mendapati kau suami yang berbakti pada ibu kandungnya."

"Kamu pasti sakit hati kan," ucapnya sambil menghampiri kedua anakku yang masih terdiam di sudut ruangan.

"Nayla ... Naina, maafkan ayah ya," katanya sambil memeluk kedua anakku.

"Kemarin ayah terlihat seperti pangeran yang tampan, mengapa sekarang ayah sedih?"

tanya si Bungsu.

"Kukira mungkin ayah bukan milik kita lagi, karena kemarin ayah sudah punya Bunda baru," ucap si sulung dengan menunduk sementara si bungsu yang baru akan masuk TK itu, mengernyit tak mengerti.

"Gak gitu kok sayang, kalian tetap anak yang ayah sayangi, ayah gak bisa hidup ga ada kalian," jawab Mas Haris sambil menciumi pipi anaknya.

"Maafkan aku Laila," bisiknya.

"Tidak usah minta maaf, hatiku terlanjut luka Mas, akan sulit mengobati sakit ini sementara setiap hari aku harus berpapasan dengan kalian berdua," jawabku tetap dingin.

"Ayo bangun, pindah ke kamar kita," ajaknya.

"Istri kamu bagaimana?"

"Dia bisa punah ke tempat lain," jawab Mas Haris, "bagiku kau tetap yang utama, Laila."

Selagi kami baru bangkit dan hendak menuju ke kamar. Di depan pintu dapur aku berpapasan dengan istri muda Mas Rafiq. Ia nampak baru selesai mandi, berdiri dengan rambut basah dan pulasan make tipis.

Jujur aku sangat cemburu menyaksikan betapa cantik adik maduku ini, bibirnya penuh dan seksi, mata berbinar indah dan hidung mancung. Rambut lurus dan tubuh yang sintal menyempurnakan segalanya. Sedikit aku merasa kecil hati dengan penampilan sendiri,apalagi menyadari sudah bertahun-tahun tak pernah bersolek cantik layaknya wanita yang ingin menarik perhatian suami pada umumnya.

Tugasku tiap hari hanya bergelut di dapur, sumur dan kasur anak anak, selain itu aku harus melayani mertua dan membantu meringankan beban adiknya dengan mengasuh anak-anak mereka, sebenarnya kurang apa lagi aku? Aku tak menuntut banyak dari Mas Haris.

"Mas ....'

Ya Allah, bahkan suara wanita itu amat merdu mendayu, desahan di ujung kata ' Mas' membuat siapa saja yang mendengarnya jadi bergairah.

Ah, pikiranku!

Sesaat aku dan istrinya saling pandang dan ada kecanggungan yang sulit dihindarkan dari pertemuan ini, apalagi mengingat sejak keputusan ibu mertua menjodohkan mereka sampai hari lamaran dan pernikahan, aku memang belum pernah saling menyapa dengannya.

"Mas kamu sibuk?"

"Gak juga, tapi aku minta tolong ya, pindahin barangmu, karena itu adalah kamar Laila dan anak kami," pinta Mas Haris.

"Oh,gitu ya," wanita itu makin canggung apalagi ketika tatapan mata kami saling bertemu, ia mendelik namun segera menunduk, sedang aku menangkap ketidaksukaan di matanya meski ia terlihat malu dan mengalah.

"Iya, aku mohon ya, semoga kamu mengerti," Mas Haris dengan senyum mengembang yang sukses membuatnya tersipu malu.

Dada ini rasanya terbakar menyaksikan kebahagiaan wanita itu, andai sanggup dan memiliki kuasa, ingin sekali aku menjebaknya dan menyeretnya keluar lalu melemparnya ke jalan, aku benar-benar tidak sudi berbagi suami dan tempat tidur dengan wanita itu.

"Iya, baik, mas."

*

Sesaat kemudian kami sudah sampai di kamar dan kupindai ruangan itu yang masih bau melati, aroma khas pengantin meski beberapa dekorasinya sudah dicabut.

Seprai satin kemarin pun, sudah diganti dengan seprai baru, beberapa pakaian Adelia juga masih tertinggal di dekat kaca rias.

Kulirik paperbag yang terletak di dekat kaca rias yang sebagian isinya kelihatannya sudah dicoba dan dilempar begitu saja.

ada rasa sedikit tidak nyaman menatap baju tidur menerawang berwarna merah marun yang tergeletak di salah satu paper bag itu, pikiranku melayang membayangkan wanita itu mengenakannya dan Mas Haris kemudian mendatangi dan mencumbunya.

Arggg ... Aku cemburu dan perasaan ini membuatku tak nyaman.

"Maaf barangmu masih tertinggal," ucapnya dengan senyum yang kuanggap senyum licik.

Aku tahu sekarang dia sedang berada di atas angin karena mertua menyukai dan mendukungnya, belum lagi orang tuanya yang kaya membuat mertua semakin bertekuk lutut untuk memuja gadis ini.

Mas Haris keluar dari kamar meninggalkanku yang masih terduduk gamang di kasur, sedang istri mudanya sibuk mengemasi barangnya.

"Maaf pakaian tidurku tercecer," ucapnya sambil tertawa.

"Oh, gak masalah aku gak ngeliat juga," jawabku pura pura bodoh.

"Tidak pernah membayangkan bahwa pernikahan adalah hal yang indah padahal sebelumnya aku merasa pesimis dan takut," ujarnya tanpa malu, seolah sedang mengejekku.

"Syukur kalo begitu," balasku.

"Malam tadi, mas Haris adalah pria sejati," bisiknya yang kutangkap maksudnya ingin memanasiku.

"Ya, dia memang begitu," jawabku tertawa getir.

Dalam hati aku ingin sekali muntah di wajahnya atau menjambak rambutnya untuk menyadarkan kelancangannya itu. Dia bahkan tidak malu-malu untuk berbicara di depan anak-anak kami tentang kegiatan bulan madunya malam tadi.

"Hah, menyebalkan, lepaskan aku darinya Tuhan," batinku.

"Kalo begitu aku pindah ke kamar tamu, ya Mbak," ujarnya sambil menyeret kopernya.

"Iya."

Ketika maduku itu hendak keluar dari kamarnya kami, tiba-tiba ibu mertua sudah berdiri dan berkacak pinggang di depan pintu, ia menatap nanar kepada kami bergantian dengan ekspresi marah.

"Ada apa ini?"

"Aku akan pindah ke depan Bu," jawabnya.

"Jangan Adel, kamar ini buat kamu aja, lebih luas dan punya kamar mandi di dalam jadi kamu leluasa," jawab ibu mertua tanpa memperdulikan perasaanku.

"Tapi Bu, anak anakku, suka terbangun malam dan mereka nyaman di sini," sanggahku.

"Gak apa, kamu pindah ke depan aja," suruhnya, "ambil pakaianmu dan pindahkan ke depan," perintahnya lagi.

"Apa? Ibu menyuruhku keluar," tanyaku nyaris tak percaya.

"Bentar dulu," ucapnya sambil menuju kearah dinding lalu mencabut foto pernikahanku dan foto keluarga kami berempat dengan anak-anak kami lalu menyerahkannya kepadaku.

"Ini, pindahkan dari sini," katanya sambil meletakkan bingkai itu dengan kasar di tanganku.

"Ayo pindah," bisiknya sambil setengah melotot, berharap menantunya tidak mendengar.

Aku hanya mampu menghela nafas pelan sambil mengucapkan istighfar di dalam hati lalu kubuka pintu lemari dan mengeluarkan pakaian-pakaianku kemudian mulai mengangkutnya ke ruang depan, ke kamar tamu.

"Lho kok, pindah?" tanya mas Haris yang kemudian datang lagi ke kamar.

"Aku nyuruh pindah biar kalian lebih leluasa," jawab ibu.

"Leluasa ngapain Bu?"

"Ya ... Melakukan apa yang kalian inginkan," jawab Ibu.

"Tapi ini kamar Laila," sanggahnya.

"Kan bisa tukaran," jawab ibu tanpa dosa.

Di kamar tamu aku hanya mampu menghangatkan diri sambil berulang kali menghela nafas foto keluarga masih ku genggam di tangan dan pakaian-pakaian masih teronggok begitu saja di atas ranjang kamar tamu.

Anak-anakku mereka adalah anak-anak yang pengertian, mereka tahu suasana hatiku yang sedang sedih sehingga mereka tidak banyak bertanya.

"Bunda sabar ya," ujar Nayla.

"Iya, Sayang," balasku sambil tersenyum tipis.

Ah, Tuhan, kenapa begini?

"Tante itu istri baru papa?"

"Iya, Nak," jawabku.

"Sepertinya mulai sekarang kita akan sulit bertemu ayah." Bibir putriku bergetar dan perlahan air matanya meluncur begitu saja.

Ya Tuhan, aku tidak akan membiarkan anakku sedih gegara wanita itu dan mertua sentimenku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Isabella
mertua begitu ingin ku cekik aja wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
semoga tdk punya anak mandul lakor
goodnovel comment avatar
Miyuk Kaslan
banyak typo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • PETAKA MADU BARU   35

    Sudah sebulan berlalu sejak kejadian Adelia tercebur ke dalam drainase. Aku lega karena tak seorang anggota keluarganya datang mencariku untuk melakukan kekacauan di sini, aku lega sekali. Praktis, hidupku berjaan normal sesudah itu.Suatu pagi di bulan Agustus, ketika aku tengah sibuk menyusun barang dan menyambut pembeli, aku disentak oleh suara lembut seorang wanita di belakangku."Laila ...."Kubalikkan badan dan Ibu medtua berdiri di sana sambil tersenyum padaku, entah apa makna senyumnya itu, yang pasti aku mulai punya prasangka tak baik padanya."Kenapa hanya menatapku, apakah kau tak akan menawarkan keramaha untuk mampir di lapakmu?""Oh, maaf, silakan, Nyonya," jawabk canggung.Aku enggan menyebutnya Ibu, karena dia memang bukan ibuku!"Kenapa kau kaku sekali sekarang Laila?" Dia tersenyum dan duduk di bangku yang berada di dekat tumpukan sabun cuci."Tidak apa-apa, aku hanya menjaga sikap Nyonya, bagaimana kabar Nyonya?," balasku canggung."Alhamdulillah, baik, Haris juga ba

  • PETAKA MADU BARU   34

    Setelah sidang perceraian kujalani hidup seperti biasa, menjalani bisnis dan membuka lapak sembako di pasar. Anak Nyai yang pernah membantuku di pasar kini memberikan suntikkan modal untuk menyewa lapak.Tak kupikirkan lagi tentang mantan suamiku, seperti apa dan bagaimana keadaannya, aku sudah masa bodoh dengan itu, yang penting bagiku adalah aku dan kedua anakku sehat dan kenyang, tak kurang satu apapun.Hari ini, selagi sibuk melayani pembeli yang cukup ramai, tiba tiba seorang pembeli tak diundang datang, ia berdiri dengan tatapan sinis, melipat kedua tangannya dan tidak memilih apa apa. Aku tahu ia hanya ingin bicara."Astaga tahan sejali Adelia berdiri di sana," gumamku sambil mendengkus kesal,. padahal tepat di depan lapakkku ada jejeran lapak penjual ikan dengan sejuta warna, suara dan aroma.Sebelah kanan lagi ada saluran pembuangan yang cukup besar, dari got itu, aroma tak sedap selalu menguar tajam."Apa yang kamu inginkan datang kemari?" tanya aku ketika pelanggan mulai s

  • PETAKA MADU BARU   33

    Hal yang paling membuatku malas dalam hidup adalah apa yang akan kulakukan hari ini, menyusuri jalan aspal yang tak begitu besar dengan taman bunga di samping kanan kiri, menuju bangunan berteras luas dengan jajaran pilar besar sebagai penyangga pelataran dan tulisan yang terpampang di sana, pengadilan agama.Mau apa? Bercerailah!Semalam tadi kudapatkan panggilan cerai dari pengadilan, ayah memberi tahu bahwa mulai besok aku harus menghadiri sidang perceraian setelah proses mediasi yang sengaja dilewatkan karena tahu hasilnya akan nihil, alias zonk, kami tak akan mungkin rujuk. Lagipula selesaikan saja episode pahit ini dan tutup, tamatkan cerita rumit ini sampai di sini.Kumasuki ruang sidang dan Mas Haris eusah di sana, masih dengan wajah diperban bekas pukulan batu, ia menatapku tanpa ekspresi apapun sedang Adelia dia sampingnya, seperti biasa selalu bergelayut manja, kepalanya ia topangkan di bahu Mas Haris, oh mesranya pelakor satu itu.Kuambil tempat duduk agak jauh karena mual

  • PETAKA MADU BARU   32

    Mertua menelpon pikir dia akan murka terhadap apa yang sudah aku lakukan kepada anaknya, ternyata tidak demikian, dia menelpon bicara baik-baik padaku. "Laila, ayah tahu kamu kecewa dan peristiwa ini amat mengejutkan.Tapi tolong pertimbangkan tentang Nayla dan Naina, mereka akan malu jika sampai orang-orang tahu dan mencibir mereka," bujuk ayah melalui telepon. "Aku tahu, maaf ayah, aku harus bagaimana, andai tak membela diri dia akan membunuhku." "Aku akan menjamin Haris, tapi aku akan memberi tahumu sebelumnya, kuharap kau mau ikhlas atas keputusan ayah." "Lalu bagaimana denganku, ini tidak adil." "Aku akan memberimu kompensasi Laila, aku juga akan mengurus perceraian kalian dan memastikan semuanya tuntas tanpa halangan apapun," jawabnya. "Jadi ayah merestui aku bercerai dengan anak ayah?" "Mau bagaimana lagi, jika itu membuat kalian lega." "Ya, benar, kami memang harus berpisah agar semuanya lega dan tuntas." "Baik, aku akan mengurusnya, aku juga akan membebaskan Haris," ja

  • PETAKA MADU BARU   31

    Kutinggalkan kantor polisi sambil tertawa puas. Aku gembira sekali membuat pucat pasi dan ketakutan.Kembali ke rumah mengendarai motor nmax pemberian ayah mertua yang cicilannya tinggal tiga kali lagi lagi. Tak mengapa, aku bisa melunasinya, dan menjauh pergi, asal perasaan ini tenang.*Kicau burung menyemarakkan suasana pagi yang sudah ku tetapkan sebagai awal dari semangat baru untuk memulai kehidupanku."Jadi bagaimana keputusanmu setelah apa yang terjadi ini," tanya ibu mertua setelah pagi-pagi ini menelponku"Aku tidak berhak mengambil keputusan ibulah yang selama ini selalu mengambil keputusan untuk kami, jadi tentukan saja apa yang ingin Ibu katakan," jawabku."Aku dengar kau dan Harris bertengkar dan saling memukul, tidak bisakah kau mengeluarkan suamimu dari kantor polisi dan mengakhiri semua ini.""Andai saja orang tidak melalui kami tentu aku sudah mati dibunuh suami sendiri.""Kau telah memancing kemarahan suamimu, kau tahu sendiri kan sifat haris sangat keras kenapa kau

  • PETAKA MADU BARU   30

    Selagi aku sedang memberi keterangan tiba tiba adik ipar dan madu jahatku merangsek ke ruang pemeriksaan dan menyela keterangan dan kuberikan."Apa katanya? tidak benar jika dia mengatakan bahwa Mas Haris yang jahat, selama ini hanya dia yang melawan dan bersikap semaunya." "Alhamdulillah, kebetulan sekali, inilah orang-orang yang suka sekali mengintimidasi saya di sana mereka menyuruh saya tanpa mengenal waktu dan keadaan, mereka memperlakukan saya dengan sangat tidak manusiawi," barat ku yang tak ingin kehilangan kesempatan untuk mempermalukan mereka."Wanita ini hanya playing victim, Pak. Dialah wanita yang paling kembang isi dalam keluarga kami dan dia adalah orang yang paling melawan terhadap ibu mertua," sela adelia."Dan wanita ini adalah sumber kemarahan ibu mertua saya dia selalu mengadu dan menjelek-jelekkan sehingga membuat ibu mertua murka dan bersikap kasar kepada saya," jawabku tak mau kalah."Keterlaluan!" Adelia berteriak."Lihat sikat mereka lihat jika mereka bahkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status