"Terima kasih telah menyelamatkan hidupku, Pendekar. Entah bagaimana nasibku jika pendekar tidak datang menolong saya."
Lindu Aji sedikit terkesima dengan kecantikan yang terpancar dari wajah gadis tersebut. Dia kemudian teringat akan Andini yang diselamatkannya di dermaga setahun lalu."Dua kali aku ditemukan dengan gadis cantik pada situasi yang hampir sama. Pertanda apakah ini?" batinnya bertanya-tanya."Bangunlah, aku tidak suka begini. derajat kita sama sebagai sesama manusia." Lindu Aji tersenyum geli. Tidak mungkin juga dia bilang kalau dia anak Dewa."Ayah dan anaknya itupun berdiri. Mereka menunduk tidak berani menatap sosok yang telah menjadi pahlawan bagi mereka."Ayo kita ke sana dulu. Jangan sampai harimauku memakan daging manusia. Bisa-bisa kalau ketagihan nanti aku yang dimakan." Lindu Aji meringis ngeri.Mereka bertiga pun melangkahkan kakinya menuju sesosok harimau besar yang sedang menjilati kukunya penuh dengan"Terima kasih telah menyelamatkan hidupku, Pendekar. Entah bagaimana nasibku jika pendekar tidak datang menolong saya."Lindu Aji sedikit terkesima dengan kecantikan yang terpancar dari wajah gadis tersebut. Dia kemudian teringat akan Andini yang diselamatkannya di dermaga setahun lalu."Dua kali aku ditemukan dengan gadis cantik pada situasi yang hampir sama. Pertanda apakah ini?" batinnya bertanya-tanya."Bangunlah, aku tidak suka begini. derajat kita sama sebagai sesama manusia." Lindu Aji tersenyum geli. Tidak mungkin juga dia bilang kalau dia anak Dewa."Ayah dan anaknya itupun berdiri. Mereka menunduk tidak berani menatap sosok yang telah menjadi pahlawan bagi mereka."Ayo kita ke sana dulu. Jangan sampai harimauku memakan daging manusia. Bisa-bisa kalau ketagihan nanti aku yang dimakan." Lindu Aji meringis ngeri.Mereka bertiga pun melangkahkan kakinya menuju sesosok harimau besar yang sedang menjilati kukunya penuh dengan
keesokan paginya ..."Eyang, nanti aku akan ke sana dengan Belang saja. Aku mau menikmati perjalanan. Kalau dengan Eyang hanya terlihat awan dan pepohonan saja dari atas. Belum lagi mata perih kalau terbang," kata Lindu Aji ketika Ki Damarjati mengajaknya berangkat."Memangnya kamu tahu jalannya?" tanya Ki Damarjati."Tidak, Eyang. Tapi nanti aku bisa bertanya kepada orang di jalan. Kata pepatah malu bertanya sesat di jalan, bukankah begitu?" Lindu Aji tertawa pelan."Baiklah kalau begitu, ini ada uang buat bekal di jalan," ujar Ki Damarjati sambil menyerahkan sekantung koin emas.Lindu Aji meraih kantong yang terbuat dari kain itu dari tangan eyangnya."Eyang berangkat sekarang, Lindu. Segera menyusul Eyang.""Baik, Eyang," balas Lindu Aji.Ki Damarjati kemudian keluar dari goa dan terbang menuju istana kerajaan Pamenang.Selepas kepergian eyangnya, Lindu Aji langsung menemui si Belang yang lagi malas-
Sudah sadarnya Lindu Aji sudah tentu membuat Ki Damarjati senang. Begitu pula si Belang yang bahkan tidak ingin jauh dari pemuda yang menjadi temannya selama 17 tahun terakhir itu."Apa saja yang sudah kau pelajari dari ayahmu, Lindu?" Ki Damarjati menatap cucunya yang terlihat jauh berbeda auranya. Luka-lukanya pun hilang dengan sendirinya."Ayah mengajarkan ilmu Guntur Membelah Bumi, Eyang.""Guntur Membelah Bumi? Apakah kamu mau menunjukkan kepada Eyang?" Ki Damarjati antusias ingin melihat kemampuan baru cucu angkatnya itu."Bukannya Lindu tidak mau, Eyang, tapi ayah mengatakan kalau ilmu ini khusus untuk menghadapi manusia Iblis nanti. Dan juga kalau aku mempraktekannya, yang ada hanya kehancuran, Eyang." Lindu Aji tersenyum melihat raut penasaran di wajah kakeknya. "Waktu di sana, Lindu menghancurkan gunung yang besarnya hampir tiga kali lipat dari gunung yang kita tempati ini. Padahal Lindu hanya mengeluarkan kekuatan sebesar sepuluh persen
Sementara itu, pelatihan yang dilakukan Lindu Aji sudah hampir mencapai akhir. Dan kali ini Lindu Aji harus benar-benar fokus jika tidak ingin berakhir dengan kegagalan. "Untuk tahap yang yang terakhir ini paling sulit dari semua tahapan Anakku. Kalau kamu tidak bisa menyelesaikan tahapan terakhir ini, maka semua pelatihan yang kamu jalani setahun ini akan sia-sia. Pelatihan yang terakhir ini adalah pengikat semua ilmu yang telah kau pelajari. Apa kamu sudah siap, Nak?" "Aku siap, Ayah." Lindu Aji menjawab tanpa keraguan. "Baiklah, sekarang ikut Ayah." Lindu Aji berjalan mengikuti ayahnya menuju sebuah tempat yang menurutnya sangat berbeda dengan semua tempat yang pernah didatanginya di alam Dewa. Di tempat tersebut matahari berjumlah 7. Pencahayaan juga sangat terang menyilaukan mata. Panas dan debu yang pekat membuat tempat tersebut bagaikan miniatur Neraka. Lindu Aji berkeringat luar biasa d
Ki Damarjati dan semua ketua perguruan nampak berkumpul di dalam satu kamar yang lebar. Di hadapan mereka, tubuh Lindu Aji terbaring lemah di ranjang. Tetua Wibisono yang ahli dalam bidang pengobatan pun menyerah dengan kondisi Lindu Aji. Yang bisa dia lakukan hanya mengobati luka luar saja."Bagaimana, Tetua, apakah tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menyadarkan Lindu?" tanya Ki Nalasetya."Entahlah Nala, yang aku ketahui sekarang cucuku mengalami mati suri. Kita hanya bisa menunggu kesadarannya kembali. Tampaknya benar jika pedang ini yang membuat Lindu bisa bertahan sampai sekarang," jawab Ki Damarjati."Sekarang coba ceritakan, kenapa Lindu sampai menahan jurus yang dikeluarkan Walondo? Apa dia bertarung dengan Walondo?"Ki Nalasetya yang sudah diselamatkan Lindu Aji menarik napas perlahan."Lindu tadi menyelamatkan aku, Tetua. Kalau tidak ada dia, mungkin aku sudah mati saat ini. Padahal sejak awal aku sudah memperingatkannya aga
BlaaaaaarrrPertemuan dua tenaga dalam besar sontak menimbulkan ledakan yang hebat. Hampir semua orang yang berada di sekitar kompleks Perguruan terpental karena tidak kuat menahan tekanan yang ada. Sebagian ada yang langsung tewas baik dari anggota aliran hitam maupun dari aliran putih, dan ada yang terluka parah ataupun sedang.Sedangkan mereka yang berada dalam tahap pendekar pilih tanding ke atas masih bisa menahan tekanan tersebut dengan tenaga dalamnya, meski harus sedikit mengalami luka dalam.Suara ledakan bahkan terdengar sampai radius puluhan kilometer dan getaran seperti gempa bumi juga terasa sampai istana kerajaan Pamenang.Semua orang yang mendengar dan merasakan dampak pertemuan dua tenaga dalam tingkat tinggi tersebut bertanya-tanya, bersumber dari gerangan apakah itu yang baru saja mereka dengar dan rasakan?Ki Damarjati yang sedang terbang dengan kecepatan tinggi menuju pulau Santong juga mendengar suara ledakan tersebut