Share

Ruang Hampa Neraka

Author: AL Doank
last update Huling Na-update: 2025-05-19 10:28:45

Udara menusuk tulang. Gelap gulita menelan segala arah. Tak ada atas, bawah, kiri, atau kanan. Hanya kehampaan dan rasa dingin yang membekukan darah.

Yu Zhen terjatuh ke sebuah permukaan keras dan dingin. Ia terbatuk, mencoba menarik napas, tapi udara di sekelilingnya terasa berat, seperti menghirup kabut hitam yang beracun.

Dia bangkit perlahan, menggigil, tubuhnya gemetar oleh tekanan spiritual yang luar biasa. Tempat ini bukan dunia biasa. Bukan hutan, bukan gua, bukan lembah. Ini... dunia lain.

Sebuah suara bergema dari kegelapan.

 “Selamat datang di Ruang Hampa Neraka.”

Pemuda kurus itu memutar tubuhnya cepat. Tapi tak ada siapa pun. Suara itu datang dari segala arah, seolah menembus pikirannya langsung.

 “Tempat di mana jiwa-jiwa yang mengusik keseimbangan, dibinasakan. Kau, anak kecil, telah menarik perhatian kekuatan lama yang ingin dilenyapkan sejak ribuan tahun lalu.”

Yu Zhen menggertakkan giginya. “Tunjukkan dirimu!”

Tiba-tiba, kabut hitam di sekelilingnya berkumpul di satu titik dan membentuk sosok manusia tinggi, berjubah panjang, tanpa wajah. Hanya dua cahaya merah menyala dari balik tudungnya.

“Aku adalah Penjaga Gerbang. Di tempat ini, hanya mereka yang bisa menahan ujian kegelapan yang akan bertahan hidup. Yang lainnya  akan dilenyapkan secara perlahan, tubuh dan jiwanya.”

Yu Zhen mundur satu langkah. Tanah di bawah kakinya tampak bergerak—seperti puluhan tangan hitam mencoba meraih tubuhnya dari dalam tanah.

“Kenapa aku dibawa ke sini?” desaknya.

Penjaga Gerbang menjawab dengan suara datar, “Karena kekuatan dalam tubuhmu telah membangunkan sesuatu yang lama tersegel. Dunia tak akan membiarkan benih itu tumbuh.”

Yu Zhen mengepal tangan. Ia ingat wajah gurunya, ingat amarah yang belum terbalas. Ia bukan murid utama, bukan pendekar besar. Tapi hatinya telah memutuskan: ia tak akan mati di sini.

“Aku tidak akan menyerah!” serunya.

Penjaga Gerbang tertawa. “Lalu bertahanlah. Ujian pertamamu dimulai.”

Lantai retak. Tanah terbuka dan menelan Yu Zhen sekali lagi. Kini ia jatuh ke ruang baru—ruang kosong seluas lapangan, diterangi cahaya merah samar dari langit-langit yang tak terlihat.

Dari sudut ruang, muncul bayangan-bayangan manusia. Semakin lama, mereka membentuk wujud nyata—puluhan, ratusan sosok berjubah abu-abu. Wajah mereka kosong, tanpa mata dan mulut, tapi tubuh mereka memancarkan aura haus darah.

Mereka berjalan ke arah Yu Zhen. Perlahan, teratur.

 “Ini ujian pertama: menghadapi arwah para murid gagal dari masa lalu. Mereka seperti dirimu—tapi mereka menyerah.”

Yu Zhen mundur, lalu mengambil posisi bertahan. Ia belum mahir menggunakan teknik serangan tingkat tinggi, tapi dasar-dasar teknik Qing Mo Yuan telah ia kuasai dengan latihan diam-diam selama dua tahun.

Ia menarik napas dalam-dalam, mengatur aliran napas dari dantian ke ujung jari. Tangannya membentuk segel: Lima Tapak Kabut Hitam.

Serangan pertama dimulai.

Tiga arwah melompat sekaligus. Yu Zhen bergerak cepat ke kiri, menghindari satu serangan dan meluncurkan tapak pertamanya. Energi hitam menyebar dan menghantam satu arwah. Sosok itu bergetar, lalu meledak menjadi kabut.

Tapi dua lainnya berhasil meraihnya. Salah satu mencengkeram bahunya, dan yang lain mencakar punggungnya.

Yu Zhen menjerit. Rasa sakitnya bukan hanya fisik. Arwah-arwah ini menyerang langsung ke dalam pikirannya.

 “Lemah!” bisik suara-suara itu di kepalanya. “Kau bukan siapa-siapa.”

Yu Zhen terhuyung, hampir terjatuh. Tapi suara gurunya menggema di benaknya.

“Rasa sakit hanya jalan. Kau harus terus berjalan …”

Dengan teriakan keras, Yu Zhen meledakkan energi dari dalam tubuhnya. Teknik Gelombang Nafas Keempat dilepaskan tanpa segel, hanya dengan kemurnian niat.

Aura hitam menyebar seperti badai dan mendorong mundur semua arwah dalam jarak sepuluh langkah.

Namun mereka tak berhenti. Gelombang berikutnya datang, lebih banyak dari sebelumnya. Yu Zhen tahu, ini bukan pertarungan untuk menang—ini pertarungan untuk bertahan.

Tangannya gemetar. Napasnya terputus-putus. Tubuhnya penuh luka. Tapi dia tetap berdiri.

 “Kalau aku mati,  maka balas dendam itu akan padam”

Dia membentangkan kedua tangannya dan melepaskan semua energi yang tersisa. “Pecah!”

Ledakan kedua mengguncang ruang itu. Semua arwah terlempar, tubuh mereka hancur dan larut dalam kabut hitam.

Yu Zhen jatuh berlutut.  Huft!  Huff!

Penjaga Gerbang muncul kembali. Kali ini, suaranya terdengar lebih lambat. “Kau bisa bertahan, itu berarti kau telah melewati ujian pertama.”

Yu Zhen tersenyum tipis, lalu jatuh tengkurap. Tapi sebelum tubuhnya menyentuh tanah, dia melayang perlahan ke udara, seperti ditopang kekuatan tak terlihat.

Ruang berubah lagi. Kini ia berada di dalam ruangan batu dengan lingkaran segel di sekelilingnya. Di tengah ruangan, sebuah bola hitam melayang—murni, gelap, namun memancarkan pesona.

 “Itu adalah Inti Kegelapan Pertama. Kau boleh mengambilnya. Tapi …” suara Penjaga Gerbang terdengar dari bayang-bayang. “Begitu kau menyentuhnya, kau tak bisa mundur lagi. Dunia akan menganggapmu ancaman.”

Yu Zhen menatap bola itu. Di dalamnya, ia melihat bayangan masa kecilnya. Ia melihat saat dirinya diejek, dihina, dan dijatuhkan. Ia melihat wajah guru-guru yang mengabaikannya. Ia melihat api yang menghancurkan sektenya. Dan dimana-mana ia melihat darah menggenang membasahi tanah.

“Aku tidak ingin kekuatan untuk membalas dendam,” katanya lirih. “Aku ingin kekuatan agar tidak ada lagi yang perlu balas dendam seperti aku.”

Ia melangkah maju dan menyentuh bola itu.

Bola itu menyerap ke dalam tubuhnya. Ledakan cahaya hitam memenuhi ruangan. Simbol-simbol kuno menyala di sekujur tubuh Yu Zhen. Ia berteriak—bukan karena sakit, tapi karena tubuhnya berubah. Darahnya mendidih, napasnya menggema, dan aura yang memancar dari tubuhnya bukan manusia biasa lagi.

Penjaga Gerbang membisu, lalu bergumam, “Dia memilih jalan terlarang.  Dunia pasti akan mengincarnya”

Namun tepat saat kekuatan itu menyatu sempurna, tiba-tiba langit retak. Secercah cahaya menusuk ruang. Sebuah tangan bercahaya turun dari langit, mencoba meraih Yu Zhen.

Penjaga Gerbang berteriak, “Tidak! Itu kekuatan Langit! Mereka mencoba merebutnya sebelum waktunya!”

Yu Zhen menoleh ke atas. Matanya kini menyala seperti bara. Ia berteriak, “Aku belum selesai di sini!”

Tapi tangan itu menariknya, dan dunia runtuh.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin menarik
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Rencana Pertunangan

    Lindu Aji sedikit bingung dengan pertanyaan yang diajukan Putri Liani. Dia tidak pernah menyangka kalau akan terjebak dalam sebuah permainan perasaan. Kalau dia menolak, bisa dipastikan Putri Liani akan langsung jatuh sakit. Tapi kalau menerima, masih ada dua orang gadis yang setia menunggunya, Andini dan Anggun.Lama dia berpikir hingga suara Putri Liani mengejutkannya."Lindu, kok malah melamun?""Eh, iya.""Iya apa?"Aku mencintaimu."Putri Liani tersenyum bahagia mendengar jawaban dari pemuda idamannya tersebut."Aku juga mencintaimu, Lindu.""Liani, bisakah kau melepaskan pelukanmu? Aku sulit bernafas."Putri Liani langsung melepaskan pelukannya dan menatap wajah Lindu Aji dengan tatapan tajam."Aku akan mengatakannya pada ayahku secepatnya." Seusai berucap, Putri Liani lalu berlari keluar dari kamarnya.Lindu Aji hanya bisa menepuk jidatnya. Dia tidak menyangka keputusan yang dia

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Hancurnya Perampok Gunung Sindur

    Cucu angkat Ki Damarjati tersebut langsung melayang tinggi, dan kemudian mendarat di sebuah lapangan yang berada di dalam bangunan seperti benteng tersebut.Kedatangan seseorang yang bisa melayang dan mendarat dengan ringan di markas mereka membuat ratusan penghuni di dalam benteng tersebut terkejut sekaligus terheran heran.Seketika mereka bergerak mengepung pemuda tersebut. Lindu Aji hanya tersenyum sinis melihat ratusan orang yang sedang memandangnya penuh kebencian.Pada dasarnya mereka heran, bagaimana bisa sosok berparas tampan itu memasuki markas mereka dengan begitu mudah, sebab sebelumnya tentu banyak jebakan yang menanti. Apa mungkin berbagai jebakan itu bisa dilewatinya?"Siapa kau dan apa urusanmu datang kesini!? Apa kau tidak tahu jika orang asing yang sudah masuk tempat ini tidak akan bisa keluar lagi?" Sosok berkepala gundul dan memiliki cambang lebat mencoba mengintimidasi Lindu Aji."Apa perlu kujawab pertanyaan tolol sep

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Menyerang Gunung Sindur

    "Iya, Tuan Putri, Aku Bejo." Melihat kondisi Putri Liani, Lindu Aji merasa terenyuh dan iba. Dia yang biasanya ceria, saat ini hanya bisa menatap sedih dengan situasi putri Raja Wijaya Kusuma tersebut."Ayah, aku mohon ijinkan Bejo tinggal di sini untuk sementara waktu," pinta Putri LianiRaja Wijaya Kusuma bingung mendengar permintaan anaknya. Dia takut permintaan itu akan membuat Lindu Aji tersinggung. Apalagi dia juga tahu kalau Lindu Aji adalah Cucu Ki Damarjati yang bisa membuat kerajaannya menjadi abu kalau dia berani mengganggu pemuda tersebut."Secara pribadi ayah tidak masalah, Putriku. Tetapi kita tidak boleh memaksa Lindu untuk tinggal di sini. Semuanya tergantung Lindu saja, biar dia yang memutuskan.""Lindu itu siapa, Ayah?"Raja Wijaya Kusuma menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. "Lindu itu ya Bejo ini, Putriku," jawabnya."Lindu itu nama asliku, Tuan Putri, sedangkan Bejo itu nama samaran saja," sah

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Derita Cinta

    Sebuah kewajaran jika Putri Liani meragukan nama BEJO yang disebutkan pendekar muda pahlawannya tersebut. Secara tampang, sangatlah pantas pendekar yang telah menyelamatkannya itu lebih pantas menjadi seorang pangeran. Lindu Aji kemudian mendatangi lelaki tinggi besar yang meminta berguru kepadanya. "Nama Paman siapa?" "Namaku Prapta, Pendekar." "Panggil saja namaku Bejo. Aku risih kalau di panggil pendekar,” kata Lindu Aji. Lelaki bernama Prapta itu mengangguk. Lindu Aji merasa geli juga dipanggil Bejo. Namun demi menutupi jati dirinya, dia pun bersikap biasa saja. "Begini, Paman Prapta, aku sudah meminta kepada mereka untuk menjadikan Paman sebagai prajurit. Aku juga sudah menjamin bahwa Paman tidak akan kembali berbuat jahat. Sekiranya nanti aku mendapat laporan kalau Paman berulah lagi, maka aku akan memastikan daging Paman menjadi makanan Harimau." "Paman berjanji."

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Putri Liani

    Setelah melalui perjalanan selama 3 hari tanpa ada kendala, rombongan Senopati Wage sudah memasuki kadipaten Sukorame.Informasi tentang Adipati Witono yang dipenjara oleh seorang pendekar muda menyebar dengan cepat. Para pedagang dari luar yang sebelumnya enggan berdagang karena penerapan pajak besar, akhirnya kembali berdagang di kadipaten yang terkenal sebagai sentra perdagangan tersebut.Kedatangan rombongan Senopati Wage yang terkenal sebagai panglima perang andalan kerajaan Pamenang sontak menjadi perhatian warga. Mereka tentunya bertanya-tanya, ada hal apakah sehingga pejabat kerajaan yang terkenal tersebut sampai datang ke kota mereka? Karena biasanya yang datang hanya pejabat rendah.Kasak kusuk pun terjadi, banyak yang mengaitkannya dengan kejadian 7 hari lalu dengan dipenjaranya Adipati Witono dan pejabat Sora oleh seorang pemuda.Lindu Aji yang mendapat kabar kedatangan Senopati Wage langsung bergegas menuju pintu gerbang untuk menyamb

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Hukuman

    Pemilik warung makan tersenyum lebar melihat Lindu Aji masuk melewati pintu.  "Mau makan di sini atau dibungkus seperti kemarin?""Makan di sini saja, Paman, tolong buatkan satu porsi ayam panggang," balas Lindu Aji seraya mengedarkan pandangannya. Tidak terlihat satupun pengunjung di dalam warung tersebut."Siap ... ditunggu sebentar, ya!""Santai saja, Paman. Aku juga tidak terburu-buru," balas Lindu Aji, kemudian bersiul sekenanya. Simponi tidak beraturan dia keluarkan dari bibirnya yang sedikit dikerucutkan.Tak berapa lama, pesanan ayam panggang sudah terhidang di mejanya. Bau khas ayam panggang langsung membuat perutnya keroncongan. Tanpa pikir panjang lagi dia langsung menyantap makanan di depannya.Di saat dirinya sedang menikmati makannya, suaea derap derai kaki kuda terdengar membelah jalanan di depan warung. Lindu Aji langsung menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang sedang lewat. Tanpa sengaja sekilas matanya melihat lamb

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status