"Kita tidur satu ranjang," ujar Arya kemudian memeluk tubuh Endrea sangat erat.
"Iya baiklah aku akan tidur disini, tapi lepaskan terlebih dahulu," perintah Endrea karena dirinya merasa sangat kekurangan oksigen.
Aeya langsung melepaskan pelukannya dan membiarkan Endrea duduk, setelah itu Endrea berpindah kesamping Arya dan meletakkan bantal guling ditengah-tengah mereka.
'Ma, Pa bantu Endrea menemukan surat aslinya ya, Endrea tidak rela orang-orang itu menikmati jerih payah kalian,' do'a Endrea sebelum tidur, Perlahan-lahan mata Endrea mulai mengantuk.
Saat mata Endrea sudah terpejam bukan Arya namanya kalau tidak jahil, Arya membuang bantal yang menghalangi mereka ke bawah ranjang samping Endrea, kemudian Arya mendekatkan tubuhnya ke Endrea dan memeluknya.
Perlahan-lahan mata Arya juga terpejam, dirinya mendapatkan rasa nyaman dan suka dengan aroma rambut Endrea yang harum.
Endrea merasakan ada sesuatu benda berat m
'Apa gadis ini minta dicium,' batin Arya kemudian tersenyum dan mulai melahap bibir mungil Endrea, yang terasa begitu manis berbeda dengan kekasihnya dulu sungguh bibir ini akan membuatnya candu.Endrea tidak bisa menolak sentuhan dibibirnya, justru Endrea malah membalasnya tubuh Endrea mulai menuntuk agar Arya melakukan lebih dari itu, Arya juga merasakannya karena takut mengingkari ucapannya Arya melepaskan ciumannya.Endrea menghela nafas kecewa dirinya merasa kehilangan kehangatan itu, Endrea menatap ke arah Arya dengan tatapan sendu, Arya mencium sekilas bibir mungil Endrea."Aku tidak akan mengingkari ucapanku," ucap Arya kemudian masuk ke dalam kamar mandi, untuk mengendalikan hawa nasfunya.Endrea tersenyum setelah Arya tidak terlihat lagi, tangan mungilnya memegang bibir yang terasa sedikit bengkak dan perih, padahal dirinya hanya berciuman sebentar pikir Endrea.Endrea hanya mengantar Arya sampai di depan pintu apartemen, kare
"Iya Pak, nanti jam tujuh kita akan berangkat dari sini," Endrea mendengar ucapan Arya, jantungnya langsung berdetak sangat kencang, meski tidak mudah mendapatkannya tapi Endrea merasa yakin bahwa surat itu masih ada di rumah yang sekarang ditempati Bibi Liana."Siapa?" tanya Endrea ketika Arya kembali duduk disampingnya."Pak Irawan, dia bilang jam tujuh sudah bisa untuk membantu kita mengambil surat yang asli jika kamu sudah yakin," jawab Arya tangannya masih sibuk dengan ponsel."Baiklah Aku merasa sangat yakin kalau surat itu masih berada di rumah itu, tapi aku merasa kalau Bibi Liana belum mengetahuinya," ucap Endrea jujur."Kamu benar, tadi Pak Irawan bilang Liana baru datang ke kantornya dan memaki-maki Pak Irawan, Bibi Liana menuduh kalau Pak Irawan dan istrinya yang menyembunyikan suratnya," jelas Arya."Memalukan," gumam Endrea dengan menggelengkan kepalanya, tentu Mamanya akan menyembunyikan di tempat yang aman, tapi bukan ju
"Hah," Endrea melebarkan mulutnya merasa heran kenapa Arya tahu, Endrea memutarkan kepalanya mencari siapa tahu ada cctv diruangan ini tapi Endrea tidak menemukan apa-apa."Kamu sedang mencari siapa?" tanya Arya membuat Endrea semakin kebingungan."Ti... Tidak mencari siapa-siapa," jawab Endrea dengan gugup.Sebenarnya Arya memang memasang beberapa cctv tersembunyi untuk mengawasi setiap pekerja yang akan membersihkan rumahnya.tetapi tidak disangka sekarang malah Arya gunakan untuk mengawasi setiap gerak gerik Endrea, Arya tidak ingin Endrea meninggalkannya untuk saat ini, meski mungkin kedepannya Arya sendiri yang akan meninggalkan Endrea."Kalau begitu tidak susah lagi beres-beres, untuk apa saya membayar mereka kalau kamu ikut membersihkan," Arya memperingatkan Endrea kemudian mematikan sambungan teleponnya.Endrea mencebik lalu meletakkan ponselnya dengan kasar, Endrea mulai terserang kantuk dan dirinya tidur disofa, jam setengah
"Ini tidak adil," teriak Bibi Liana dengan berapi-api bahkan dirinya sampai bangun dan menunjuk-nunjuk ke arah Pak Irawan."Tolong tenang dulu Bu Lin, biar saya jelaskan semuanya terlebih dahulu," perintah Pak Irawan dengan nada tenang."Ngga bisa Pak, ini semua harus menjadi milikku dan anak-anakku," jawab Bibi Liana.Pak Irawan memberi isyarat kepada salah satu polisi untuk memegangi Bibi Liana, takutnya Bibi Liana akan membuat hal diluar dugaan."Ngga bisa Pak, ini semua milikku, bukan milik anak sialan itu, aku tidak iklas Pak," racau Bibi Liana saat dibawa ke dalam.Tidak lama kemudian Bibi Liana kembali dengan keadaan yang lebih tenang, Pak Irawan mulai menjelaskan poin-poin yang ada di dalamnya.Bibi Liana menghampiri Endrea dengan menatap tajam kearahnya, tetapi Endrea tidak takut sudah tanggung sampai disini maka dirinya akan menyelami sekalian batin Endrea.Endrea membalas tatapan tajam Bibi Lia
Tidak lama kemudian tembok itu bergeser memperlihatkan satu kotak kayu yang lumayan besar, semua yang ada disana langsung menatap heran ke arah Endrea.Endrea memgambil kotak kayu itu dan memberikan kepada Pak Irawan, Pak Irawan menerima dan membuka kotak itu, di dalam kotak terdapat satu amplop besar.Bibi Liana ingin merebut surat itu tapi tangannya langsung dicegah oleh polisi yang ada dibelakangnya, Bibi Liana memberikan isyarat kepada Nina dan Nina mengangguk, sebelum tangan Nina mencapai amplop coklat tersebut tangannya sudah dipegang oleh Arya.Endrea menghela nafasnya lega karena amplop itu tidak sobek, Pak Irawan langsung membuka amplop tersebut dan tersenyum ke arah Endrea."Tinggal satu lagi syarat yang harus dipenuhi Endrea, selamat kamu berhasil menemukannya," ujar Pak Irawan dengan mengulurkan tangannya kepada Endrea."Terimakasih Pak, ini semua juga atas bantuan Bapak," jawab Endrea dengan menyambut uluran tangan Pak Iraw
"Aku sedang membawa mobil, lanjut di rumah saja ya," ucap Arya membuat mata Endrea melebar, tapi dirinya suka Endrea lalu memalingkan wajahnya ke arah luar mobil.Tiga puluh menit kemudian mereka sudah sampai di apartemen Arya, mereka langsung masuk ke dalam apartemen, Endrea mencuci wajahnya dan mengganti bajunya dengan baju tidur.Saat keluar dari kamar mandi Endrea melihat Arya sudah meringkuk diranjang, Endrea langsung naik ke samping Arya dan memeluk tubuh Arya.Arya mengusap-usap rambut Endrea, Endrea menikmati setuhan lembut yang diberikan oleh Arya."Jadi kapan kita akan menikah?" tanya Arya.Endrea langsung menatap mata Arya sebentar lalu kembali menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Arya, kemudian menjawab "Secepatnya, karena aku tidak mau kita khilaf dan melakukan hal diluar batas, apalagi kita hanya tinggal berdua,"."Aku bukan pria yang mudah mengingkari kata-kataku sendiri," ujar Arya kemudian tangannya menarik waj
Kevin meminum kopi buatan Endrea sampai habis, kemudian berjalan ke arah sofa dan sibuk dengan ponselnya disana.Endrea menggelengkan kepalanya berharap dirinya lupa dengan apa yang barusan Kevin katakan, Endrea menyibukkan diri dengan mengelap meja makan.Tidak lama kemudian Arya keluar dari dalam kamar, dan duduk disamping Kevin dengan menenteng sepatu kesayangannya."Oh iya, Endrea hari ini kamu mau kemana?" tanya Arya tangannya sibuk memakai sepatu."Aku ingin pergi ke salon," jawab Endrea dengan melihat ke arah Arya dan Kevin."Oke baiklah nanti aku akan perintahkan Delina untuk menemanimu, ingat dua minggu lagi kita akan menikah, kamu tidak perlu memikirkan apapun, karena aku yang akan menyiapkan semuanya," ucap Arya kemudian membenarkan letak duduknya, satu kakinya dinaikkan ke kaki yang satunya lagi."Dua minggu lagi?" tanya Endrea seperti tidak percaya, bukankah tadi Arya bilang mungkin satu bulan lagi.
"Aku tahu karena setiap hari aku melihat Ibu," ujar Delina yang semakin membuat Endrea kebingungan, dimana Delina melihatnya bisa bela diri."Dimana?" tanya Endrea."Saat Ibu masih sekolah SMA Ibu pernah bertengkar dengan seorang pria yang memgejek seorang wanita, yang tidak lain adalah adik kelas Ibu dan Ibu membela wanita tersebut tanpa basa-basi Ibu langsung memukul pria itu sampai berdarah," jelas Delina kemudian terkekeh."Bagaimana kamu tahu, itu kejadian sudah sangat lama dan aku yakin umurmu juga lebih muda dariku," jawab Endrea masih dengan nada kebingungan."Tentu aku selalu ingat, dengan orang yang sudah menyelamatkanku dari para buly itu, akulah anak yang Ibu bela waktu itu," ujar Delina dengan melihat ke arah Endrea dan tersenyum."Benarkah aku tidak ingat, bahkan sekarang kamu menjadi wanita yang pandai dalam bela diri," ucap Endrea dengan kagum."Iya aku belajar dari kejadian waktu itu, aku bertek