Huda telah kembali membawa seseorang bersamanya. Orang –orang masih tak mengerti apa maksud pria itu datang dengan membawa perempuan? Begitu juga Naira. Apa iya mantannya yang tukang selingkuh itu akan membalas memanas –manasinya dengan membawa istri baru yang seksi, bahkan tidak mengenakan kerudung seperti Naira.Memikirkan itu saja, Naira mau muntah. Walau bidadari dari surga yang Huda bawa, semua itu tidak akan membuatnya cemburu sama sekali dan membuat cintanya ke pada Anggara yang sudah kembali menggunung akan goyah. Level ke duanya terlalu jauh disandingkan apalagi untuk dibanding –bandingkan.Jika semua orang yang melihat wanita bersama Huda dengan tatapan bingung, berbeda dengan Anggara. Pria itu benar –benar terkejut melihatnya. Wanita berpenampilan genit itu sungguh bukan seseorang yang asing di matanya. Lelaki tampan itu bahkan tak bisa lupa bagaimana pertemuannya dengan perempuan bernama Sherly itu. Wajah CEO itu pias seketika.“Kenalin ini Sherly.” Huda mengenalkannya per
Saat melihat kea rah layar, rupanya nomor baru. Itu kenapa Anggara memilih untuk mengabaikannya saja. Namun, belum lagi ia sempat mematikan layar ponsel, sebuah notif pesan muncul di layar.[Mas, ini Sherly, kamu kenapa pura –pura tak mengenaliku? Sudah setahun tak bertemu, dan kamu masih tetap tampan.]Pesan itu membuat Anggara membeku. Wanita itu datang rupanya memang dengan tujuan yang ia sejak awal ia cemaskan. Naira merasa ada yang salah. Anggara yang berjalan bersamanya dan akan bergabung dengan tamu –tamu di dalam sana, tidak ada di sampingnya. Padahal, dia masih butuh pria itu untuk menguatkannya saat nanti ada pandangan sinis diarahkan ke padanya, atau cemoohan yang orang lain alamatkan karena kesalahannya tadi. “Mas!” panggil Naira ke pada sang suami yang mematung menatap layar ponsel. Dahi wanita itu mengerut, ada apa sampai pria mantan bosnya itu begitu seirus melihat apa yang terlihat di layar. Mungkinkah ini soal pekerjaan? Atau ada masalah datang yang membuat pria it
“Kamu?” Mata Naira melebar. Terkejut melihat siapa yang ada di depannya.“Iya, iya. Sorry! Aku terpaksa melakukan ini!” Rena terpaksa minta maaf, telah membuat Naira jantungan, meski ia merasa ini bukan sebuah kesalahan.“Ada apa, sih, Ren? Kamu ngagetin aja!” protes Naira pada sosok yang berada di depannya. Perempuan itu menghela napas panjang karena kelelahan dibawa berjalan terlalu jauh.“Heuh. Ini soal perempuan yang dibawa si Huda tadi. Kamu pasti tidak ingat kan?”“Ya?” Naira tak mengerti.“Saat itu kamu baru masuk kerja di kantor ini dan belum tahu kalau ternyata bos kita adalah Bapak Anggara, yang ternyata belakangan aku tahu adalah mantan pacar kamu,” cerocos Rena. Yang masih juga syok saat tahu seperti apa masa lalu sahabatnya dengan si Bos tampan itu. "Siapa?" tanya Naira tak sabar karena dia benar-benar tak ingat. Mungkin karena saat itu ia tak memiliki perasaan apa pun pada Anggara selain malu, dan sibuk menyelamatkan harga diri. Bagaimana tidak, pria yang dulu dia camp
Sinta ke sana ke mari mencari sahabatnya yang tengah mengadakan pesta. "Ck. Ke mana perginya anak itu? Tamu datang jauh-jauh dianggurin gini?"Wanita yang kariernya melejit setelah perceraian itu terus berjalan melewati orang -orang ramai memenuhi ruangan mewah milik keluarga Anggara. Tepatnya milik Anggara sendiri, karena pria itu sebelumnya sempat tinggal sendiri. Dan baru saja setelah akan menikah dengan Naira, memboyong ibunya untuk tinggal bersama dan menyongsong hari pernikahan Anggara dan perempuan pujaan hatinya -Naira.Mata Sinta melebar, kala ia menangkap sosok wanita di luar dan hanya terlihat separuh tubuhnya terbalut pakaian pengantin. "Kenapa dia sendirian di sana?" Penasaran, langkah Sinta pun tertuntun mendekati Naira. Ia ingin tahu apa yang menyebabkan wanita itu meninggalkan orang -orang saat acara penting begini? Perempuan itu berniat mengagetkan, tapi ternyata saat Naira berbalik ....."Astaghfirullah ....?" Mata Sinta membelalak, saat dugaannya benar. Itu adalah
Anggara menjadi gelisah dan ragu untuk menyampaikan apa yang Sherly bicarakan kepadanya. Dirinya saja langsung syok, apalagi Naira jika diberitahu. Untuk yang itu, Anggara benar-benar khawatir Naira akan pingsan ketika tahu fakta yang terjadi antara mereka. "Kenapa gak ngomong, Mas? Kamu takut?" tanya Naira keras yang mulai tidak sabar dengan diamnya Anggara.'Ya! Ya, aku takut, Nai. Aku takut kehilanganmu,' seru batin Anggara yang terluka. Dia sendiri tak mengerti kenapa harus terjebak kejadian rumit dengan perempuan binal itu. "Kita bicarakan ini nanti di kamar saja, ya." Anggara mendekati Naira. Mencoba melembutkan hati gadis itu.Meskipun Anggara belum tahu pasti apa yang Huda sampaikan ke Naira, tapi mengingat kemunculan pria itu bersama Sherly saja, Anggara sedikitnya sudah menduga kalau ini berkaitan dengan pengakuan sekaligus ancaman Sherly."Aku mau di sini, Mas. Sekarang!" tandas Naira. Tegas! Ia tak mau pergi sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebuah jawaban past
Anggara membawa pulang Naira ke rumah pribadinya. Rumah yang kemudian didekorasi mengikuti selera dan keinginan Naira. Sebenarnya Naira pun senang dan bahagia, pulang ke rumah yang akan menjadi rumah masa depannya berrsama Anggara, pria yang kini adalah suaminya, sekaligus cintanya.Namun, itu menjadi sesuatu yang sedikit suram setelah kedatangan masalah demi masalah di hari jadi mereka. Bukan hanya Huda dan Sherly sekarang ia harus menghadapi egoisme seorang ibu dari sang mertua.Naira masih tidak bisa terima dengan apa yang sudah terjadi. Dirinya merasa tidak adil dan terjebak.Sampainya di dalam rumah, Naira dan Anggara menjadi canggung. Ini membuat keduanya seolah-olah belum kenal satu sama lain sebelumnya.Naira sudah masuk sampai ke tengah ruangan. Posisi berdirinya memunggungi pintu dan juga memunggungi Anggara yang masuk belakangan dan menutup pintu. Jantung Naira berdetak lebih kencang saat terdengar bunyi pintu yang dikunci.Pikiran dan hati Naira bertabrakan, antara perasaa
Naira malah melongo mendapati pertanyaan yang tentunya aneh jika ditanyakan pada Naira. Hal-hal semacam itu, tidak pernah ada dalam kamus hidup Naira. Kalau pun tahu, hanya dari film-film atau obrolan orang, yang artinya jika dia diminta menjawab, maka itu akan menjadi jawaban kira-kira."Kok, tanya ke aku, Mas? Kan aku tidak ada di situ. Nama minuman itu saja, aku baru dengar," jawab Naira kemudian."Ahm." Anggara manggut-manggut. Tak nyambung rupanya. "Maksudku tentang kamu belum pernah tidur denganku?""Ya?" Naira melebarkan mata. Kembali melongo berusaha mencerna kata-kata Anggara. "Yang jelas, aku sudah berkata jujur Nai, kalau aku memang tidak ingat jelas tentang apa pun sebelum aku ada di kamar. Yang aku ingat hanyalah kami makan saja," tegas Anggara dengan keyakinan yang tidak penuh."Termasuk tentang tidur bersama dan melakukan hal itu?" tanya Naira tajam. Emosinya kembali naik. "Ya, termasuk itu," jawab Anggara tanpa keraguan.Bagi Naira, itu adalah jawaban yang terlalu ce
Bagaikan sebuah alarm yang memang sudha tertanam di dalam tubuh dan pikiran, tak lama setelah adzan subuh selesai berkumandang, Naira bangun dengan tersentak. Tubuhnya langsung bangun duduk dengan napas yang tercekat.Setelah berhasil mengatur napas, Naira pun mulai membangun ingatannya. Dia menunduk menatap kedua tangannya yang masih menggunakan perhiasan dan lukisan hena. Gaun pengantinnya pun belum lepas dari tubuhnya.Apa yang ada di dirinya masihlah sama seperti kemarin. Tak ada satu pun yang terlepas dari dirinya. Naira masihlah seorang yang mengenakan pakaian pengantin.Kini Naira melihat sekitar dirinya. Ingatannya mulai datang. Naira yakin kalau semalam dia duduk di tepian tempat tidur, mengagumi empuk juga lembutnya tempat tidur. Naira juga ingat tentang keinginannya untuk merebah, memastikan kalau tempat tidur itu memang benar-benar empuk.Dan setelahnya Naira tidak ingat apa-apa. Tapi, saat terbangun, dia tidur dengan posisi sangat baik. Seseorang telah memperbaiki posisi