Dalam perjalanan menuju hotel, Matthew dan Lynelle sama sekali tak bertegur sapa. Matthew tengah fokus mengemudi sedang Lynelle tengah membuang muka ke arah jendela dengan bertopang dagu. Tetapi siapapun juga tahu bahwa pikiran mereka tengah kacau balau begitupun dengan hati yang tengah rapuh.
Sebenarnya Lynelle sama sekali tak tahu jika mereka akan menuju hotel saat ini—atau lebih tepatnya hanya Lynelle dan Matthew hanya mengantar—membuat Lynelle kembali di buat bingung dengan Matthew yang berhenti tiba-tiba di salah satu hotel berbintang ini.
“Ada apa?”
“Turunlah”Tanpa berniat bertanya lagi, Lynelle keluar dari mobil dan langsung di sambut oleh Carl, Nathan dan Benneth yang ternyata sudah berada lebih dahulu di sana.
“Kalian..”
“Kau dan mereka akan bermalam di sini malam ini. Jarak dari hotel Storchen ke bandara hanya sekitar 13 menit. Jika macet mungkin sampai sekitar 20 menit paling lamaTakk.. takk..Suara heals terdengar saat mulai masuk ke sebuah restaurant ternama membuat semua mata tertuju kepadanya. Terlebih lagi saat ia melepaskan kacamata hitam yang bertengger pada pangkal hidung kecilnya, membuatnya semakin terlihat terpesona dengan wajah mungil cantiknya.Tanpa menghiraukan pandangan tersebut, ia berjalan menuju ruangan VIP yang sudah di pesan oleh seseorang yang berada di lantai 2 di temani oleh seorang pelayan.Di sana, ada sepasang kekasih yang sudah menunggu kedatangannya. Ia bahkan sempat melihat adegan mesra mereka yang membuatnya sedikit iri dan juga memberikan smirk nya sebelum benar-benar masuk dan menginstrupsi pasangan tersebut jika ada sosok lain di antara mereka.“Hah, untuk keberapa kalinya aku mengganggu kalian” keluhnya.“Maaf” ucap wanita yang berbeda 8 tahun di atasnya.Ia menarik kursi di depannya, duduk dan langsung beralih pada segelas wine yang sudah di sia
Flashback..Masa anak-anak merupaka masa yang paling menyenangkan bukan? Bagaimana kita bisa melakukan segala hal yang kita inginkan tanpa perlu repot memikirkan resiko setelahnya. Bagaimana kita bisa bermain dengan puas tanpa perlu memikirkan bebas hidup dan masalah-masalah lainnya. Yang kita ketahui hanya hidup senang, tertawa dan bebas. Jika kita tak mendapatkan itu, menangis dan mengamuk akan menjadi jurus ampuh untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, tanpa perlu memikirkan keegoisan.Ya, seperti itu seharusnya, tapi sepertinya itu tidak berlaku untuk anak yang berusia 8 tahun itu. Disaat orang-orang seusianya tengah bergembira bermain, dirinya lebih memilih untuk duduk di bangkunya dan menikmati teman-temannya yang bermain dengan seru di sana.Bukan karena ia tak ingin, hanya saja ia tengah dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.Ingatan itu kembali. Ia tengah berupaya untuk melupakannya, namun tetap saja.“Oh Seung hun!&rdqu
“Jadi bagaimana perasaanmu kembali menginjak London?”Matthew mendudukan dirinya pada sofa empuk yang berada di ruang utama depan tv. “Ku rasa kau mengerti bu” jawabnya.“Ibu” panggil Matthew untuk seseorang yang berada dalam panggilan telpon dengannya. “Terima kasih sudah menjadi ibuku”“Hah, Matthew..” Dwyne menghela napas, mencoba mengontrol perasaannya, namun ini terlalu haru sehingga membuatnya menangis. Matthew sendiri tak mencoba menenangkan dan hanya diam menikmati setiap isakan Dwyne di ujung sana.“Terima kasih sudah menjadi putraku yang tampan, Aku sangat menyayangimu”“Aku juga bu. Aku sangat menyayangimu, ku harap ayah tidak cemburu mendengar ini”Isakan Dwyne seketika berubah menjadi kekehan yang menular ke Matthew juga,“Isirahatlah, ibu akan segera menyusulmu”“Apa ibu berangkat s
Flashback..2 tahun yang lalu..Seperti dugaan awalnya bahwa dirinya akan terluka begitu Lynelle meninggalkannya. Ah tidak, lebih tepatnya ia sudah terlihat seperti orang sekarat dengan meringkuk memeluk sebuah dress milik Lynelle yang masih tertinggal di mansionnya.Seperti hari-hari sebelumnya, Matthew membuka matanya—yang lingkaran hitamnya semakin jelas—dan menatap kosong seolah-olah setiap hari yang ia lalui adalah hari yang sangat mengenaskan.Matanya mengarah pada dress milik Lynelle yang sudah kusut akibat selalu di peluknya dan tersenyum pahit di sana, “Selamat pagi Ly, tidur mu nyenyak?” ucapnya seorang diri.Ia benar-benar seperti orang gila saat ini, mengobrol pada sebuah baju kusut dan tersenyum bodoh di sana. Matthew kembali memeluk dress tersebut dengan erat dan menghirup aroma Lynelle di sana yang semakin hari semakin menghilang.Tetapi hari ini sepertinya lebih parah dari biasanya, i
Matthew melempar kasar jaket kulit yang ia gunakan sebagai outer setibanya di rumah. Ia lalu menuju dapur, mengambil sebotol mineral dingin dan langsung meneguknya dengan begitu rakus. Tubuhnya terasa panas dan masih terasa panas bahkan setelah ia meneguk habis air minralnya dan meremas botol tersebut hingga menjadi remuk dan penyot.Rahang yang mengeras hingga membuat urat-urat pada wajahnya nampak menunjukkan bahwa pria ini sedang tidak baik-baik saja.Tentu, bagamana tidak saat melihat Carl dan Lynelle di restaurant yang sengaja Matthew datangi untuk memantau mereka, Carl dengan entengnya melayangkan kecupan mesra pada punggung tangan Lynelle membuatnya terbakar api cemburu.Ia tahu, Carl sedang mencoba memanas-manasinya dengan berkata bahwa akan melakukan kencan dengan Lynelle di restaurant tersebut saat mereka tengah bersantai di rumah Nathan sore tadi.Carl bahkan menyadari keberadaannya di sana sebab Carl sempat melayangkan tatapan meremehkan kepad
Flashback..2 tahun yang lalu..Seseorang pernah berkata seperti ini, sakit hati karena cinta dapat menyebabkan seluruh organ lain pada tubuh ikut bekerja dengan tidak baik dan dapat menyebabkan kematian. Awalnya ia berpikir apakah ada seseorang yang seperti demikian? Hanya karena cinta yang tak tercapai dan tak terbalaskan hingga membuatmu mati secara perlahan. Tapi sekarang ia mengerti, jika bukan hanya jantung, namun hati bisa memicu kehidupan kita.Tubuh ringkih itu masih terduduk bersandar sambil memeluk lututnya di atas kasur dengan ekspresi tanpa semangat. Ia masih tak menyangka jika seminggu lebih telah berlalu namun yang ia nantikan masih tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Ia ingat bagaimana saat kakinya kembali melangkah dan tangannya kembali menggenggam pintu kayu pada bangunan sederhana yang menjadi rumahnya ini untuk pertama kalinya lagi setelah lama meninggalkannya.Ia pikir, sudah cukup ia bersedih saat berad
Carl terkekeh, bukankah Lynelle terlalu polos? Sebenarnya tak salah jika berpikiran demikian, akan tetapi di jaman seperti ini ciuman di lakukan bukan hanya untuk pasngan yang sudah terikat janji sacral saja.“Kenapa?”“Di zaman sekarang hal seperti itu berlaku untuk semua yang berkategori pasangan. Entah yang sudah menikah, tunangan atau bahkan masih pacaran. Ada juga yang hanya teman dan tak ada hubungan sama sekali melakukannya”“Sungguh?”“Tentu. Jangan terlalu polos atau dunia akan kejam padamu”“Tapi..” Lynelle menggantung kalimatnya sejenak. “Tapi setelah itu—ah tidak, setelah aku memutuskan untuk memilihnya. Aku.. aku terpikirkan untuk kembali menaiki wahana kincir angin bersama-sama dan aku akan menciumnya seperti yang ia lakukan kepadaku saat itu”Carl menatap Lynelle yang bercerita sambil tersenyum di hadapannya dengan lekat. Ia tahu senyuman itu palsu sebab m
Rapat siang ini berjalan dengan cukup baik selama 2 jam berlangsung di kantor pusat The Dewy. Beberapa orang yang termasuk dalam tim kali ini sudah bergerak meninggalkan ruangan tersebut dan hanya tersisa Yemimah, Lynelle dan Dwyne juga sekretarisnya.Lynelle masih sibuk menambah point-point pada catatannya terlebih dahulu setelah itu baru mulai sibuk mengemas barang-barangnya.“Kau sudah selesai Ly?” tegus Yemimah yang tengah menghampiri Lynelle.“Tentu, ayo”“Kami permisi Bibi,” ucap Yemimah kepada Dwyne“Oh tentu, terima kasih telah hadir hari ini. Siapa yang menjemput kalian?”“Tenang saja, Adikku sedang libur hari ini dan sudah berada di bawah”“Carl? sampaikan salam bibi untuknya”“Tentu bibi. Kami permisi”Mendengar percakapan singkat itu membuat Lynelle bertanya-tanya tentang sedekat apa nyonya Dwyne dengan Yemimah. Namun ia memilih untuk men