Share

PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA
PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA
Author: Ria Abdullah

1. Jadi pengantin

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-09-19 06:59:49

Aku tercenung di kursi ini, berperan sebagai ratu sehari, mengenakan gaun pengantin dengan perhiasan indah yang bertabur berlian mewah. Kaget? iya, aku terdampar dalam pelaminan dan hiruk pikuk pesta ini.

Aku seperti boneka yang dipasang di pelaminan sebagai pajangan, sendiri tanpa mengenal siapa pun dari mereka di antara hiruk-pikuk pesta, musik yang menggema dan canda tawa tamu yang berbahagia.

Dalam hati aku bertanya? Apakah ini sebuah kenyataan atau hanya mimpi satu malam? Hingga kutolehkan wajah menatap pria dengan tuxedo yang membungkus tubuh atletisnya, dari samping diam diam hati ini bergetar dan mengakui bahwa ia lumayan tampan dan berkharisma, setidaknya ketika kutatap mata elang dengan bingkai bulu mata seperti barisan pedang Arab dan alisnya tebal, raganya terlihat kokoh dan maskulin ditumbuhi bulu-bulu yang cukup membuat siapa saja kuyakin akan menelan ludah.

Sesekali, pria yang tadi siang kusebut suami itu melambai dan tersenyum bahagia terhadap teman-teman yang memberinya isyarat dari jauh dan menggodanya.

Kulirik tangannya yang di sana melingkar cincin pernikahan kami, ada inisial namaku di sana, Nadia Citra . Dan aku juga mengenakan cincin berinisial namanya, Aldian Hariyanto.

"Kamu sesekali tersenyumlah, jangan sampai pernikahan palsu ini justru semakin menunjukkan kepura-puraan kita," ucapnya pelan tanpa menolehku sedikitpun, wanita cantik yang sudah didandani bak boneka untuk menghadapi hari pertama pernikahannya.

"Iya, Pak." Aku menyunggingkan senyum padanya pria yang kutaksir umurnya tak begitu jauh dariku. Sekitar 29 tahun.

"Seperti itu lebih baik." Ia menatapku lalu menoleh tapi tidak membalas senyumku dengan selarik gurat manis dari bibirnya.

Ah, kulkas.

Kucoba menghela napas perlahan sambil menoleh ke arah Ibu yang duduk di sudut ruangan, menepi dari hingar-bingar pesta, wajahnya terlihat khawatir padaku. Kuberikan ia segaris senyum yang mengisyaratkan bahwa aku baik-baik aja tapi wanita tercintaku itu terlihat menggeleng pelan lalu mengusap sudut matanya.

*

"Kok tiba-tiba mau menikah, Nak?"

"Iya, mungkin ini udah waktunya Nadia melepas masa lajang Bu."

"Tapi, ibu baru mengenal pemuda yang kau bawa sebagai calon suami, apakah kau punya maksud tersembunyi menikahi pria asing yang bahkan belum pernah kau ceritakan sekali pun pada Ibu." Seolah tahu isi hatiku, ibu terlihat amat keberatan dan ragu.

"Ibu percayalah, Nadia akan bahagia dan baik baik saja."

"Ibu ragu Nak, kita hanya keluarga miskin dan keluarga Hariyanto ... Siapa yang tidak mengenal mereka pengusaha sawit yang punya perkebunan berhektar-hektar yang memasok 20 persen bahan baku minyak untuk negeri ini, siapa yang ga kenal, Nak?"

"Mungkin itu keberuntunganku, Bu."

"Jangan menggadaikan kebahagiaanmu demi uang," katanya, "Ibu tahu kamu melakukan ini demi mengobati ibu dan biaya sekolah adikmu."

"Aku memang akan melakukan apapun demi Ibu, tapi tenang saja itu bukann alasan aku buru-buru menikah. Aku memutuskan menerima lamaran karena merasa sudah mantap untuk menjadi seorang istri."

"Apa yang kau bangun dengan ketidak jujuran dan kepalsuan tidak akan bertahan lama."

"Cuku doakan Nadia Bu, semoga rumah tangga ini berkah dan bahagia selamanya."

Ibu hanya menghela napasnya pelan, sambil menatap lekat padaku. Ia tahu jika aku sedang berdusta.

"Andai kau menikah dengan pria biasa pilihanmu, yang sungguh kau cintai, mungkin Ibu tak akan sekhawatir ini."

"Percayalah." Aku memeluknya dan mencium tangannya dengan penuh bakti. "Restui aku Bu," pintaku.

Akhirnya, bayangan kemarin ketika meminta restu itu kembali menari di pelupuk mata, dan beginilah akhirnya, aku menjadi pengantin dengan kesepakatan dengan pria yang kini duduk di sampingku.

Kusentuh cincin bermata indah yang melingkar dijari,

"Niat sekali ia membuat pernikahan ini terasa tidak seperti pernikahan settingan." Aku menggumam sendiri hingga beberapa rombongan tamu datang dan menyalami kami.

Melihat penampilan mereka, kurasa mereka adalah sahabat atau rekan bisnis Pak Aldi.

"Hai, Aldi, Ya ampun lu akhirnya nikah bro," sapa sahabatnya yang berkemeja merah.

"Iya, Nih, bro, makasih ya udah datang."

Aku dan dia menyalami beberapa sahabatnya hingga sahabat terakhirnya yang seorang wanita. Ia kini menatap Pak Aldi dengan intens, mata coklatnya menyiratkan sebuah perasaan sedih dan seolah berat melepaskan.

"Selamat ya, Al."

"Iya, makasih."

Sentuhan tangan mereka, cara saling memandang, seperti menyimpan sebuah rahasia yang kini menjadi sebuah pertanyaan dalam benakku.

"Apakah dia ini mantan kekasihnya?"

Ah, kutepis perasaan aneh, itu . Toh, jika benar mantannya, atau kekasihnya sekalipun, tidak ada hubungannya sama sekali denganku. Tugasku hanya menjadi istri dan bersikap selayaknya istri, sisanya bukan urusanku.

Kenapa begitu? Kami hanya pura-pura menikah, dan pura pura bahagia.

Untuk apa? Aku tak bertanya lebih banyak tujuan pria dingin di sampingku ini. Menatap matanya yang tajam dan kaku itu saja membuatku malas untuk tahu, apalagi bersikap sok akrab. Lalu tujuanku? Uang, apalagi yang bisa kulakukan untuk membiayai perawatan ibu. Gajiku sebagai SPG di sebuah showroom ponsel tidak mencukupi pengobatan ibu yang mengalami sakit ginjal.

Biaya cuci darah perminggu saja sudah cukup membuatku menahan diri untuk menikmati hidup, hanya bisa menikmati mie instan tiap hari. Meski penampilanku modis dan wajah yang bersih natural, mereka tidak tahu bahwa baju yang kupadu-padankan itu hanya baju bekas yang kudaur ulang.

Lalu perhiasan dan tas? Semuanya tiruan dan kreditan.

Tidak usah tertawa, hidup di kota besar dan di tengah persaingan yang ketat, aku harus memutar otak agar bisa diterima bekerja dan bertahan.

Kisah hidup yang miris, iya. Aku terlihat bahagia dan baik-baik saja padahal di dalam sana, hati ini hancur dan rapuh, ditambah kepergian ayah yang tiba-tiba kecelakaan sewaktu aku masih duduk di bangku kelas 9 membuat kami harus banting tulang untuk menata hidup mandiri dan bertahan.

Ah, air mataku meleleh mengenang itu, tapi segera kuhapus agar tak menjadi perhatian tamu dan keluarga Pak Aldi.

*

"Saya mau nawarin kamu pekerjaan," katanya ketika kutemui dia di kantornya, satu hari setelah pertemuan kami di showroom tempat aku bekerja.

Tanpa sengaja aku menabraknya dan menjatuhkan iPhone 12 pro yang baru saja dia beli sehingga benda itu rusak. Berkali-kali aku minta maaf bahkan sampai menangis karena khawatir tak akan mampu membayar ponsel seharga hampir 30 juta itu.

Pria itu terlihat murka tapi tidak mengatakan sepatah kata hingga ia menyuruhku untuk menemuinya di kantor yang tertera di kartu nama miliknya. PT. Indo Palm raya, nama perusahaan yang membuatku menelan ludah, apalagi ketika kubaca posisinya adalah Director of finance.

Oh Ibu ....

Jadi, siang itu aku telah duduk berhadapan dengannya. Masib gugup dada ini ketika pandangan kami bersitatap dan tanpa banyak bicara ia langsung menyuruhku duduk.

"Pekerjaan apa Pak?"

"Sedikit butuh waktu dan beresiko, Tapi saja jamin gajinya lumayan besar, cukup untuk menutupi semua kesulitammu," katany penuh misteri.

"Maaf, tapi, Anda tahu dari mana saya oranh susah dan lagi butuh uang, Pak?"

"Bukan hal yang sulit, katakan saya, kau mau atau tidak?"

"Pekerjaannya apa?"

"Jadi istri saya."

Aku terkesiap mendengarnya. Terlihat seperti pelecehan padaku dan terkesan main main saja.

"Aku tahu kamu ragu, tapi dengan gaji 40 juta sebulan, kamu tidak tertarik?" Ia mengangkat alisnya sebelah.

Tenggorokanku mendadak kering mendengarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA    32

    Aku tahu, memilih Mas Aldi dalam hidupku juga bukan hal yang mudah. Ada beberapa hal yang harus kuhadapi dengan sabar dan penuh kekuatan. Misalnya ibu tirinya yang hanya melihat uang sebagai sesuatu yang bernilai. Sedang hubungan dia dan Mas Aldi berjalan datar, terkesan berpura-pura baik dan dipaksakan agar nampak seperti ibu yang baik di depan suaminya.Aku tahu, adik-adik Mas Aldi akan mencibirku, begitu juga beberapa wanita yang pernah dekat dengannya, mereka tak akan berhenti untuk menggoda suamiku, sampai Mas Aldi kembali bertekutk lutut.*Kulangkahkan kaki, mencari pria yang menikahiku beberapa bulan lalu ke kantornya. Penampilanku yang hanya berkemeja kotak dan celana jeans serta sebuah tas selempang yang tersampir di bahu sangat kontras dengan tempat di mana aku berpijak saat ini.Resepsionis datang dan bertanya apa keperluanku--yang lusuh dan tidak elegan ini-- datang ke kantor mereka."Aku mencari suamiku," jawabku.Wanita berseragam rapi itu mengernyit, mungkin lupa ata

  • PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA    31

    Aku ingin memilih sekarang dan mengakhiri kemelut cinta segitiga yang membuatku bingung memilih antar Mas Aldi atau Rizal. Terlebih ketika aku sudah berdamai dengannya beberapa saat tadi."Aku akan menyusul Mas Aldi malam nanti," gumamku setelah baru saja di antar olehnya pulang.Ketika masuk ke dalam rumah kudapati ibu sedang termenung sendiri di meja makan, wajahnya amat sedih dan sesekali ia mengusap deraian air mata di pipi."Ibu ... ibu kenapa?" tanyaku pelan sambil menghampiri dan menggenggam tangannya."Ibu hanya memikirkan bagaimana masa depan pernikahanmu Nadia, sedih sekali melihat ketika wanita sebayamu sedang berbahagia dengan rumah tangga mereka, sedangkan kamu terpisah dari suamimu sendiri dan berada di dalam ketidakpastian.""Sebenarnya aku sendiri yang membuat pernikahan ini berada dalam ketidakpastian, mudah untuk kembali dan berbahagia lagi tapi karena sakit hati aku membeli untuk berlarut-larut mendiamkan masalah ini. Tapi ibu tenang saja sekarang," jawabku pelan."

  • PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA    30

    Selepas kepergiannya ada rasa kesepian yang tiba-tiba memenuhi dinding hatiku. Kemarin aku telah membencinya, berkali-kali muak padanya, tapi mendengar semua penuturan yang menyedihkan tadi, membuat sudut pandangku berubah dan seketika menjadi iba.Lalu bagaimana dengan perasaan hatiku yang tiba-tiba dicuri Mas Rizal dengan perhatian dan kelembutannya?Seharusnya tak kubiarkan ruang kosong di hati diisi cinta lain hingga statusku resmi menjanda, apa akibatnya sekarang setelah memutuskan jauh dari suami, kini aku dilema sendiri."Kalo kau mencintaiku maka tahanlah aku." Itu pintanya sesaat sebelum pergi.Aku tahu persis bahwa jika kali ini ia patah hati karena penolakanku, maka itu akan mengulang luka lama yang dia derita, sakitnya akan terbuka kembali, dan hatinya akan semakin ditutupi kegelapan abadi. Akan susah sekali untuk membuatnya tersenyum dan hangat lagi."Apa yang kamu lakukan Nak, kok kamu gitu sama suamimu?""Aku harus bagaimana, Bu?""Kenapa memutuskan berpisah sementara

  • PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA    29

    Kususuri jalan trotoar dengan langkah gontai seolah-olah boneka, atau jasad yang tidak bernyawa. Hatiku terbelah menjadi dua dan aku tidak tahu harus kemana, suami dan pria itu, dua hal yang terus berputar dan menyita fokus otakku.Aku lelah memikirkan itu.Kubuka pintu, engsel berderit dan wajah tampan dengan cambang halus yang tumbuh di sekitar pipinya menoleh, menyunggingkan senyum manis yang tulus, senyum yang jarang kulihat ketika ia masih kanebo keringku, es batu yang melelehkan, ah patah hati mengingatnya Meski seni mencinta adalah cara paling mudah menyakiti diri sendiri, aku tetap melakukanny, dan tak pernah menyangka bahwa sakitnya akan seburuk ini. Bertubi tubi dan merenggut akalku.Kubuka pintu rumah, engsel berderit dan mengalihkan perhatian pria tampan dengan jambang halus yang mulai menumbuhi pipinya dia tersenyum memperlihatkan aksen paling manis di wajahnya, aksen yang jarang sekali kulihat ketika dia masih ku sebut sebagai kanebo kering milikku.Ah, kenapa aku bisa

  • PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA    28

    Sedang sibuk menekuni semua tugas dalam memberi label pada hp yang sudah didaftarkan Imei-nya, tiba tiba pria yang selalu memiliki senyum hangat dan tatapan menggoda, datang dan meletakkan secangkir kopi dengan gelas kertas."Aku, udah merindukanmu dan memutuskan untuk langsung datang ke counter ini.""Tidak ada tempat untuk merindukan seseorang, ini adalah tempat penjualan HP," jawabku sambil tertawa."Sungguh aku tidak bisa mengalihkan diri dari memikirkan kamu," ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja lalu menopang dagunya, menatapku lekat."Jangan melihat aku seperti itu, aku akan merasa canggung," jawabku tersenyum."Hei, aku tahu aku salah merindukan milik orang lain, tapi aku tidak bisa menepis perasaanku, Nadia," ujarnya dengan tatapan penuh keseriusan. Aku juga tidak mendengar sebuah kebohongan dari nada bicaranya."Iya, situasi ini memang tidak menguntungkan untuk kita,"jawabku sambil tersenyum dan melanjutkan pekerjaan."Mengapa reaksi mengubah begitu santai

  • PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA    27

    Bangunkan pria yang tertidur di depan TV sambil menepuk bahunya."Hei bangun, Ini sudah pagi,"ujarku dengan kesal karena di jam 8 di saat matahari sudah terik dia masih saja tertidur pulas.Ia menggeliat sesaat lalu berusaha mengerti akan membuka matanya."Apa sih istriku? Seorang Istri membangunkan suaminya dengan mesra memeluk lalu menyiapkan secangkir kopi, tapi kau malah membentakku," keluhnya sambil kembali memeluk bantal guling dan memejamkan mata."Bangun dan berangkatlah ke kantormu Aku tidak mau disalahkan ibu mertua karena kau tertidur di sini dan kau lalai dengan tugasmu.""Mengapa kau memanggilku dengan panggilan kau' padahal sebelumnya kalau selalu menyebut ku dengan kata sapaan Mas dan saat itu amat merdu terdengar di telingaku, ada apa kau berubah sedrastis ini?""Aku sudah katakan sebelumnya bahwa sejak Kau mengusirku dari hidupmu aku putuskan untuk menghapus semua perasaanku.""Sebelumnya kau punya perasaan?" tanyanya sambil mengulum senyum."Tidak." Aku membuang muka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status