PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA

PURA PURA JADI ISTRI TUAN MUDA

last updateLast Updated : 2024-10-28
By:  Ria AbdullahCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
32Chapters
2.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aku hanya pekerja di sebuah konter ponsel yang berusaha memenuhi kebutuhan hidup dan pengobatan ibuku yang sakit ginjal. suatu hari aku menabrak seseorang dan membuat ponsel yang dipegangnya jatuh dan pecah. Ponsel itu sangat mahal dan merupakan produk terbaru, aku syok, takut dan tak kuasa menggantinya. terlebih saat tahu bahwa yang orang yang kutabrak adalah seorang CEO kaya sekaligus pria yang terkenal dengan pesonanya. Tak kusangka pria itu juga pria itu tega mengancamku dan akan membuatku kehilangan pekerjaan, satu-satunya jalan yang akan menyelamatkanku dari masalah itu serta membuatku mendapatkan uang yang banyak, adalah tawaran untuk menikah dengannya secara kontrak. jujur saja ia memang tampan dan secara fisik dia figure lelaki impian semua orang. Tapi dia sangat arogan dan dingin, Aku bimbang menerima tawarannya tapi aku juga takut harus mengganti ponsel puluhan juta itu.

View More

Chapter 1

1. Jadi pengantin

Aku tercenung di kursi ini, berperan sebagai ratu sehari, mengenakan gaun pengantin dengan perhiasan indah yang bertabur berlian mewah. Kaget? iya, aku terdampar dalam pelaminan dan hiruk pikuk pesta ini.

Aku seperti boneka yang dipasang di pelaminan sebagai pajangan, sendiri tanpa mengenal siapa pun dari mereka di antara hiruk-pikuk pesta, musik yang menggema dan canda tawa tamu yang berbahagia.

Dalam hati aku bertanya? Apakah ini sebuah kenyataan atau hanya mimpi satu malam? Hingga kutolehkan wajah menatap pria dengan tuxedo yang membungkus tubuh atletisnya, dari samping diam diam hati ini bergetar dan mengakui bahwa ia lumayan tampan dan berkharisma, setidaknya ketika kutatap mata elang dengan bingkai bulu mata seperti barisan pedang Arab dan alisnya tebal, raganya terlihat kokoh dan maskulin ditumbuhi bulu-bulu yang cukup membuat siapa saja kuyakin akan menelan ludah.

Sesekali, pria yang tadi siang kusebut suami itu melambai dan tersenyum bahagia terhadap teman-teman yang memberinya isyarat dari jauh dan menggodanya.

Kulirik tangannya yang di sana melingkar cincin pernikahan kami, ada inisial namaku di sana, Nadia Citra . Dan aku juga mengenakan cincin berinisial namanya, Aldian Hariyanto.

"Kamu sesekali tersenyumlah, jangan sampai pernikahan palsu ini justru semakin menunjukkan kepura-puraan kita," ucapnya pelan tanpa menolehku sedikitpun, wanita cantik yang sudah didandani bak boneka untuk menghadapi hari pertama pernikahannya.

"Iya, Pak." Aku menyunggingkan senyum padanya pria yang kutaksir umurnya tak begitu jauh dariku. Sekitar 29 tahun.

"Seperti itu lebih baik." Ia menatapku lalu menoleh tapi tidak membalas senyumku dengan selarik gurat manis dari bibirnya.

Ah, kulkas.

Kucoba menghela napas perlahan sambil menoleh ke arah Ibu yang duduk di sudut ruangan, menepi dari hingar-bingar pesta, wajahnya terlihat khawatir padaku. Kuberikan ia segaris senyum yang mengisyaratkan bahwa aku baik-baik aja tapi wanita tercintaku itu terlihat menggeleng pelan lalu mengusap sudut matanya.

*

"Kok tiba-tiba mau menikah, Nak?"

"Iya, mungkin ini udah waktunya Nadia melepas masa lajang Bu."

"Tapi, ibu baru mengenal pemuda yang kau bawa sebagai calon suami, apakah kau punya maksud tersembunyi menikahi pria asing yang bahkan belum pernah kau ceritakan sekali pun pada Ibu." Seolah tahu isi hatiku, ibu terlihat amat keberatan dan ragu.

"Ibu percayalah, Nadia akan bahagia dan baik baik saja."

"Ibu ragu Nak, kita hanya keluarga miskin dan keluarga Hariyanto ... Siapa yang tidak mengenal mereka pengusaha sawit yang punya perkebunan berhektar-hektar yang memasok 20 persen bahan baku minyak untuk negeri ini, siapa yang ga kenal, Nak?"

"Mungkin itu keberuntunganku, Bu."

"Jangan menggadaikan kebahagiaanmu demi uang," katanya, "Ibu tahu kamu melakukan ini demi mengobati ibu dan biaya sekolah adikmu."

"Aku memang akan melakukan apapun demi Ibu, tapi tenang saja itu bukann alasan aku buru-buru menikah. Aku memutuskan menerima lamaran karena merasa sudah mantap untuk menjadi seorang istri."

"Apa yang kau bangun dengan ketidak jujuran dan kepalsuan tidak akan bertahan lama."

"Cuku doakan Nadia Bu, semoga rumah tangga ini berkah dan bahagia selamanya."

Ibu hanya menghela napasnya pelan, sambil menatap lekat padaku. Ia tahu jika aku sedang berdusta.

"Andai kau menikah dengan pria biasa pilihanmu, yang sungguh kau cintai, mungkin Ibu tak akan sekhawatir ini."

"Percayalah." Aku memeluknya dan mencium tangannya dengan penuh bakti. "Restui aku Bu," pintaku.

Akhirnya, bayangan kemarin ketika meminta restu itu kembali menari di pelupuk mata, dan beginilah akhirnya, aku menjadi pengantin dengan kesepakatan dengan pria yang kini duduk di sampingku.

Kusentuh cincin bermata indah yang melingkar dijari,

"Niat sekali ia membuat pernikahan ini terasa tidak seperti pernikahan settingan." Aku menggumam sendiri hingga beberapa rombongan tamu datang dan menyalami kami.

Melihat penampilan mereka, kurasa mereka adalah sahabat atau rekan bisnis Pak Aldi.

"Hai, Aldi, Ya ampun lu akhirnya nikah bro," sapa sahabatnya yang berkemeja merah.

"Iya, Nih, bro, makasih ya udah datang."

Aku dan dia menyalami beberapa sahabatnya hingga sahabat terakhirnya yang seorang wanita. Ia kini menatap Pak Aldi dengan intens, mata coklatnya menyiratkan sebuah perasaan sedih dan seolah berat melepaskan.

"Selamat ya, Al."

"Iya, makasih."

Sentuhan tangan mereka, cara saling memandang, seperti menyimpan sebuah rahasia yang kini menjadi sebuah pertanyaan dalam benakku.

"Apakah dia ini mantan kekasihnya?"

Ah, kutepis perasaan aneh, itu . Toh, jika benar mantannya, atau kekasihnya sekalipun, tidak ada hubungannya sama sekali denganku. Tugasku hanya menjadi istri dan bersikap selayaknya istri, sisanya bukan urusanku.

Kenapa begitu? Kami hanya pura-pura menikah, dan pura pura bahagia.

Untuk apa? Aku tak bertanya lebih banyak tujuan pria dingin di sampingku ini. Menatap matanya yang tajam dan kaku itu saja membuatku malas untuk tahu, apalagi bersikap sok akrab. Lalu tujuanku? Uang, apalagi yang bisa kulakukan untuk membiayai perawatan ibu. Gajiku sebagai SPG di sebuah showroom ponsel tidak mencukupi pengobatan ibu yang mengalami sakit ginjal.

Biaya cuci darah perminggu saja sudah cukup membuatku menahan diri untuk menikmati hidup, hanya bisa menikmati mie instan tiap hari. Meski penampilanku modis dan wajah yang bersih natural, mereka tidak tahu bahwa baju yang kupadu-padankan itu hanya baju bekas yang kudaur ulang.

Lalu perhiasan dan tas? Semuanya tiruan dan kreditan.

Tidak usah tertawa, hidup di kota besar dan di tengah persaingan yang ketat, aku harus memutar otak agar bisa diterima bekerja dan bertahan.

Kisah hidup yang miris, iya. Aku terlihat bahagia dan baik-baik saja padahal di dalam sana, hati ini hancur dan rapuh, ditambah kepergian ayah yang tiba-tiba kecelakaan sewaktu aku masih duduk di bangku kelas 9 membuat kami harus banting tulang untuk menata hidup mandiri dan bertahan.

Ah, air mataku meleleh mengenang itu, tapi segera kuhapus agar tak menjadi perhatian tamu dan keluarga Pak Aldi.

*

"Saya mau nawarin kamu pekerjaan," katanya ketika kutemui dia di kantornya, satu hari setelah pertemuan kami di showroom tempat aku bekerja.

Tanpa sengaja aku menabraknya dan menjatuhkan iPhone 12 pro yang baru saja dia beli sehingga benda itu rusak. Berkali-kali aku minta maaf bahkan sampai menangis karena khawatir tak akan mampu membayar ponsel seharga hampir 30 juta itu.

Pria itu terlihat murka tapi tidak mengatakan sepatah kata hingga ia menyuruhku untuk menemuinya di kantor yang tertera di kartu nama miliknya. PT. Indo Palm raya, nama perusahaan yang membuatku menelan ludah, apalagi ketika kubaca posisinya adalah Director of finance.

Oh Ibu ....

Jadi, siang itu aku telah duduk berhadapan dengannya. Masib gugup dada ini ketika pandangan kami bersitatap dan tanpa banyak bicara ia langsung menyuruhku duduk.

"Pekerjaan apa Pak?"

"Sedikit butuh waktu dan beresiko, Tapi saja jamin gajinya lumayan besar, cukup untuk menutupi semua kesulitammu," katany penuh misteri.

"Maaf, tapi, Anda tahu dari mana saya oranh susah dan lagi butuh uang, Pak?"

"Bukan hal yang sulit, katakan saya, kau mau atau tidak?"

"Pekerjaannya apa?"

"Jadi istri saya."

Aku terkesiap mendengarnya. Terlihat seperti pelecehan padaku dan terkesan main main saja.

"Aku tahu kamu ragu, tapi dengan gaji 40 juta sebulan, kamu tidak tertarik?" Ia mengangkat alisnya sebelah.

Tenggorokanku mendadak kering mendengarnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
32 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status