Share

DICURIGAI POLISI

Author: bonanzalalala
last update Last Updated: 2022-09-02 16:10:05

“Anda Pak Reynold. Benar begitu?” sapa salah satu polisi intel.

“Iya, benar,” jawab Jordie.

Ekor mata Jordie melirik ke arah saku celana pria di depannya. Dia melihat ada pistol listrik menyembul dari sana.

“Ada perlu apa ya, Pak?” tanya Jordie kemudian.

Dia menunjukkan wajah polos dengan senyuman ringan. Meski tahu bahwa dirinya dicurigai, Jordie mencoba tetap tenang. Apalagi, dia tak melakukan hal buruk apapun.

“Tidak. Kami hanya ingin melakukan patroli keamanan,” terang si polisi intel itu. “Ada kabar santer bahwa daerah ini sering terjadi pembobolan pintu.”

“Oh, saya malah baru tahu,” ujar Jordie. Dia melangkah mendekati pintu apartemennya dan membukanya. “Mari, Pak. Silakan masuk.”

Jordie sengaja bersikap ramah pada intel itu. Semuanya dia lakukan dengan tujuan agar dirinya tak dicurigai lebih dalam.

Si intel akhirnya ikut masuk ke dalam. Mereka duduk di sofa ruang tamu sesuai dengan ucapan Jordie.

“Mau minum apa, Pak?” tanya Jordie. “Biar asisten manajer saya yang menyiapkan.”

Dua intel itu menatap ke arah Hakim. Mereka memang memiliki data soal Reynold dan orang-orang di sekitar Reynold. Namun, data tentang Hakim sama sekali tidak ada.

“Saya yang siapkan. Mau kopi atau teh anget?” tanya Hakim lebih detail. “Bilang saja. Saya di sini bertugas mendampingi Reynold sesuai instruksi perusahaan.”

“Ah, karyawan baru ya,” celetuk salah seorang intel itu.

“Benar,” jawab Hakim.

“Kami hanya ingin memeriksa pintu dan jendela saja. Jika sudah aman, kami akan langsung berpamitan,” balas intel itu.

“Boleh. Silakan. Silakan,” Jordie memberikan kesempatan bagi dua orang intel itu untuk berkeliling.

Hakim menarik lengan Jordie dan mengajaknya menjauh. Dia menatap Jordie gelisah.

“Die, ini gila,” desis Hakim setengah panik. “Kenapa kamu kasih izin mereka buat periksa apartemen kita?”

“Biar mereka percaya sama kita. Jadi, mereka nggak perlu ke sini lagi,” terang Jordie. “Percaya aja sama aku. Aku tahu apa yang aku lakukan.”

Jordie menepuk-nepuk kedua bahu Hakim. Lantas, dia membalikkan badan dan melangkah menghampiri dua polisi intel itu.

Mau tak mau, Hakim harus tetap mengekor. Mereka pun berakhir keliling apartemen luas dan mewah itu bersama dua orang intel itu.

“Bagaimana, Pak? Aman, kan?” tanya Jordie. Dia menyunggingkan senyuman penuh percaya dirinya.

“Ya, benar. Aman,” jawab si intel.

“Syukurlah,” ujar Jordie lega. “Setidaknya kami bisa tidur dengan nyenyak.”

Jordie mengantarkan dua intel itu keluar dari apartemen. Dia tersenyum sopan. “Pak, nanti kalau misal mau ada pemeriksaan, Bapak bisa langsung kabari kontak asisten manajer saya,” terang Jordie. Dia mendorong Hakim ke depan. “Kim, kasih kontakmu.”

“Iya,” Hakim membagikan nomornya pada dua intel itu.

Usai berbasa-basi sejenak, intel tersebut pergi. Jordie langsung mengajak Hakim ke dalam dan mengunci pintu dengan rapat.

“Wah, gila!” seru Hakim seraya membanting diri di sofa. Dia menengadahkan kepala ke atap sambil memijat-mijat kepalanya yang pening.

Jordie mengambilkan minum untuk dirinya dan Hakim. Dia membagi air dingin itu dan menenangkan diri sambil minum sejenak.

“Untung ya siang tadi kita udah beneran beres-beres rumah,” ucap Hakim usai menenggak setengah isi botol mineral bermerek itu. “Kalau nggak, kita udah masuk penjara kali ya.”

Kepala Jordie mengangguk. Dia pun masih terkejut tapi berusaha tetap tenang.

“Masalah kita masih menumpuk banyak ke depan sepertinya,” terang Jordie. “Reynold benar-benar tukang bikin onar. Hidupnya dia bergelimang harta sekaligus masalah.”

“Benar juga. Soal orang di tempat pembuangan sampah tadi gimana?” tanya Hakim.

“Entahlah. Kita sepertinya tidak bisa bergerak sendiri. Kita harus memberitahu Pak Michael agar dia nanti yang menanganinya,” tutur Jordie. “Untungnya kita tadi beneran cuma bawa uang buat makan dan membatasi interaksi dengan mereka.”

“Tetap saja ini hal yang gawat, Die,” decak Hakim. Dia mengerang nelangsa. “Nggak seharusnya aku dukung kamu buat jadi Reynold kalau tahu kayak gini masalahnya.”

“Kita juga nggak mungkin mundur lagi,” ucap Jordie. “Aku sudah terlanjur tanda tangan dan akan semakin runyam kalau aku mundur. Aku nggak mau bikin masalah karena Aster pasti akan semakin sedih kalau tahu hidupku hancur seperti ini.”

Hakim menatap kasihan Jordie. Dia pikir dia sudah mendukung Jordie memasuki lautan harta dan kebahagiaan. Nyatanya, di dalam lautan itu tersembunyi banyak bangkai busuk dan makhluk mengerikan sebagai bagian cobaan.

“Besok mau coba meeting sama Pak Michael?” tanya Hakim. “Akan kutelepon dia kalau kamu setuju.”

Kepala Jordie mengangguk. “Iya, telpon saja,” ujar Jordie. “Sebentar lagi aku bakal ke Bandung. Aku nggak mau terlibat masalah aneh saat berada di Bandung.”

“Oke,” sahut Hakim.

Jordie mempercayakan urusan komunikasi dengan Pak Michael pada Hakim. Sementara itu, dia memilih memasak pasta di dapur sambil memikirkan cara agar dirinya bisa terlepas dari jejaring narkoba itu.

Pastinya pengedar narkoba yang tadi menemui Jordie karena Reynold sudah berlangganan sebelumnya. Menghindar terus bukanlah sebuah cara yang efektif. Satu-satunya cara memang bekerja sama dengan polisi untuk menangkap pengedar itu.

“Benar, aku nggak bisa terus menghindari masalah. Aku harus membicarakan ini pada Pak Michael besok,” tekad Jordie usai membuat keputusan.

Keesokan harinya, saat jam makan siang, Pak Michael datang ke apartemen sesuai dengan undangan Hakim. Pria itu membawakan makan siang untuk dinikmati bersama sambil rapat santai di balkon apartemen yang berukuran luas.

“Berarti pengedar narkoba itu akan menemuimu lagi?” timpal Pak Michael usai mendengarkan semua kronologis kejadian cerita yang dialami oleh Jordie.

Kepala Jordie bergerak mengangguk. “Aku tidak mungkin terus-menerus menghindar,” ujar Jordie. “Satu-satunya cara adalah melaporkannya pada pihak polisi tepat ketika mereka menghampiriku sesuai dengan jadwal perjanjian. Jika tidak, mereka akan terus ke sini dan mencariku. Kamu pasti tahu kan bagaimana pergerakan bandar dan pengedar narkoba jika sudah memiliki target sasaran?”

“Tapi, akan sangat berisiko jika melibatkan pihak kepolisian. Mereka akan tahu kalau Reynold pernah bertransaksi beberapa kali dengan para pengedar itu. Kamu akan mendapatkan keburukan dari dosa-dosa Reynold di masa lalu. Hal terburuknya adalah kamu akan dipenjara,” jelas Pak Michael. Pria itu menatap cemas Jordie. “Jujur saja, aku tidak mau kehilanganmu, Jordie. Kamu memang masih belum memiliki bakat entertain tapi perilakumu bagus dan pekerja keras. Aku yakin kamu bisa lebih sukses dibanding Reynold.”

Jordie terdiam. Ucapan Michael memang benar. Dia tahu Michael pasti memiliki pertimbangan besar dan akurat karena Michael sudah profesional sebagai seorang manajer artis. Meski begitu, dia tetap merasa tak nyaman jika harus berurusan dengan pengedar narkoba.

“Aku juga bisa masuk penjara jika ketahuan bertemu dengan pengedar itu oleh polisi,” terang Jordie. “Lebih baik jika kita bekerja sama dengan polisi. Katakan saja kalau ada pengedar narkoba yang mengejar-ngejarku dan memaksaku membeli narkoba. Bukankah semua artis pasti mengalami hal seperti itu?”

“Sebagian,” ujar Pak Michael. Dia tak mengelak perihal fakta tersebut. “Ada juga yang memang mencari tahu karena iseng dan ingin mencoba karena narkoba memang dianggap sebagai sarana cepat untuk mencapai tahap tertinggi kreativitas bagi para seniman.”

“Katakanlah aku sedang dikejar-kejar. Kamu harus meyakinkan polisi melakukan itu,” tutur Jordie. “Aku akan membuat janji dengan pengedar itu malam ini. Kamu datanglah bersama polisi untuk menangkap mereka. Jika termuat media, nama Reynold pasti akan melejit karena sudah membantu polisi menangkap pengedar narkoba. Benar, kan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   SEPERTI PAKAIAN BEKAS

    Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   SEBUAH TAMPARAN KERAS

    Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   CIUMAN DADAKAN

    “Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   AKU MAU KITA PUTUS

    “Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   MAU MENJADI PACARMU

    “Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”Hakim te

  • PURA-PURA JADI SUPERSTAR   GIMANA CARANYA MANDI?

    “Namanya siapa?” tanya Ibu Hakim. Perempuan yang sudah beruban dan berambut pendek di bawah telinga itu memandangi Ruth dengan tatapan lamat-lamat.Pandangannya memang sudah mengabur karena faktor usia. Ditambah lagi, akhir-akhir ini dia juga sering sakit-sakitan sampai Hakim harus cuti kerja selama satu minggu.“Ruth, Tante,” jawab Ruth. Dia tersenyum tipis pada Ibu Hakim.“Cantik ya? Mirip sama orangnya,” puji Ibu Ruth. Dia tersenyum ramah pada Ruth.Hati Ruth lega mendengarkan ucapan Ibu Hakim. Dia pikir dia akan disambut dengan buruk. Nyatanya, semua itu hanyalah pikirannya yang terlalu overthinking.“Ayo masuk! Pasti capek. Makasih ya udah mau beliin banyak oleh-oleh,” Ibu Hakim menggandeng lengan Ruth. Dia mengajak Ruth masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi rua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status