Share

4. menjelaskan rencana

4. Menjelaskan rencana

Siang Harinya Arin pulang ke rumah seperti biasa, dirinya berlagak tidak tahu apa-apa.

"Ma, mas Erlan kemana?" Tanya Arin pada Puspa yang sedang menonton TV di ruang keluarga.

"Ck!" Puspa berdecak kesal.

"Dia pergi ke rumah pamannya untuk mencari pekerjaan. Sesuai keinginan kamu, puas!" Jawab Puspa dengan nada sinis.

"Oh..." Sahut Arin sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Reaksi kamu hanya itu heh?" Tanya Puspa yang malah terlihat kesal sendiri.

"Lalu?" Tanya Arin sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Ya gimana kek, tanya apa dia punya bekal apa engga nya gitu!" Jawab Puspa dengan masih mempertahankan nada sinisnya.

"Oh itu, aku udah Transfer mas Erlan uang jajan tiap bulannya kok, kalau kurang biasanya mas Erlan Suka bilang ma!" Ucap Arin dengan santai.

"Kamu ini benar-benar!" Ucap Puspa. Entah kenapa, ketika berbicara dengan Arin itu Puspa bawaannya selalu kesal.

Arin pun mengedikkan bahunya, kemudian melangkahkan kakinya yang tertunda menuju kamarnya.

Begitu dirinya sampai di dalam kamar, Arin langsung melihat kasurnya dengan pandangan jijik. Sebab spreinya terlihat sangat berantakan, belum lagi kasurnya mengeluarkan aroma yang kurang sedap.

Tanpa banyak mengeluarkan suara, Arin memasukkan pakaiannya yang benar-benar penting, sekaligus memiliki harga yang cukup fantastis kedalam kopernya. Sebab, dirinya tidak rela kalau pakaian itu akan disentuh oleh tangan orang-orang tanpa perasaan itu.

Selesai memasukkan semua bajunya, Arin pun bergegas untuk keluar lalu mengunci pintu kamar.

"Mau kemana kamu?" Tanya Puspa yang heran melihat Arin keluar rumah sambil membawa koper yang cukup besar.

"Oh itu, Arin mau ada perjalanan bisnis di kota sebelah. Ngga lama sih, cuma seminggu." Jawab Arin sambil berusaha menampilkan ekspresi seseorang yang tengah mengingat-ingat sesuatu.

"Oh baguslah, rumah jadi sejuk kalau ngga ada kamu!" Ucap Puspa dengan nada sinis kemudian kembali melanjutkan kegiatan rebahannya di sofa.

Melihat hal itu, Arin pun menyunggingkan senyum sinisnya. 'Membiarkan Puspa bersenang-senang beberapa belas jam tidak ada salahnya kan?' pikir Arin sambil membalikkan tubuhnya kembali menuju keluar rumah.

_

Arin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sebab sebelah tangannya menahan handphone yang sedang melakukan panggilan dengan sekretarisnya.

"Lakukan saja seperti apa yang saya katakan. Biar ibu menjadi urusan saya." Ucap Arin sebelum menutup telepon.

Mobil hitam itu pun berbelok arah menuju sebuah komplek perumahan elit. Komplek itu merupakan tempat tinggal sang Ibu, Mawar.

"Siang non!" Sapa mang Karsa, selaku satu-satunya pekerja laki-laki dikediaman Mawar sambil tersenyum. Dirinya kemudian bergerak membukakan pintu gerbang, agar mobil yang dikendarai oleh Arin dapat masuk.

"Pagi mang!" Sapa Arin balik sambil keluar dari mobil.

"Ibu ada mang?" Tanya Arin sambil membuka penutup bagasi mobil untuk mengambil kopernya.

"Ada non, ibu tadi sedang dibelakang. Biasa, memberi makan ikan." Jawab mang Karsa sambil menutup kembali gerbang kediaman Mawar.

"Oh iya mang! Kalau begitu, saya mau nyamperin ibu dulu. Nitip mobil saya yang mang!" Ucap Arin berpamitan sambil menyeret kopernya agar mengikuti langkah kaki miliknya.

"Tentu saja non, non ini kaya sama siapa saja." Ucap mang Karsa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Benar saja, begitu Arin tiba di bagian belakang rumah orangtuanya, Arin dapat melihat Mawar yang sedang memberi makan ikan-ikan.

"Bu!" Panggil Arin pelan.

"Hem...." Sahut Mawar dengan berdem.

"Em..." Arin ingin mengucapkan sesuatu, namun dirinya ragu. Sebab setelah Arin menikah, hubungan Ibu dan Anak itu mulai renggang.

Hal itu terjadi karena Mawar tidak suka dengan perangai Erlan sejak awal.

"Kamu diusir dari rumah kamu sendiri heh!" Tebak Mawar dengan sinis ketika dirinya melihat koper besar yang dibawa oleh sang anak.

"Atau karena kebejatan suami kamu sudah terbongkar, makanya kamu nekat kabur dari rumah?" Tanya Mawar sambil bersedekap dada.

Arin pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kurang lebih seperti itu Bu, heheh..." Jawab Arin sambil meringis kecil.

"Hah!" Mawar pun menghela napasnya lelah.

Kemudian Mawar melangkahkan kakinya mendekati Arin.

"Ikut Ibu kedalam. Kita bicara di dalam." Ucap Mawar ketika melewati tubuh Arin.

-

"Jadi, apa yang ingin kamu sampaikan? Sebab setelah ayah meninggal, kamu tidak pernah kesini lagi." Tanya Mawar setelah meminum air putih yang tadi dirinya bawa ketika melewati dapur.

"Huh!" Arin menghela napasnya dalam-dalam, kemudian berbicara.

"Sebelumnya, aku mau meminta maaf sama Ibu atas sikap aku selama ini. Salah satunya, sikap aku yang tetap kekeuh untuk menikah dengan Erlan, padahal Ibu sudah melarang."

"Sudah sadar ternyata." Gumam Mawar, kemudian dirinya menganggukkan kepalanya.

"Aku sekarang sadar, firasat seorang ibu memang tidak pernah salah. Ternyata memang benar, kalau suami yang aku pilih itu tidak baik untukku. Mas Erlan hanya ingin hartaku saja. Dia tidak sepenuhnya cinta denganku. Bahkan, dia juga sampai bersekongkol dengan teman dekatku untuk bermain api di belakangku." Sambung Arin yang menjelaskan dengan nada kesal.

"Lalu, kamu kesini karena kamu merasa kalah Rin? Kamu akan membiarkan mereka begitu saja dan tidak akan membalas perbuatan mereka?" Tanya Mawar sambil menaikkan sebelah alisnya.

Arin pun menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak kalah, dan tidak akan pernah kalah. Justru aku kesini karena ingin menjelaskan rencanaku pada ibu, agar ibu tidak kaget. Aku juga tahu, meskipun ibu marah, ibu selalu mencari kabarku lewat bi ijah Kan?" Ucap Arin sambil ikut menaik turunkan alisnya.

"Hem...." Sahut Mawar yang tidak bisa berkata-kata lagi.

"Jadi, apa rencana kamu?" Sambung Mawar dengan melontarkan pertanyaan pada sang anak.

"Jadi begini Bu..." Belum sempat Arin menjelaskan, tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi.

Menandakan, ada tamu yang sedang berdiri di depan pintu rumah.

"Sebentar!" Ucap Arin dengan cara berteriak, agar orang itu tidak membunyikan kembali bel rumahnya.

Arin pun beranjak dari tempat duduknya, kemudian membukakan pintu rumah dan langsung menemukan keberadaan Altaf tepat di depan pintu.

"Oh kamu taf, masuk aja!" Ucap Arin sambil mempersilahkan Altaf agar segera masuk kedalam rumah.

Altaf pun menganggukkan kepalanya dan langsung masuk kedalam rumah Mawar.

"Duduk! Aja duduk!" Ucap Arin yang melihat Altaf tidak kunjung mendudukkan dirinya dikursi.

"Siapa Rin?" Tanya Mawar ketika melihat seorang laki-laki duduk didepannya.

Penampilan laki-laki didepannya jelas tidak biasa. Sebab Mawar tahu, semua yang melekat dalam tubuh laki-laki didepannya adalah barang-barang limited edition semua.

"Oh iya, kenalin ma. Ini Altaf, dia tunangan selingkuhannya si Erlan." Jelas Arin dengan mata melirik pada Altaf.

Altaf pun langsung memicingkan matanya pada Arin, sebab dirinya tidak terima kalau dikatakan masih memiliki hubungan dengan wanita itu.

"Oh jadi, rencananya kalian akan berencana untuk balas dendam bareng begitu?" Tebak Mawar yang sudah mulai paham kemana arah pembicaraan mereka.

"Kurang lebih seperti itu Tante. Sebab meskipun kami bertunangan hitam diatas putih, tapi aku sebagai laki-laki merasa harga diri aku tercoreng karena dimanfaatkan untuk kepentingan perselingkuhan." Jawab Altaf dengan sungguh-sungguh.

"Masuk akal juga." Ucap Mawar sambil mengusap-usap dagunya.

"Jadi, rencananya bagaimana?" Tanya Mawar yang sudah dibuat penasaran.

Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status