Share

3. kebusukan yang terbongkar

3. Kebusukan yang terbongkar

"Mas! Kapan kamu nikahin aku sih!" Tanya Selva pada Erlan, dirinya tidak puas dengan jawaban yang dilontarkan oleh Puspa tadi.

"Iya nanti, kalau kamu udah hamil. Baru kita nikah. Lagian kalau kita nikah, bagaimana dengan nasib tunangan kamu?" Jawab Erlan dengan kembali bertanya pada akhir kalimatnya.

"Tunangan aku? Biarin aja dia. Lagian ya mas, dia itu hanya karyawan berpangkat rendah di perusahaannya dan dia itu kaku banget! Kalau ketemuan, aku berasa ngobrol sama pintu, ngga pernah ada tuh acara grepe-grepe. Asal mas tahu, aku bertunangan dengan Altaf itu untuk menyembunyikan hubungan kita, agar si Arin tidak curiga." Jelas Selva tanpa rasa bersalah.

"Seriusan dia belum pernah main sama kamu?" Tanya Erlan dengan nada tidak percaya.

"Ya seriusan mas, emangnya aku itu mas Erlan yang pernah main sama si Arin!" Sahut Selva dengan nada kesal.

"Lah kata siapa? Ututu... Tu... Jangan marah dong, asal kamu tahu, mas tidak pernah menyentuh Arin barang seinci pun. Lagian tubuh dia tidak ada apa-apanya dibandingkan tubuh kamu." Ucap Erlan untuk membujuk Selva.

"Huh! Mas hanya suka tubuh aku aja ternyata." Ucap Selva yang tetap merajuk.

"Eits, kata siapa? Mas juga cinta kok sama kamu. Jadi, mas juga ngga pernah tuh membiarkan Arin untuk nyentuh tubuh mas. Lagian, mas nikahin si Arin itu agar mas dapat pemasukan tanpa kerja!" Bujuk Erlan sambil cekikikan.

"Serius mas ngga pernah nyentuh tubuh si Arin?" Tanya Selva.

"Serius, mau bukti? Kalau kamu mau bukti, coba aja kamu suruh orang untuk memperkoas si Arin. Pasti sela put daranya masih ada." Jawab Erlan dengan memberikan sarannya.

Arin yang mendengar hal itu hampir saja ambruk kembali. Untungnya, Altaf dengan cepat menahan tubuh Arin.

"Kita tunggu di bawah aja. Bahaya bagi kesehatan kamu." Ucap Altaf sambil menarik Arin agar segera keluar dari kamarnya.

Arin menuruni tangga dengan sempoyongan, ketika sudah sampai di ruang keluarga, dirinya langsung mendudukkan tubuhnya di karpet.

Sekarang Arin tidak menangis, sebab dendam dalam dirinya lebih besar dari rasa sakit hati yang ditorehkan oleh mereka.

"Nah bagus! Kamu jangan nangis! Air mata kamu jauh lebih berharga daripada harga diri mereka." Ucap Altaf pelan, namun masih bisa didengar oleh Arin.

Tidak lama, Erlan dan Selva juga ikut turun ke lantai bawah, dan langsung menuju ke ruang keluarga, tempat dimana Puspa sudah menunggu.

"Kita mau bicarain apa sih ma? Ganggu orang senang-senang aja!" Tanya Erlan dengan kesal setelah mendudukkan dirinya di kursi.

"Mama mau membicarakan hal penting. Tentang warisan orangtua Arin." Jawab Puspa setelah melihat-lihat keadaan sekitar. Dirinya takut kalau Ijah, asisten rumah tangga yang dipekerjakan Arin masih berada di rumah.

"Oh warisan itu. Kenapa ma?" Tanya Erlan yang mulai paham kemana arah pembicaraan mereka.

"Apakah istri kamu sudah mendapatkan bagiannya?" Jawab Wulan dengan kembali mengajukan pertanyaan.

"Sudah ma, si Arin mendapatkan semua harta Pa Galang. Sedangkan Bu Mawar hanya dapat rumah saja." Jawab Erlan sambil berpikir.

"Serius?" Tanya Puspa tidak percaya.

Erlan pun menjawab dengan menganggukkan kepalanya.

"Lalu, kenapa dia tidak pernah membahas hal ini?" Tanya Puspa lagi dengan nada kesal.

"Apa dia takut hartanya akan mama pinta!" Mawar menjawab pertanyaan itu dengan sendirinya.

"Padahal, harta istri adalah harta suami. Suaminya itu putra saya. Harta putra itu harta ibu! Harusnya wajar dong kalau aku ambil! Ngga bisa dibiarkan ini!" Sambung Puspa dengan mendumel.

"Entahlah ma, aku juga tidak mengerti dengan jalan pikiran dia. Makanya sampai sekarang aku sebel banget!" Adu Erlan.

"Sialan! Udah mandul, pelit lagi. Sia-sia dulu mama kasih dia uang mahar." Ucap Puspa yang tetap mengungkit uang maharnya yang tidak seberapa.

"Iya ma, padahal aku udah nyuruh dia untuk membalikan semua harta warisannya atas namaku. Tapi si Arin malah mendiamkan aku ma." Ucap Erlan untuk menambah percikan api dalam diri Puspa.

"Hah bener! Dasar menantu tidak tahu diuntung!" Puspa semakin menjadi dalam memaki.

"Udah ma, sabar. Nanti tekanan darah mama naik lagi loh!" Ucap Erlan memperingatkan.

"Lagian ma, mama masih mempunyai Selva yang mau menjadi calon menantu. Dia bisa diandalkan kok, nanti Selva bisa memberikan mama cucu yang banyak loh." Sambung Erlan sambil mengedipkan matanya pada Selva.

"Yang bener? Kok sampai sekarang Selva belum hamil?" Tanya Puspa yang sudah mulai tertarik.

"Ya mana bisa hamil ma, orang berproduksinya aja jarang." Jawab Erlan sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lah kok? Bukannya setiap hari kalian itu bertemu ya!" Tanya Puspa lagi sambil mengerutkan keningnya.

"Iya sih ma, tapi setiap kita bertemu pasti selalu ada si Arin. Alhasil kita tidak memiliki waktu berdua." Jawab Erlan dengan nada lesu.

"Menantu itu benar-benar menghalangi jalan kebahagiaan mertua aja!" Dumel Puspa.

"Yasudah, sekarang kalian berdua siap-siap. Mama akan urus keberangkatan kalian berdua ke Bali. Kalian akan tinggal disana selama dua Minggu, jadi gunakanlah waktu itu untuk berproses!" Ucap Puspa setelah berpikir lumayan lama.

"Uangnya darimana ma?" Tanya Erlan.

"Tenang, mama punya banyak keuntungan dari anggaran dapur si Arin. Kalau kurang, nanti mama akan bilang ke Arin, kalau harga barang di pasar pada naik." Jawab Puspa dengan ringannya.

"Kalau urusan Arin? Apa dia ngga akan curiga ma?"

"Ngga akan, nanti mama akan bilang ke si Arin, kalau kamu ke tempat paman kamu untuk mencari pekerjaan. Pastinya dia ngga akan rewel." Jawab Puspa.

"Ahh.... Mama memang yang terbaik! Tau aja cara membuat anak bahagia!" Ucap Erlan sambil memeluk Selva.

Puspa pun memutar bola matanya dengan malas.

"Sudah, kalian cepatlah bersiap. Sebelum Arin pulang dan menaruh curiga!" Ucap Puspa pada dua sejoli di depannya.

Erlan pun mengangguk senang, kemudian bangkit dari duduknya dan berlari menuju kamarnya bersama Selva.

Setelah melihat keburukan sang suami dengan jelas, Arin pun langsung dengan cepat keluar dari rumah itu.

"Tunggu! Jangan bunuh diri. Kalau kamu bunuh diri, mereka akan bahagia!" Ucap Altaf yang melihat Arin akan menyebrangi jalan tanpa melepas kain tembus pandangnya.

"Siapa yang mau bunuh diri coba, aku hanya ingin menenangkan diri!" Ucap Arin sambil duduk lesehan di trotoar jalan.

"Baguslah!" Ucap Altaf sambil ikut mendudukkan tubuhnya di samping Arin.

"Taf, jadi ini alasan kamu selalu menunda pernikahan dengan Selva?" Tanya Arin sambil melihat kendaraan yang berlalu lalang di depannya.

"Hah! Begitulah!" Jawab Altaf dengan acuh.

"Ngomong-ngomong kamu akan membalas mereka?" Tanya Altaf untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tentu saja! Yakali aku membiarkan mereka menindas seorang Arin begitu saja!" Jawab Arin dengan menggebu-gebu.

"Dari kemarin kamu sudah ditindas Rin, emang kamu ngga nyadar?" Tanya Altaf lagi dengan heran.

"Nyadar sih, tapi demi cinta aku bertahan hahah..." Jawab Arin sambil terkekeh.

Altaf pun menggeleng-gelengkan kepalanya, berarti benar kata orang, cinta itu memang bisa membuat seseorang menjadi buta.

"Cara kamu membalasnya?" Tanya Altaf sambil melihat Arin.

Bersambung.....

Jangan lupa kasihh penilaian yaaa, bintangnya yang banyak heheh

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status