Anglo yang begitu membenci Zoe, juga tak memiliki kekuatan, membuat Anglo juga tak segan menghukum Anglo yang hanya dianggap anak angkatnya yang tak berguna.
Kalau bukan karena seseorang mendorong Anglo menjadikan Zoe anak angkatnya, ia juga tidak mau memasukkan anak yang bahkan tak memiliki tenaga dalam ke aula perguruannya yang terkenal hebat dengan kekuatan fisik. “Kalau bukan karean permintaan temanku, aku sudah membuangmu dari lama. Ini tidak akan berat. Ia hanya akan diasingkan di hutan yang tak berbahaya,” batin Anglo yang hanya ingin memberikan pelajaran pada Zoe dan diasingkan saja.Zoe yang masih bersimpuh dengan penuh luka, semakin terpuruk karena tak ada pembelaan untuk dirinya. Ia benar-benar merasa dunia sudah runtuh seakan tidak ada lagi kebenaran di sana.“Biar aku saja yang urus pencuri ini, ayah. Ayah istirahat saja,” tukas Farhan yang menggantikan ayahnya untuk memberikan hukuman pada sang adik.“Baiklah. Bawa pergi adimu keluar dari aula ini. Ia dihukum di tempat pengasinan selama setahun dan tidak boleh masuk ke aula ini lagi.”Mendengar itu, Zoe benar-benar terpukul. Melihat ayahnya pergi setelah mengatakan hal tersebut membuat hatinya sakit. Ia mencoba menahan amarah dan rasa sakitnya memandang punggung sang ayah yang berjalan menjauh dari tempat itu.Zoe benar -benar hancur. Hukuman atas hal yang tidak ia lakukan membuatnya marah pada keadaan. Ia melihat sekeliling aula dan semua orang menatapnya dengan sinis seperti tak peduli lagi. Bagaimana bisa orang-orang begitu membencinya, padahal Zoe tak sekalipun mengganggu mereka.Zoe benar-benar diusir dari aula beladiri yang merupakan rumahnya sendiri, Anglo yang meninggalkannya membuat Zoe benar-benar sakit hati. Tersisa Farhan dengan tatapan benci penuh kemenangan yang sedang berdiri untuk kembali memukul Zoe tanpa ampun.Murid perguruan pun tak mau tinggal diam, mereka mulai mengeluarkan kata-kata buruk setelah melihat Farhan memulai menyikat Zoe. Semua murid menghina Zoe dan tidak ada yang membela Zoe sedikitpun.“Dasar pecundang!” umpat Farhan dengan bangga sambil menyerat Zoe dan memukulnya. Tak ada belas kasihan sedikitpun yang ditujukan oleh Farhan.“Hukuman itu pantas untuk pecundang yang menggunakan jalan pintas,” teriak salah seorang murid mencoba menghina Zoe saat diseret keluar.“Kalau tidak punya kemampuan, jangan mencuri,”Cacian dari para murid yang terucap membuat Zoe menahan semua rasa marahnya. Pukulan yang dilayangkan Farhan terus ia terima. Fisiknya makin lemah, ia tak lagi sanggup berdiri.“Kau dengar cacian itu? Semua itu untukmu. Pecundang yang tak memiliki kemampuan beladiri tidak pantas berada di sini,” Farhan menarik Zoe dengan kasar membawanya ke gerbang barat yang langsung berbatasan dengan hutan kematian.Berbeda dari tempat pengasingan yang ditunjukan oleh sang ayah yang ada di gerbang timur, Farhan malah membawa Zoe ke gerbang lain. Ia berniat untuk membiarkan Zoe dimakan binatang buas setelah ia memukuli Zoe sampai tak berdaya.Zoe sulit untuk berbicara. Tenaganya sudah habis terkuras. Ia benar-benar ingin membalas cacian itu. Sayangnya, kekuatannya habis. Apalagi ia tidak memiliki nama dan tidak punya kemampuan beladiri mendapat serangan dari Farhan yang merupakan kakaknya sendiri, yang dengan tega memfitnahnya demi mengusir Zeo.Kemampuan Farhan jelas diakui di perguruan. Bahkan ia penerus perguruan yang di urus langsung oleh sang ayah. Zoe yang tak layak bersaing mendapat perlakukan buruk hingga ia dibuang ke hutan kematian.“Matilah kau. Tak ada yang akan bisa menolongmu,” geram Farhan setelah berhasil membawa Zoe ke hutan kematian. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh Zoe dengan tubuhnya yang lemah bersimbah darah.Farhan yang tahu perintah ayahnya, mencoba menyabotase dan membuang Farhan di hutan paling berbahaya di perguruan, terlebih untuk Zoe yang tak memiliki kemampuan. Orang yang memiliki kekuatan saja bisa mati terbunuh dimakan binatang buas di hutan itu. Sadar dan tahu akan keganasan hutan misteri, Farhan segaja membuang Zoe di sana.“Kenapa kau membawaku ke sini? Ayah bilang aku hanya diasingkan,” lirih Zoe yang sadar akan keanehan. Ia tahu bahwa hukumannya hanya diasingkan selama satu tahun. Bukan dibuang dalam hutan kematian. Semua itu akan menjadi jelas jika Farhan sengaja melakukan itu.“Terserah padaku!” bentak Farhan seraya melempar tubuh Zoe yang tak berdaya dan segera meninggalkan Zoe sendirian di dalam hutan. Zoe sadar dan tahu walau dia hanya anak angkat dan diperlakukan sebagai budak, tapi jika Anglo tahu akan seperti ini kejadiannya, Anglo tidak akan mungkin membiarkannya sampai dirinya dibunuh Farhan. Jika pun ia akan dibunuh seharusnya sudah sejak lama dilakukan. Dan Anglo tak melakukannya.Pengawal dan Farhan segera kembali ke perguruan untuk melapor bahwa mereka sudah menghukum Zoe sesuai perintah Anglo.“Apakah aku bisa bertahan di dalam hutan kematian dengan tubuh penuh luka? Bahkan tak akan ada orang yang berani ke mari tanpa senjata,” kata Zoe yang terbaring lemah tak berdaya ditinggalkan begitu saja oleh Farhan.Farhan kembali melangkahkan kakinya masuk ke perguruan dengan gagah. Ia yang merasa seperti pemenang dalam sebuah pertandingan segera menghadap sang ayah jika ia sudah melakukan tugasnya. Walau apa yang sudah ia lakukan tidak sesuai perintah, ia puas membayangkan Zoe yang mati dalam hutan dimakan binatang buas. “Lapor, ayah. Aku sudah menjalan tugas dengan memberikan hukuman pada Zoe ke tempat pengasingan.” Farhan memberikan laporan palsu pada sang ayah. Ia tidak mengatakan yang sebenarnnya jika Zoe dibuang ke hutan kematian. Farhan yang tahu bahayanya hutan kematian tak ingin jujur pada ayahnya. Pasti hal itu akan membuat sang Ayah marah, karena Farhan sadar jika sang ayah hanya memberikan hukuman pengasingan pada Zoe dan tidak sampai membuangnya. “Aku berterima kasih padamu. Kau memang yang bisa diandalkan,” ucap Anglo bangga dengan apa yang sudah dilakukan oleh Farhan tanpa tahu fakta sebenarnya perihal kondisi Zoe. Juga dengan kebohongan yang Farhan buat demi mengusir sainga
Auman singa terdengar sangat keras. Zoe sadar jika dirinya dalam bahaya. Ia segera bangkit dan menaiki pohon demi keselamatannya. “Aku kira tak ada siapapun. Ternyata ada hewan yang sedang mengincarku,” batin Zoe sambil mengawasi sekitar. Ia mencoba bertahan di atas pohon tanpa menimbulkan suara apapun. Seekor Singa berjalan mendekatinya, berputar-putar cukup lama di bawah pohon tempat Zoe berlindung. Suasana tegang membuat Zoe mencoba menahan napas. Ia mencoba menyamarkan keberadaannya sembari terus mengawasi pergerakan singa tersebut. Sayangnya ia tidak bisa turun sekarang. Siang itu masih terlihat wasdapa menunggu mangsa yang tiba-tiba saja hilang. Keberuntungan datang ketika singa menyadari ada mangsa lain. Sekumpulan kijang sedang asik memakan rumput, menarik perhatian sang sing, membuatnya meninggalkan pohon tempat Zoe bersembunyi.Zoe akhirnya turun dan tak bisa tinggal diam. Ia segera mencari tempat bermalam sambil terus berjalan tanpa arah. Tak sengaja ia menemukan sebuah
Satu fakta yang tidak pernah ia ketahui, jika kekuatannya selama ini tersegel. Sebenarnya banyak hal yang ingin ditanyakan. Ia juga ingin berlatih pedang dengan kakek tadi yang terlihat hebat. Bahkan kakek itu bisa menyimpan kekuatannya sendiri untuk bisa melihat pemilik pedang langit selanjutnya. Zoe yang masih terheran belum bisa memutuskan apapun. Ia menyimpan dan membuka pedang itu. Sepertinya pedang itu bisa menyesuaikan diri. Ia bahkan mudah disimpan dan tak melukainya meski tanpa sarung pedang. Zoe mulai membuka kitab pedang itu untuk berlatih sesuai pesan kakek tadi yang tidak sempat ia tanyakan namanya. “Aku bahkan belum menanyakan nama kakek itu. Dia terlihat hebat. Aku sampai bisa merasakan tenaga dalamnya yang besar. Aku juga merasa tubuhku semakin ringan sekarang,” ucap Zoe sambil membuka kitab dan mencoba membacanya. Setelah dibaca, ternyata kitab itu sangat mudah dipelajari. Zoe memulai mengayunkan pedang untuk berlatih. Ternyata pedang itu sangat ringan. Rasa saki
Strang! Strang! Strang! Suara senjata tajam saling beradu. Zoe datang ke gudang senjata bawah tanah untuk ikut bertanding. Ia menghampiri seseorang yang menentukan pertandingan itu. “Aku ingin ikut bertanding,” kata Zoe pada penjaga di sana. “Bertaruh atau bertanding?” tanya penjaga melihat Zoe yang baru datang, takutnya salah ucap. Bisa saja nyawanya akan melayang sia-sia. “Bertanding,” jawab Zoe yakin dengan kemampuannya pasti bisa. Ia yakin akan menang karena sudah berlatih. Jadi hanya ini kesempatannya untuk memang. “Baiklah. Dengan senjata atau tangan kosong?” tanya penjaga yang merasa tidak yakin dengan Zoe. Memang dari penampilannya tidak menunjukkan ia orang kuat atau memiliki tenaga dalam. “Senjata. Aku membawa pedang,” jawab Zoe dengan polosnya. Ia sendiri tak sadar persaingan di sana ketat. “Nama?” tanya Penjaga selanjutnya yang siap mencatat peserta yang akan bertanding. “Zoe,” jawabnya singkat sambil melihat orang-orang yang berdatangan. “Kau bisa ke sebelah sa
Keributan yang ditimbulkan oleh anak buah Bani, menyebar dengan cepat, hingga kabar itu sampai ke telinga Farhan. Nama Zoe yang semakin terkenal dengan kehebatannya, yang bahkan pemilik gudang senjata sampai mencarinya keseluruhan penjuru kota.“Kau dengar kabar jika Bani mencari Zoe,” kata Anglo yang mendengar kabar yang sedang santer dibicarakan orang, tentang seorang pendekar pedang yang sedang dicari Bani, karena tak mau mengambil hadiahnya setelah memenangkan pertandingan.Anglo yang tak ragu dengan kabar Zoe mencoba menanyakan itu pada Farhan, ia duduk bersama anaknya dan beberapa tetua. Apalagi Zoe hanya diasingkan dan bisa saja ia keluar dari pengasingan. Anglo tak pernah tahu apa yang sudah dilakukan Farhan selama ini, jika Zoe sudah di buang ke hutan kematian yang penuh misteri. “Iya Ayah, tapi itu jelas bukan Zoe kita,” jawab Farhan dengan yakin, belum genap satu tahun masa hukuman Zoe. Tidak mungkin ia bisa jadi pendekar, sekalipun Zoe bisa lolos dari kematian.Mendengar
Sungguh kesal perasaan Zoe saat ini, ia yang sudah berlatih keras tak dapat melakukan apa-apa saat di serang oleh Farhan. Kekuatan yang menghilang membuat ia sakit hati, apalagi hasil latihannya sia-sia karena ia tak bisa menghajar Farhan.“Ini menyebalkan. Bagaimana aku bisa memiliki tubuh selemah ini,” gerutu Zoe yang masih belum bisa dikatakan kuat padahal ia sudah mempelajari semua jurus pedang yang ada di kitab.Zoe yang terbaring dekat peti mati Kakek tua, ingat kejadian saat pedang langit memilihnya dan kitab pedang pemberian sang Kakek. Seakan semua tak berguna karena ia masih saja lemah, membuatnya kesal dengan semua keinginannya untuk jadi lebih hebat.“Wahai kakek hantu apakah kitab pedang yang kau berikan itu jurus lemah. Sialnya aku percaya begitu saja,” kesal Zoe yang tak bisa jadi pendekar hebat setelah mempelajari jurus pedang dari sang Kakek. Bahkan ia masih terkapar dan terbaring lemah tak berdaya.“Kau jangan mengumpat ku, padahal peti matiku saja masih ada disampin
Farhan yang kembali ke perguruan bersama empat orang pengawalnya, melaporkan apa yang sudah ia lihat pada sang Ayah. Dengan langkah gagah, Farhan berjalan menuju aula beladiri. Ia berjalan menghadap sang ayah, di hadapan para guru.Farhan memiliki cara tersendiri untuk bisa menarik perhatian. Dengan begitu semua orang akan segan dengannya.“Lapor, Ayah. Aku sudah menemukan Zoe.” Farhan membungkuk di hadapan sang Ayah, untuk memberikan laporan apa yang sudah ia lakukan tadi.“Benarkah dia yang dicari Bani?” tanya Anglo yang tak sabar mendengar kabar anak tirinya yang sedang dihukum di pengasingan.“Bukan, Ayah. Zoe tidak memiliki kekuatan sama sekali, dia masih tetap sama,” jawab Farhan penuh dengan keyakinan. Setelah ia puas menghajar Zoe, tentunya ia tak ragu jika Zoe itu benar tak punya kekuatan.“Sudah kuduga, lalu siapa yang sedang dicari Bani?” tanya Anglo yang penasaran dengan orang yang dicari oleh rivalnya itu. Selama ini keberadaan Bani dan gudang senjata sudah bukan lagi ra
Zoe yang sudah meninggalkan hutan kematian, baru sampai di gudang senjata. Ia bingung karena suasananya sangat berbeda. Terlihat disana sepi tak berpenghuni, bahkan tak ada satu orangpun yang lewat sana.“Kenapa sepi?” batin Zoe akhirnya pergi mencari tempat makan. Siang hari yang terik, ia tak bisa menemui siapapun di gudang senjata. Ia yang mulai berjalan menuju kedai makan. Akhirnya ia menemukan kedai makan yang ramai, segera saja ia duduk dan memesan makanan.Dari sebelah mejanya, ada segerombolan orang yang sedang makan sambil bercakap-cakap. Meski Suasana ramai dan bising. Tapi percakapan mereka terdengar jelas.“Sudah beberapa hari ini gudang senjata tutup,” ucap salah seorang dengan antusias semua warga setiap malam sering datang untuk menonton pertandingan atau berjudi di sana.“Iya, kau benar. Aku dengar pemilik gudang itu sedang mencari pendekar pedang yang kemarin baru saja menang,” sahut temannya yang ternyata juga sudah tahu kabar tentang pencarian pendekar pedang itu. Y