Share

Peri Kecil yang Sial

Author: Nunaaaa
last update Last Updated: 2025-10-02 12:04:11

Ia melambaikan tangan, seorang pelayan di belakangnya segera menyerahkan bungkusan kertas minyak berisi bakpao putih yang hangat dan gemuk.

“Ini untukmu.”

Seperti yang diduga, mata si kecil di depannya langsung berbinar terang.

“Terima kasih~”

Kali ini, ia memeluk sendiri bakpao itu. Kedua tangannya yang mungil dan putih bersih merangkul erat sebuah bakpao besar, hampir sebesar wajahnya sendiri. Gigitan pertamanya membuat pipinya yang putih lembut menggembung bulat, tampak seperti sebuah kue ketan kecil yang empuk. Ia makan dengan begitu serius, begitu bahagia.

Pemandangan itu membuat Lin Zhengqing tanpa sadar menoleh lagi. Bakpao ini benar-benar seenak itu kah?

Mereka tak bisa berlama-lama di sini. Begitu Su Xiaobao kenyang, Lin Zhengqing bersiap membawa orang-orangnya berangkat.

Namun, ketika hendak beranjak, Su Xiaobao menahan ujung jubahnya dan dengan hati-hati bertanya,

“Boleh tidak kalau aku beli sedikit saja sesuatu? Xiaobao hanya butuh sebentar.”

Lin Zhengqing berjongkok, mengusap rambut halusnya yang sudah dikeringkan dan disanggul rapi oleh para pelayan. Dengan tatanan itu, ia tampak makin mirip peri kecil yang turun dari langit.

“Tentu saja boleh. Putri kecil ingin melakukan apa pun, semua bisa.”

Sekejap saja, wajah mungil itu berseri, senyumnya melengkung seperti bulan sabit paling indah, seolah setiap helaian rambutnya pun memancarkan kebahagiaan.

Benar-benar mudah sekali merasa puas.

“Kalau begitu, tunggu aku sebentar saja, ya.”

Ia dengan hati-hati mengeluarkan sebuah kantong kain tua dari pakaian lusuhnya. Dentingan koin tembaga terdengar ketika ia menumpahkannya.

Semuanya berjumlah tepat lima puluh keping, setiap koin digosok bersih tanpa noda.

Itulah seluruh harta miliknya—warisan kecil yang ditinggalkan oleh ibunya yang cantik.

Mengangkat koin-koin itu dengan kedua tangannya, bocah mungil itu berkata dengan suara lembut,

“Aku ingin… ingin membeli beberapa biji benih.”

Su Xiaobao menyimpan sebuah rahasia. Sebelum menjadi anak manusia, ia sebenarnya adalah peri tumbuhan yang hampir berhasil menyeberangi tribulasi untuk berwujud manusia.

Biasanya, tribulasi untuk peri tumbuhan tidaklah sulit, langit seolah memanjakan mereka—petir yang turun hanya sebatas simbol. Namun, nasibnya benar-benar buruk, teramat buruk!

Pada saat tribulasinya, kebetulan seekor naga hitam juga tengah menjalani tribulasi di tempat yang sama. Petir yang menghantam naga itu ganas sekali. Su Xiaobao yang malang ikut tersambar, dan seketika kehilangan kesadaran.

Saat ia kembali siuman, dirinya sudah berubah menjadi seorang bayi manusia yang baru lahir.

Ia memang berhasil mendapatkan tubuh, tapi seluruh kekuatan spiritualnya lenyap!

Sekadar mengingatnya saja membuatnya kesal setengah mati.

Untungnya, dunia ini juga memiliki energi spiritual, bahkan lebih padat dibandingkan dunia sebelumnya. Ia pelan-pelan berhasil mengumpulkan sedikit kekuatan di dalam tubuhnya. Sayangnya, hampir semua ia salurkan untuk menyokong tubuh ibunya yang lemah.

Namun tetap saja, itu tidak cukup untuk menyelamatkan sang ibu.

Memikirkan itu, Su Xiaobao jadi murung.

Dulu, saat masih menjadi peri tumbuhan, kesenangan terbesarnya adalah mengumpulkan berbagai macam benih, lalu menanamnya dan melihat mereka tumbuh.

Kini, meski kadang ia masih memungut biji bunga dan rerumputan di gunung, itu semua hanyalah benih liar.

Sekarang ia sudah jadi manusia, tak bisa lagi hanya hidup dari madu dan embun, melainkan harus makan biji-bijian.

Pengalaman pernah kelaparan membuatnya semakin ingin membeli benih pangan, berharap bisa menanamnya sendiri di tempat tinggal barunya kelak.

Sayang sekali benih-benih yang dulu ia kumpulkan selama bertahun-tahun telah hilang.

Melihat bocah itu memeluk koin tembaga dengan wajah penuh harap, Lin Zhengqing semakin merasa iba.

Putri kecil satu-satunya dari Dinasti Daxia ini… mengapa hidupnya sampai sebegini menyedihkan?

Ia berkata dengan lembut, “Baik, Putri Kecil. Belilah sesuka hatimu. Berapa pun banyaknya, tak masalah.”

Su Xiaobao pun langsung tersenyum, matanya melengkung manis.

Harga benih sebenarnya memang sangat murah. Dengan lima puluh keping koinnya saja, ia sudah bisa memilih cukup banyak.

Ia pun teliti memilih sepuluh biji paling penuh dan segar dari setiap jenis sayuran. Benih yang ia rawat sendiri nantinya akan tumbuh lebih baik.

“Hanya ini saja, ya?”

Su Xiaobao menatap biji-bijian itu dengan kecewa. Jumlahnya sedikit sekali, membuatnya makin rindu pada koleksi lama yang pernah ia miliki.

“Ini… biasanya orang-orang hanya menanam jenis itu saja,” jawab pelayan toko, sambil menggaruk kepala. Lalu ia seperti teringat sesuatu, menepuk tangan.

“Oh iya! Beberapa waktu lalu ada rombongan pedagang asing melewati kota ini. Mereka membawa barang-barang aneh, termasuk beberapa benih yang belum pernah kami lihat. Bos kami sempat membelinya, tapi tidak laku, jadi disimpan. Tunggu sebentar, aku ambilkan.”

Pelayan itu buru-buru masuk ke dalam. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan senyum licik keluar sambil membawa beberapa bungkusan kecil.

“Inilah benih-benih yang dulu kubeli dari pedagang asing. Silakan lihat, mungkin ada yang cocok.”

Ia menyerahkannya pada Lin Zhengqing, sebab jelas dari rombongan itu, dialah orang yang paling berkuasa.

Namun Su Xiaobao sudah mencondongkan tubuh, ujung kakinya bertumpu, leher kecilnya menjulur panjang, menatap dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu.

Si kecil yang putih dan mungil itu tampak begitu menggemaskan, membuat siapa pun tak sampai hati menolak.

“Biar ia lihat.”

Lin Zhengqing memberi isyarat.

Si pemilik toko segera menyerahkan benih-benih itu pada bocah kecil tersebut.

Su Xiaobao langsung menemukan beberapa biji buah di antara mereka. Yang paling membuatnya gembira adalah biji semangka—hitam, kecil, keriput, seakan mustahil tumbuh.

“Aku ingin semuanya ini. Berapa harganya?”

Senyum sang pemilik toko makin lebar.

“Karena ini benih yang dibawa jauh dari negeri asing, aku membelinya dengan harga mahal. Tapi di sini pun tak ada yang mau, jadi aku jual murah saja. Semua benih ini, seratus koin tembaga.”

Begitu mendengar, wajah mungil Su Xiaobao langsung kehilangan cahaya.

Jika digabung dengan yang sebelumnya ia pilih, jumlahnya sudah lebih dari seratus koin.

Ia menunduk, memandang sisa lima puluh koin tembaganya. Seketika, ia merasa betapa miskinnya dirinya.

Bocah kecil itu mendesah.

“Kalau begitu, aku hanya bisa…” beli sedikit saja.

“Ambil semuanya.”

Belum sempat ia selesai bicara, suara mantap Lin Zhengqing terdengar dari atas kepalanya, diiringi dengan sepotong perak yang disodorkan.

Su Xiaobao: “!!!”

Uang perak… betapa kayanya beliau!

“Baiklah!”

Sang pemilik toko cepat-cepat menerima perak itu dan membungkus semua benih, takut mereka berubah pikiran bila terlambat.

Bocah mungil itu, secantik pahatan giok, menengadah dengan wajah penuh terima kasih.

“Terima kasih, Paman Lin. Nanti kalau Xiaobao sudah punya uang, pasti akan mengembalikannya.”

Ibunya pernah berpesan, barang orang lain harus dikembalikan kalau dipinjam. Kalau tidak, itu berarti anak nakal.

Lin Zhengqing memandang anak kecil yang sopan itu, hatinya penuh welas asih.

Di keluarganya pun ada anak-anak, tapi mereka semua terlalu nakal, sulit dikendalikan, bahkan bisa naik ke atap dan bikin keributan.

Berbeda sekali dengan Su Xiaobao yang penuh tata krama. Apalagi, ini adalah putri kandung orang itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Ayahmu Tidak Menginginkanmu Lagi

    Sejak hari pertama masuk ke dalam istana, Su Xiaobao setiap hari duduk di ambang pintu, menatap ke luar dengan penuh harap, ingin melihat sosok ayahnya.Namun, hari demi hari berlalu, ia tetap kecewa. Hingga kini, ia belum juga melihat bayangan ayahnya.“Gulu… gulu…”Perut kecilnya berbunyi kelaparan. Bibir mungilnya mengerucut ke bawah, sepasang mata besarnya yang bening berair, tampak layaknya anak anjing malang yang dibuang.“Hei, ternyata putri kita masih menunggu Yang Mulia, ya.”Suara sinis penuh ejekan terdengar. Su Xiaobao menoleh, ternyata itu adalah pelayan istana yang setiap hari membawakan makanannya.Pada hari pertama tiba, makanannya masih enak. Hari kedua pun sama. Namun, mulai hari ketiga, ia mendapati makanan yang dibawa sudah dingin. Meski begitu, selama masih bisa dimakan, ia tetap bersyukur dan tidak pernah mengeluh.Yang lebih parah, pagi ini makanan yang diberikan sudah basi, bahkan tanpa lauk. Jelas tidak bisa dimakan sama sekali. Karena itu, Xiaobao sampai kela

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Istana

    “Uang ini tidak perlu Tuan Kecil kembalikan.”Di luar, identitas Su Xiaobao tidak boleh diungkap, sehingga Lin Zhengqing selalu memanggilnya dengan sebutan “Nona Kecil”.Su Xiaobao berpikir sejenak, lalu berkata manis, “Kalau begitu, nanti setelah aku menanam sayuran enak, akan kuberi sebagian untukmu.”Lin Zhengqing hanya tersenyum mengiyakan, namun dalam hatinya tidak terlalu memedulikannya.Bagaimana mungkin seorang anak berusia tiga tahun bisa menanam apa pun, apalagi di dalam istana?Setelah membeli semua barang yang ia inginkan, Su Xiaobao tidak lagi meminta macam-macam.Anak kecil itu duduk manis dan tenang, mengikuti perjalanan dengan kereta kuda dalam pengawalan Lin Zhengqing dan para prajurit menuju ibu kota.Awalnya, Xiaobao merasa sangat bersemangat. Ia menempelkan wajah mungilnya di jendela kereta, matanya berkilauan penuh rasa ingin tahu sambil menikmati pemandangan sepanjang jalan.Namun, tak lama kemudian… senyum di wajahnya menghilang.Kereta kuda zaman kuno sama seka

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Peri Kecil yang Sial

    Ia melambaikan tangan, seorang pelayan di belakangnya segera menyerahkan bungkusan kertas minyak berisi bakpao putih yang hangat dan gemuk.“Ini untukmu.”Seperti yang diduga, mata si kecil di depannya langsung berbinar terang.“Terima kasih~”Kali ini, ia memeluk sendiri bakpao itu. Kedua tangannya yang mungil dan putih bersih merangkul erat sebuah bakpao besar, hampir sebesar wajahnya sendiri. Gigitan pertamanya membuat pipinya yang putih lembut menggembung bulat, tampak seperti sebuah kue ketan kecil yang empuk. Ia makan dengan begitu serius, begitu bahagia.Pemandangan itu membuat Lin Zhengqing tanpa sadar menoleh lagi. Bakpao ini benar-benar seenak itu kah?Mereka tak bisa berlama-lama di sini. Begitu Su Xiaobao kenyang, Lin Zhengqing bersiap membawa orang-orangnya berangkat.Namun, ketika hendak beranjak, Su Xiaobao menahan ujung jubahnya dan dengan hati-hati bertanya,“Boleh tidak kalau aku beli sedikit saja sesuatu? Xiaobao hanya butuh sebentar.”Lin Zhengqing berjongkok, meng

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Hukuman

    Lin Zhengqing bertanya pada Xiaobao, bagaimana ia ingin menghukum mereka.Xiaobao memeluk papan arwah ibunya, alis mungilnya berkerut rapat. “Kita pergi saja.”Lin Zhengqing terkejut. “Kau tidak ingin membalas dendam untuk dirimu sendiri?”Xiaobao mengisap hidungnya. “Mereka memang sering membuat Xiaobao kelaparan dan memukul Xiaobao, tapi bagaimanapun juga mereka masih keluarga Ibu. Mulai sekarang Xiaobao tidak mau mereka lagi. Paman, biarkan saja mereka tidak makan seharian. Perut kosong itu rasanya sangat tidak enak, huh!”Melihat wajah mungil itu bersungut-sungut namun penuh kepuasan, seolah sudah memberi hukuman teramat berat dan berhasil melampiaskan amarahnya, Lin Zhengqing tidak kuasa menahan senyum. Betapapun, ia hanyalah seorang anak kecil.Suaranya terdengar lembut. “Baiklah, biar mereka tidak makan dua hari.”Mata Su Xiaobao segera berbinar. Memeluk papan arwah ibunya, ia menengadahkan wajah kecilnya yang masih kotor, sorot matanya penuh harap.“Kalau begitu, ayo kita cepa

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Sang Putri

    “Xiaobao, dasar anak nakal! Ke mana saja kau berkeliaran, malas tidak mengurus pekerjaan? Ayam-ayam belum diberi makan, pakaian juga belum dicuci. Kalau ketahuan sama aku, lihat saja, aku bikin kau mampus!”Pagi hari di sebuah desa kecil yang tenang. Kabut gunung masih menggantung, ayam jantan baru saja berkokok, namun seorang perempuan gemuk berbalut kain kasar sudah berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang, mulutnya terus memaki.Sedangkan gadis kecil yang dipanggil itu, kini sedang bersembunyi di sudut gudang kayu. Tangan kecilnya yang kotor menggenggam erat sebuah buah mentah, diam-diam ia menggigitnya.“Hmm… pahit sekali.”Anak perempuan itu baru berusia tiga tahun. Tubuh mungilnya tampak lusuh, rambut hitamnya berantakan. Namun, di balik kotoran itu masih bisa terlihat kulitnya yang putih halus, dengan raut wajah mungil yang cantik. Terutama matanya—besar, bulat, sebening mata rusa kecil, memancarkan kepolosan dan kejernihan seorang anak.Ia duduk meringkuk di lantai yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status