Share

Hukuman

Author: Nunaaaa
last update Last Updated: 2025-10-02 12:03:53

Lin Zhengqing bertanya pada Xiaobao, bagaimana ia ingin menghukum mereka.

Xiaobao memeluk papan arwah ibunya, alis mungilnya berkerut rapat. “Kita pergi saja.”

Lin Zhengqing terkejut. “Kau tidak ingin membalas dendam untuk dirimu sendiri?”

Xiaobao mengisap hidungnya. “Mereka memang sering membuat Xiaobao kelaparan dan memukul Xiaobao, tapi bagaimanapun juga mereka masih keluarga Ibu. Mulai sekarang Xiaobao tidak mau mereka lagi. Paman, biarkan saja mereka tidak makan seharian. Perut kosong itu rasanya sangat tidak enak, huh!”

Melihat wajah mungil itu bersungut-sungut namun penuh kepuasan, seolah sudah memberi hukuman teramat berat dan berhasil melampiaskan amarahnya, Lin Zhengqing tidak kuasa menahan senyum. Betapapun, ia hanyalah seorang anak kecil.

Suaranya terdengar lembut. “Baiklah, biar mereka tidak makan dua hari.”

Mata Su Xiaobao segera berbinar. Memeluk papan arwah ibunya, ia menengadahkan wajah kecilnya yang masih kotor, sorot matanya penuh harap.

“Kalau begitu, ayo kita cepat mencari Ayah!”

Suara mungilnya riang sekali.

Walau Lin Zhengqing sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan anak ini, pada saat itu juga hatinya tak kuasa menumbuhkan rasa sayang. Namun, mengingat siapa ayah Su Xiaobao, ia justru merasa iba pada bocah itu.

Dengan nada hati-hati ia berkata, “Ayahmu, Baginda Kaisar, sangat sibuk. Mungkin tidak selalu ada waktu untuk menemuimu. Tapi akan ada orang yang khusus merawat Xiaobao. Jadi kalau sudah sampai di istana nanti dan tidak bisa bertemu Ayahmu, jangan khawatir, baik?”

Su Xiaobao memiringkan kepalanya. “Istana itu rumah Xiaobao, ya? Tapi kenapa harus memanggil Ayah sebagai Baginda Kaisar?”

Lin Zhengqing pun menjelaskan apa itu keluarga kerajaan. Xiaobao mendengarkan dengan saksama, jelas ingin tahu lebih banyak tentang ayah yang selalu ia rindukan.

Kereta kuda membawa Xiaobao menuju kota. Saat tirai jendela kereta terangkat, matanya berbinar melihat pemandangan baru. Apa pun yang terlihat membuatnya kagum, mulutnya kecil terbuka lebar, tak henti berseru heran.

“Wah, orangnya banyak sekali!”

Sejak lahir hingga kini, ia bahkan belum pernah datang ke pasar kecamatan, apalagi ke kota besar. Melihat jalanan ramai dan hiruk-pikuk, ia benar-benar gembira.

Lin Zhengqing yang duduk di sampingnya, tiba-tiba menyadari sorot mata gadis kecil itu terpaku ke satu arah. Tatapan penuh kerinduan dan rasa ingin memiliki itu nyaris seolah bisa diraba.

Mengikuti arah pandangnya, barulah Lin Zhengqing sadar—di sana ada penjual baozi. Pedagang itu berteriak-teriak menawarkan dagangannya.

“Baozi panas, baru keluar dari kukusan!”

“Gruk… gruk…”

Perut Xiaobao bergemuruh tepat pada waktunya.

Sejak pagi, ia hanya makan buah asam yang belum matang. Bukan saja tidak mengenyangkan, malah membuat perutnya semakin kosong.

Lin Zhengqing memberi isyarat, seorang pengikut segera membeli beberapa baozi panas.

Saat sebiji baozi putih, besar, dan mengepul hangat disodorkan ke Xiaobao, mata gadis kecil itu langsung berkilat menawan.

“Untuk Xiaobao? Benarkah untuk Xiaobao?”

Ia tidak serta-merta meraih baozi itu, melainkan menatap Lin Zhengqing dengan mata penuh harap, sikapnya begitu manis dan patuh.

“Untukmu. Ambil dan makanlah.”

“Terima kasih, Paman!”

Ucapan terima kasihnya terdengar lembut dan manis. Selesai berbicara, ia buru-buru mengusap tangan kecilnya yang kotor, tapi semakin diusap justru semakin terlihat tak bersih. Wajah mungilnya pun menunjukkan rasa kikuk.

“Setelah sampai di penginapan nanti kau bisa mandi. Biar aku yang menyuapi.”

Xiaobao tersenyum malu-malu. “Terima kasih, Paman.”

Lalu ia membuka mulut mungilnya dan menggigit baozi harum itu. Wajahnya memancarkan rasa puas, pipi kecilnya menggembung lucu, matanya semakin berbinar—benar-benar mirip anak hewan kecil berbulu yang menggemaskan, membuat siapa pun ingin mengusapnya.

Walau mulutnya penuh, Xiaobao tetap tidak berhenti bergumam entah apa.

Lin Zhengqing tertawa kecil, menyeka wajahnya dengan sapu tangan. “Pelan-pelan saja. Habiskan dulu baru bicara.”

Xiaobao mengangguk. Begitu menelan potongan terakhir, ia berseru dengan wajah cerah, “Enak sekali!”

Ya, itulah yang tadi ingin ia sampaikan. Dan segera saja ia menyambar gigitan berikutnya.

Ketika kereta berhenti di penginapan, Xiaobao sudah menghabiskan satu baozi. Perutnya tak lagi keroncongan, namun mata bulatnya masih terpaku penuh harap pada baozi lain di tangan Lin Zhengqing.

Lin Zhengqing memberi tanda, dua pelayan perempuan berpakaian merah muda muda segera melangkah mendekat. Mereka membungkuk hormat.

“Putri kecil, izinkan hamba melayani Anda mandi dan berganti pakaian.”

Lin Zhengqing berkata, “Pergilah cuci bersih dulu, nanti baru makan lagi.”

Xiaobao menurut dengan patuh, meski sebelum pergi ia berkali-kali melirik pada baozi itu, seolah khawatir makanan itu akan lenyap begitu saja.

Begitu Xiaobao mengikuti pelayan keluar, senyum di wajah Lin Zhengqing perlahan menghilang.

“Selidiki. Cari tahu bagaimana mereka memperlakukan Sang Putri selama ini.”

“Baik.”

Seorang pengawal bersenjata pedang membungkuk hormat, lalu segera pergi.

Meski tubuh Xiaobao kotor, pakaian lusuh, anehnya ia tidak memiliki kutu atau penyakit kulit.

Setelah dimandikan bersih, muncullah sosok bocah mungil putih bersih, cantik bak porselen di hadapan semua orang. Kedua pelayan tertegun melihat wajah halusnya.

“Putri, Anda benar-benar cantik sekali!”

Seorang pelayan yang lebih periang tak kuasa menahan decak kagum. Belum pernah seumur hidup ia melihat anak sekecil itu begitu menawan.

Dulu, saat masih diasuh ibunya, Xiaobao memang anak tercantik dan terbersih di desa. Baru setelah ibunya meninggal ia mulai kelaparan, tubuhnya menyusut, wajahnya kusam. Tapi setelah dibersihkan, ia kembali menjadi boneka porselen kecil yang memesona.

Dengan penuh semangat, Xiaobao menggosok tubuhnya dengan sabun wangi. Seusai mandi, ia menengadah, tersenyum lebar.

“Harum sekali!” serunya sambil mengangkat tangan kecilnya.

Kedua pelayan menahan tawa. “Benar, Putri kecil harum sekali. Mari, kami bantu pakaikan baju.”

Akhirnya, Xiaobao dipakaikan pakaian baru berwarna kuning pucat. Rambut hitamnya yang masih agak basah tergerai, tangan mungilnya memegangi rok saat ia berlari tergesa mencari Lin Zhengqing—dan tentu saja, baozi di tangannya.

“Putri kecil, pelan-pelan!”

Walau kakinya pendek, Xiaobao berlari cepat sekali. Kedua pelayan nyaris kewalahan mengikutinya.

Dan benar saja, ia menabrak dada Lin Zhengqing, hampir saja terjengkang jatuh.

Begitu mendongak, matanya langsung mencari baozi itu. Namun saat tidak menemukannya, sorot mata yang tadinya berbinar berubah redup seketika.

Lin Zhengqing menatap bocah kecil yang kini bersih bersinar. Wajahnya mengingatkan pada seseorang—mirip sekali dengan alis dan mata itu.

Ia pernah melihat lukisan Su Yanniang. Meski dahulu hanya karena kebetulan ia dipilih untuk mendampingi, tapi wajahnya memang tidak buruk. Maka tidak heran Kaisar sempat berkenan padanya.

Xiaobao mewarisi semua kelebihan mereka berdua. Walau masih kecil, sudah tampak jelas kecantikan yang kelak bisa memikat seisi negeri.

Hanya dengan kemiripan lima bagian pada wajah saja, siapa pun takkan meragukan statusnya sebagai putri.

Tatapan berbinar itu meredup begitu nyata, semua yang ada di hatinya terpampang jelas di wajah mungilnya. Lin Zhengqing hanya bisa tersenyum getir, sekaligus merasa iba.

Inilah satu-satunya putri Dinasti Daxia—yang seharusnya hidup bergelimang kemewahan, tetapi justru menderita begitu nestapa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Ayahmu Tidak Menginginkanmu Lagi

    Sejak hari pertama masuk ke dalam istana, Su Xiaobao setiap hari duduk di ambang pintu, menatap ke luar dengan penuh harap, ingin melihat sosok ayahnya.Namun, hari demi hari berlalu, ia tetap kecewa. Hingga kini, ia belum juga melihat bayangan ayahnya.“Gulu… gulu…”Perut kecilnya berbunyi kelaparan. Bibir mungilnya mengerucut ke bawah, sepasang mata besarnya yang bening berair, tampak layaknya anak anjing malang yang dibuang.“Hei, ternyata putri kita masih menunggu Yang Mulia, ya.”Suara sinis penuh ejekan terdengar. Su Xiaobao menoleh, ternyata itu adalah pelayan istana yang setiap hari membawakan makanannya.Pada hari pertama tiba, makanannya masih enak. Hari kedua pun sama. Namun, mulai hari ketiga, ia mendapati makanan yang dibawa sudah dingin. Meski begitu, selama masih bisa dimakan, ia tetap bersyukur dan tidak pernah mengeluh.Yang lebih parah, pagi ini makanan yang diberikan sudah basi, bahkan tanpa lauk. Jelas tidak bisa dimakan sama sekali. Karena itu, Xiaobao sampai kela

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Istana

    “Uang ini tidak perlu Tuan Kecil kembalikan.”Di luar, identitas Su Xiaobao tidak boleh diungkap, sehingga Lin Zhengqing selalu memanggilnya dengan sebutan “Nona Kecil”.Su Xiaobao berpikir sejenak, lalu berkata manis, “Kalau begitu, nanti setelah aku menanam sayuran enak, akan kuberi sebagian untukmu.”Lin Zhengqing hanya tersenyum mengiyakan, namun dalam hatinya tidak terlalu memedulikannya.Bagaimana mungkin seorang anak berusia tiga tahun bisa menanam apa pun, apalagi di dalam istana?Setelah membeli semua barang yang ia inginkan, Su Xiaobao tidak lagi meminta macam-macam.Anak kecil itu duduk manis dan tenang, mengikuti perjalanan dengan kereta kuda dalam pengawalan Lin Zhengqing dan para prajurit menuju ibu kota.Awalnya, Xiaobao merasa sangat bersemangat. Ia menempelkan wajah mungilnya di jendela kereta, matanya berkilauan penuh rasa ingin tahu sambil menikmati pemandangan sepanjang jalan.Namun, tak lama kemudian… senyum di wajahnya menghilang.Kereta kuda zaman kuno sama seka

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Peri Kecil yang Sial

    Ia melambaikan tangan, seorang pelayan di belakangnya segera menyerahkan bungkusan kertas minyak berisi bakpao putih yang hangat dan gemuk.“Ini untukmu.”Seperti yang diduga, mata si kecil di depannya langsung berbinar terang.“Terima kasih~”Kali ini, ia memeluk sendiri bakpao itu. Kedua tangannya yang mungil dan putih bersih merangkul erat sebuah bakpao besar, hampir sebesar wajahnya sendiri. Gigitan pertamanya membuat pipinya yang putih lembut menggembung bulat, tampak seperti sebuah kue ketan kecil yang empuk. Ia makan dengan begitu serius, begitu bahagia.Pemandangan itu membuat Lin Zhengqing tanpa sadar menoleh lagi. Bakpao ini benar-benar seenak itu kah?Mereka tak bisa berlama-lama di sini. Begitu Su Xiaobao kenyang, Lin Zhengqing bersiap membawa orang-orangnya berangkat.Namun, ketika hendak beranjak, Su Xiaobao menahan ujung jubahnya dan dengan hati-hati bertanya,“Boleh tidak kalau aku beli sedikit saja sesuatu? Xiaobao hanya butuh sebentar.”Lin Zhengqing berjongkok, meng

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Hukuman

    Lin Zhengqing bertanya pada Xiaobao, bagaimana ia ingin menghukum mereka.Xiaobao memeluk papan arwah ibunya, alis mungilnya berkerut rapat. “Kita pergi saja.”Lin Zhengqing terkejut. “Kau tidak ingin membalas dendam untuk dirimu sendiri?”Xiaobao mengisap hidungnya. “Mereka memang sering membuat Xiaobao kelaparan dan memukul Xiaobao, tapi bagaimanapun juga mereka masih keluarga Ibu. Mulai sekarang Xiaobao tidak mau mereka lagi. Paman, biarkan saja mereka tidak makan seharian. Perut kosong itu rasanya sangat tidak enak, huh!”Melihat wajah mungil itu bersungut-sungut namun penuh kepuasan, seolah sudah memberi hukuman teramat berat dan berhasil melampiaskan amarahnya, Lin Zhengqing tidak kuasa menahan senyum. Betapapun, ia hanyalah seorang anak kecil.Suaranya terdengar lembut. “Baiklah, biar mereka tidak makan dua hari.”Mata Su Xiaobao segera berbinar. Memeluk papan arwah ibunya, ia menengadahkan wajah kecilnya yang masih kotor, sorot matanya penuh harap.“Kalau begitu, ayo kita cepa

  • PUTRI CANTIK KESAYANGAN KERAJAAN   Sang Putri

    “Xiaobao, dasar anak nakal! Ke mana saja kau berkeliaran, malas tidak mengurus pekerjaan? Ayam-ayam belum diberi makan, pakaian juga belum dicuci. Kalau ketahuan sama aku, lihat saja, aku bikin kau mampus!”Pagi hari di sebuah desa kecil yang tenang. Kabut gunung masih menggantung, ayam jantan baru saja berkokok, namun seorang perempuan gemuk berbalut kain kasar sudah berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang, mulutnya terus memaki.Sedangkan gadis kecil yang dipanggil itu, kini sedang bersembunyi di sudut gudang kayu. Tangan kecilnya yang kotor menggenggam erat sebuah buah mentah, diam-diam ia menggigitnya.“Hmm… pahit sekali.”Anak perempuan itu baru berusia tiga tahun. Tubuh mungilnya tampak lusuh, rambut hitamnya berantakan. Namun, di balik kotoran itu masih bisa terlihat kulitnya yang putih halus, dengan raut wajah mungil yang cantik. Terutama matanya—besar, bulat, sebening mata rusa kecil, memancarkan kepolosan dan kejernihan seorang anak.Ia duduk meringkuk di lantai yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status